Kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) Terancam Sulit Dituntaskan

Kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) terancam sulit dituntaskan. Sebab, dokumen asli perkara bernilai Rp 146 triliun itu tidak ditemukan. Kejaksaan Agung menyatakan hanya memiliki salinan dokumen BLBI.

"Kita kan hanya menerima (dokumen) fotokopi. Yang sampai di persidangan juga fotokopi yang sudah dilegalisasi," kata Jaksa Agung Hendarman Supandji saat rapat konsultasi Tim Pengawas Penyelesaian Kasus KLBI dan BLBI di gedung DPR kemarin.

Meski tidak menyebut dokumen itu hilang, Hendarman mengaku tidak mengetahui keberadaan dokumen asli BLBI. Namun, kata Hendarman, seharusnya dokumen BLBI berada di Bank Indonesia. "Namanya kan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia, seharusnya ada di Bank Indonesia," kata Hendarman.

Mantan ketua Timtastipikor itu menjelaskan, dalam perkara tersebut memang terdapat kerugian negara dan perbuatan melawan hukum. Namun, kurangnya bukti menjadi kendala. Selain itu, penelusuran sulit karena kejadiannya sudah berlangsung lama.

Dalam jawaban tertulis pada rapat konsultasi itu, Kejagung telah menyerahkan kepada menteri keuangan tentang penanganan delapan obligor yang belum membayar. Yakni, Bank Deka, Bank Central Dagang, Bank Centris, Bank Orien, Bank Dewa Rutji, Bank Arya Panduarta, Bank Pelita, dan Bank Aken. Penyelesaiannya dilakukan secara out of court settlement.

Menurut Hendarman, penyelesaian di luar pengadilan tersebut dirasa lebih menguntungkan. "Itu saya kira lebih menguntungkan. Kalau mengejar secara pidana, yang dilakukan kejaksaan itu wasting time," katanya.

Dalam rapat konsultasi itu, Jaksa Agung juga menerangkan, hingga saat ini belum ada kasus BLBI yang diambil alih Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Namun, Kejagung dan KPK telah melakukan ekspose (gelar perkara) bersama pada 22 Oktober 2008. KPK juga telah membentuk empat tim untuk meneliti kasus BLBI. Selain itu, ada penyerahan data pendukung kasus BLBI yang pernah ditangani Kejagung ke KPK.

Anggota Tim Pengawas Penyelesaian BLBI Drajad Wibowo meminta ada penelusuran terhadap dokumen-dokumen asli BLBI. Sebab, tanpa dokumen asli, penyelesaian sulit dilakukan. "Bagaimana kalau dokumennya tidak ditemukan? Dokumen itu alurnya jelas. Apa tidak mungkin menelusuri dokumen-dokumen itu," kata Drajad.

Dia menegaskan, kasus BLBI merupakan sejarah kelam dalam perekonomian Indonesia. Ditambah ketiadaan dokumen asli, lanjutnya, kasus itu sekaligus menjadi sejarah kelabu dokumentasi tanah air. "Ironis, mengingat triliunan rupiah hilang karena keteledoran masalah arsip," sindir anggota Fraksi PAN itu.

Anggota tim pengawas lainnya, Hamdan Aini, mendesak Jaksa Agung memberikan legal opinion kepada Menkeu untuk keperluan melakukan gugatan secara perdata. "Kalau Departemen Keuangan lamban, kejaksaan bisa bergerak lebih dulu," katanya.

Menanggapi itu, Hendarman mengatakan, pemberian legal opinion dilakukan atas dasar permintaan Depkeu. Namun, hingga saat ini, kejaksaan belum menerima permintaan itu. "Kalau perdata, kami menunggu surat kuasa khusus," katanya. (fal/iro)

Sumber: Jawa Pos, 14 Mei 2009

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan