Kasek Dikumpulkan dan Ditekan KK; Kasus Dana Hibah Kian Transparan, Diminta Tidak Neko-Neko dan Manu

Kian transparannya kasus dugaan penyimpangan dana Hibah Belanda sebesar Rp 6,47 miliar di Kabupaten Ponorogo, membuat semua sejumlah kalangan mulai berbicara. Termasuk sejumlah kepala sekolah (kepsek) yang sekolahnya mendapat dana tersebut. Mereka mengaku sempat mendapat tekanan untuk tidak neko-neko saat dikumpulkan oleh komite kabupaten.

Tekanan itu berupa untuk tidak mempersoalkan siapa yang bakal mengerjakan proyek, hingga saat memasukkan uang ke rekening. Masalah ini kemarin terungkap saat dilakukan kajian dan dialog yang diikuti 15 LSM dan perwakilan sekolah penerima dana hibah serta wakil Polres dan Kejaksaan yang difasilitasi Forum Lintas Pelaku (FLP) setempat. Ini sesuai pengakuan kepala sekolah saat dikumpulkan baik di gedung Korpri maupun Depag, ujar Drs Achmadi, sekretaris FLP kemarin.

Menurut mereka, sebelum kasus itu meledak, sejumlah kepala sekolah diarahkan harus menggunakan tenaga dari rekanan yang telah ada. Padahal, sebenarnya sudah ada kepala sekolah yang sudah membawa tenaga tehnis termasuk gambar yang akan diserahkan. Namun karena ada tekanan dari Drs Purwanto, Ketua Komite Kabupaten mereka hanya manut saja.

Kondisi yang sama juga terjadi saat dikumpulkan di kantor Depag oleh Djemikan, Kasi Susgram Diknas. Malahan pada saat itu, kepsek yang akan mencairkan dana ke rekening masih dipersulit. Sebelumnya, sebanyak 86 kepsek SD/MI dan SMP/Mts penerima dana hibah juga pernah dikumpulkan Bupati Markum Singodimedjo di pendopo kabupaten. Kalau melihat caranya begitu, ya tidak jauh seperti gaya orde baru, kata Drs Damanhuri, Ketua FLP.

Karena itu, kalau pada akhirnya Markum mengaku bertangung jawab karena sebagian dana untuk pembangunan fasilitas umum, dinilai hanya akan membelokkan arah. Karena semuanya tetap katagori pelanggaran hukum.

Sementara rencana sepuluh kepala sekolah (kepsek) penerima dana Hibah Belanda bakal dijadikan saksi dalam persidangan nanti, diharapkan tidak berjalan sendiri. Minimal PGRI sebagai induk organisasi guru harus mampu memberikan dukungan penuh. Kita harapkan tidak hanya dukungan saja. Tapi PGRI minimal bisa memberi perlindungan hukum kepada kepala sekolah yang akan jadi saksi nanti, kata Binardi, aktivis LSM Estafet kemarin.

Menurut dia, selama kasus hibah Belanda ini mencuat, posisi kepala sekolah seakan-akan tidak ada yang mendampinginya. Kasihan kalau mereka (kepsek) yang tidak tahu apa-apa terus dijadikan saksi tapi PGRI hanya diam saja, tegasnya.

Kalau kenyataan PGRI tidak mau melangkah untuk memberikan perlindungan hukum, Binardi secara tegas minta agar Ketua PGRI, Drs Suyono lengser dari kursi kemimpinan saja. Ya lebih baik mundur saja kalau gak bisa membela kepala sekolah, tegasnya. Lantaran, dana hibah Belanda yang erat hubungannya untuk meningkatkan mutu sekolah ternyata telah diselewengkan. Drs Suyono, Ketua PGRI Ponorogo dikonfirmasi kemarin tidak ada ditempat. Bapak sedang ada tugas ke Kediri, ujar seorang stafnya di kantor Diknas kemarin. (tia)

Sumber: Radar Madiun, 6 Agustus 2004

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan