Kasus Bank Bali; Dana Rp 546 Miliar Masuk ke Kas Negara

Barang bukti perkara korupsi pengalihan hak tagih piutang atau cessie Bank Bali, dana Rp 546 miliar yang disimpan di rekening penampungan Bank Permata, masuk ke kas negara. Sejak Senin (29/6) siang hingga malam hari proses eksekusi atas putusan Mahkamah Agung atas peninjauan kembali yang dimohonkan jaksa berkaitan dengan uang itu dilakukan tim jaksa.

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung M Jasman Panjaitan, Senin petang, mengatakan, ”Sampai saat ini tim masih di Bank Permata untuk menyelesaikan administrasi eksekusi. Tak ada kendala, mudah-mudahan malam ini tuntas.”

Diperoleh keterangan, Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan Untung Setia Arimuladi dan Kepala Seksi Pidana Khusus Kejari Jaksel Sila Pulungan datang di Bank Permata Sudirman sejak Senin siang. Senin malam uang itu, yang sejak perkara disidik tahun 2001 disimpan di rekening penampungan Bank Bali, sudah dipindahkan ke kas negara.

Putusan MA, selain menghukum mantan Gubernur Bank Indonesia (BI) Syahril Sabirin dan mantan Direktur Utama PT Era Giat Prima Joko Soegiarto Tjandra, masing-masing selama dua tahun penjara, juga menyatakan barang bukti uang Rp 546 miliar dirampas untuk negara. Bank Bali terkena likuidasi, lalu bergabung dengan beberapa bank lain menjadi Bank Permata.

Pada Senin siang Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menggelar sidang permohonan PK yang dimohonkan kuasa hukum Joko S Tjandra. Dalam sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Hari Sasangka, OC Kaligis yang menjadi kuasa hukum Joko membacakan permohonan PK.

Dalam permohonan itu disebutkan, putusan MA yang mengabulkan PK dari jaksa dalam perkara pengalihan hak tagih piutang Bank Bali adalah kesalahan fatal dalam sejarah tindak pidana di Indonesia. ”Putusan itu memperlihatkan kekhilafan hakim dan kekeliruan yang nyata karena melampaui kewenangan MA,” kata Kaligis.

”Dalam KUHAP, tidak ada satu ketentuan pun yang memberikan hak bagi jaksa mengajukan PK,” lanjut Kaligis.

Jaksa Rudy Pailang menuturkan, pengajuan PK oleh Joko tak dibenarkan. ”Berdasarkan Surat Edaran Mahkamah Agung, hanya satu kali pengajuan PK untuk perkara yang sama,” kata dia.

Jangan ganggu bank
Secara terpisah di Jakarta, Senin, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengharapkan eksekusi dana pengalihan hak tagih atas piutang Bank Permata, dulu Bank Bali, senilai Rp 546 miliar tidak menimbulkan masalah. Eksekusi sebaiknya tidak menyebabkan dampak buruk terhadap Bank Permata.

”Kami tak ingin (eksekusi itu) menimbulkan persoalan perbankan yang tidak perlu, yang menimbulkan dampak buruk terhadap bank tersebut. Sebab, jumlahnya besar. Pergerakan uang itu bisa menimbulkan hal-hal yang tidak perlu,” ujar Sri Mulyani, seusai rapat kerja dengan Komisi XI DPR di Jakarta.  (idr/oin/faj)

Sumber: Kompas, 30 Juni 2009

{mospagebreak title=Djoko Tjandra Ajukan PK, Jaksa Eksekusi Uang Rp 546 M}
Kasus Cessie Bank Bali
Djoko Tjandra Ajukan PK, Jaksa Eksekusi Uang Rp 546 M

Djoko Soegiarto Tjandra, terpidana kasus korupsi dana hak tagih (cessie) Bank Bali, mulai melakukan perlawanan. Kemarin (29/6) Djoko mengajukan permohonan peninjauan kembali (PK) melalui Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Permohonan PK yang diajukan kuasa hukum Djoko adalah atas putusan PK Mahkamah Agung Nomor 12 PK/Pid.Sus/2009 tanggal 11 Juni 2009. Dalam putusan itu, bos Grup Mulia tersebut dihukum dua tahun penjara dan denda Rp 15 juta subsider 3 bulan. Pihak Djoko mempersoalkan karena PK itu diajukan jaksa. "Telah terjadi kesalahan fatal dalam pengajuan PK oleh jaksa," kata OC Kaligis, kuasa hukum Djoko, dalam sidang perdana kemarin.

Berdasarkan KUHAP, kata Kaligis, pengajuan PK merupakan hak yang hanya diberikan kepada terpidana dan ahli warisnya. Itu diatur dalam pasal 1 angka 12 KUHAP dan pasal 263 KUHP. "Ada kekhilafan hakim dan kekeliruan yang nyata dalam putusan itu," terang pengacara senior tersebut.

Kaligis menambahkan, putusan majelis hakim MA yang mengabulkan pengajuan permohonan PK dari jaksa dinilai melampaui batas kewenangan. Hal itu bertentangan dengan undang-undang. "Hakim tidak boleh bertindak sewenang-wenang," tegasnya lantas menyebut putusan itu tidak menghargai putusan kasasi yang sudah berkekuatan hukum tetap (inkraht).

Dalam sidang itu jaksa diwakili dua orang dari Kejari Jaksel. Yakni, Imanuel Rudy Pailang dan Dian Anjari. Menurut jaksa, pengajuan PK untuk kali kedua tidak bisa dilakukan. Hal itu mengacu pada Surat Edaran MA No 10/2009. Di sana disebutkan, permohoan PK dalam suatu perkara yang sama yang diajukan lebih dari satu kali adalah bertentangan dengan undang-undang. Sidang yang dipimpin ketua majelis hakim Hari Sasangka itu dilanjutkan Senin (6/7).

Jaksa Agung Hendarman Supandji mengatakan, jaksa bisa mengajukan PK. Itu mengacu pada pasal 23 UU Kekuasaan Kehakiman yang menyebutkan pihak-pihak yang bersangkutan bisa mengajukan PK. "Yang bersangkutan termasuk jaksa juga," kata Hendarman di Kejagung kemarin.

Di bagian lain, PK yang diajukan Djoko tidak menghalangi langkah jaksa mengeksekusi uang Rp 546 miliar yang tersimpan di rekening penampungan (escrow account) di Bank Permata. Dalam putusan PK MA, uang tersebut disita untuk dikembalikan kepada negara. "Sudah dieksekusi, disetor ke kas negara," kata Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (JAM Pidsus) Marwan Effendy.

Proses eksekusi diikuti langsung oleh Kajari Jaksel Setia Untung Arimuladi sebagai jaksa eksekutor. "Bank Permata kooperatif dan memahami putusan itu harus dilaksanakan," tambah Kapuspenkum Kejagung Jasman Pandjaitan.

Sementara itu, Ketua Mahkamah Agung (MA) Harifin A. Tumpa mengungkapkan bahwa prinsip hukum Indonesia tak mengenal peninjauan kembali (PK) atas putusan PK. Namun, Harifin memperkirakan ada sejumlah alasan dengan pengajuan PK yang kini disidangkan di PN Jaksel tersebut. "Mungkin ada alasan lain, mungkin ada haknya yang dirugikan. Nanti kita lihat," ungkap Harifin di gedung Mahkamah kemarin.

Dia juga mengakui bahwa dalam UU tak ada aturan yang membolehkan jaksa mengajukan PK. Dalam aturan yang dibolehkan hanya terpidana, pengacara, dan ahli waris. "Tapi, dalam praktik ternyata jaksa bisa mengajukan PK, tentu dengan sejumlah alasan. Nanti kami lihat," terangnya

Di bagian lain, perburuan Djoko Tjandra langsung dilakukan Ma­bes Polri. Tak hanya di luar ne­geri, foto profil pemilik Hotel Mu­lia, Jakarta, itu disebar ke se­luruh polsek di Indonesia. "Su­dah, kita sudah terima perminta­an dari Kejagung. Sudah ditindaklan­juti," kata Kepala Badan Reserse Kriminal Mabes Polri Komjen Pol Susno Duadji kemarin.

Foto itu untuk memudahkan apa­rat polisi meringkus Djoko. "Kami juga sudah kontak Interpol," kata mantan Kapolda Jawa Barat itu. Saat ditanya berapa lama target polisi untuk meringkus Djoko, Sus­no menjawab secepatnya. "Ada pro­se­dur pencarian orang, itu sudah ada mekanismenya," katanya.

Dikonfirmasi terpisah, Menteri Keuangan Sri Mulyani berharap masalah dana Rp 546 miliar di Bank Permata tidak menimbulkan persoalan baru. Menkeu menyebut, dari sisi kejaksaan, yang penting sudah melaksanakan putusan PK Mahkamah Agung. ''Yaitu, me­ngembalikan dan menyerahkan kepada negara," ujar Ani di gedung DPR kemarin (29/6).

Menurut dia, langkah yang diambil kejaksaan tersebut jangan sampai menimbulkan dampak buruk terhadap bank itu sendiri. Apalagi, jumlahnya besar sehing­ga pergerakan uang tersebut bisa menimbulkan hal-hal yang tidak perlu bagi bank bersangkutan. ''Kita tidak ingin menimbulkan persoalan-persoalan perbankan yang tidak perlu dalam masalah seperti ini," tambahnya.

Menkeu menegaskan bahwa kepemilikan atau status uang tersebut akan mengikuti perintah dari kasusnya. Dalam hal ini, Mah­kamah Agung sudah menetapkan dalam kasus pengadilan perdata. ''Pokoknya yang penting, kejaksaan melakukan eksekusi sesuai dengan perintah," tuturnya.

Kuasa hukum Bank Permata Pradjoto memastikan, Bank Permata akan mentransfer uang milik Joko Soegiarto Tjandra ke kas ne­ga­ra paling lambat hari ini (30/­6/09). Rencananya, uang tersebut disetorkan ke rekening Dirjen Perbendaharaan Departemen Keuangan yang berada di Bank Indonesia. ''Transfer dana dilakukan paling lambat besok," tukasnya.

Meski begitu, dia mengatakan Bank Permata tidak puas atas eksekusi uang Rp 546 miliar milik Joko Soegiarto Tjandra. Ka­rena itu, Bank Permata akan mengajukan langkah hukum atas eksekusi kejaksaan tersebut. ''Ini tidak memberikan kepuasan bagi kami karena ada perpisahan an­tara hukum perdata dan pidana," katanya. (fal/git/rdl/wir/iro)

Sumber: Jawa Pos, 30 Juni 2009

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan