Kasus Agus Condro Bisa Pulihkan Citra KPK

INDONESIA Corruption Watch (ICW) mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi(KPK) untuk segera menuntaskan penyelidikan kasus Agus Condro.

Pengusutan
kasus ini dengan tuntas bisa memulihkan kepercayaan masyarakat pada KPK setelah permasalahan yang menimpa Antasari Azhar.

”Kita menantang KPK menunjukkan dan mengembalikan kepercayaan publik dengan menangani kembali kasus Agus Condro,” kata Wakil Koordinator ICW, Emerson Yuntho, Minggu (3/5).

Kasus Agus Condro menurut Emerson menghilang karena adanya dugaan intervensi politik yang dilakukan oleh partai-partai besar di DPR. “Ini yang harus dibuktikan oleh KPK, karena banyak pihak menduga bahwa tidak berjalannya kasus Agus Condro tidak lepas dari beberapa parpol yang saat ini berkuasa,” katanya.

Kasus suap yang dialami Agus Condro, lanjut Emerson, bisa saja dikaitkan dengan proses pemilihan anggota KPK masa lalu. “Orang menduga ada peran Antasari dalam menghambat kasus ini,” kata Emerson.

Laporan Agus Condro tentang penerimaan cek perjalanan anggota Komisi IX terkait pemilihan Deputi Gubernur Senior, Miranda Swaray Goeltom, hingga saat ini belum meningkat ke penyidikan. Padahal, selain pengakuan Agus Condro, KPK telah memegang data pencairan cek perjalanan dari Pusat Pelaporan Analisa Transasi Keuangan (PPATK).

Ketua PPATK, Yunus Hussein, menyatakan, data yang diserahkan PPATK kepada KPK cukup lengkap. Mulai dari sumber dana dan orang-orang yang mencairkan cek tersebut. Dari penelusuran PPATK yang datanya telah diserahkan ke KPK, ada sembilan anggota DPR yang mencairkan sendiri cek sebanyak 74 lembar.
Enam anggota mencairkan lewat kerabat (71 lembar), dan 26 anggota mencairkan lewat orang lain (335 lembar).

Yunus juga mempertanyakan kelambatan KPK dalam menangani kasus ini. Ia curiga ada konflik kepentingan pimpinan KPK dalam kasus yang melibatkan politisi-politisi dari partai besar ini.

KPK sendiri menyatakan masih terus menyelidiki kasus ini. KPK, melalui Antasari, mengaku masih kesulitan mencari motif penerimaan cek perjalanan tersebut.

Alasan tersebut dipandang tidak relevan oleh ICW. Menurut Peneliti ICW, Febri Diansyah, bukti sudah mencukupi untuk menjerat anggota DPR dengan pasal penerimaan hadiah terkait jabatan (gratifikasi).  “Kalau kesulitan mencari motif penyuapan, kita tantang untuk menjerat dengan pasal gratifikasi,” kata Febri.[by : Okky Puspa Madasari]

Sumber: Jurnal Nasional, 4 Mei 2009

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan