Kasasi Koruptor Rp 1,3 T Ditolak; Diputus Setahun Lalu, Belum Masuk Penjara [23/06/04]
Bukan hanya para terpidana mati kasus narkoba yang belum dieksekusi, para penilap duit negara ternyata juga banyak yang belum merasakan pengapnya sel penjara.
Salah satu di antara mereka adalah bos Bank Servitia David Nusawijaya alias NG Tjuen Wie. David merupakan terpidana skandal korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) senilai Rp 1,29 triliun yang kasasinya telah ditolak Mahkamah Agung (MA).
Dalam putusan kasasi bernomor 830K/Pid/2003, MA menjatuhkan hukuman 8 tahun penjara karena David terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi sesuai UU Nomor 3/1971 tentang Korupsi. MA juga mendenda Rp 30 juta susbsider enam bulan dan keharusan membayar uang pengganti Rp 1,29 triliun.
Putusan MA itu membatalkan putusan PN Jakarta Barat dan Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta. Sebelumnya, PN Jakarta Barat dalam putusannya 8 Agustus 2001 memvonis David dua tahun penjara. Sedangkan PT DKI menghukum empat tahun penjara.
Penolakan kasasi tersebut dijatuhkan hampir satu tahun lalu, tepatnya 23 Juli 2003. Tapi, Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Barat selaku eksekutor belum menjebloskan David ke penjara karena belum menerima salinan dan petikan putusan perkara tersebut dari MA. Praktis, hingga kemarin, David tetap berkeliaran menghirup udara bebas kendati putusan perkara tersebut sudah berkekuatan hukum tetap.
Wartawan koran ini kemarin bertandang ke rumah David di kawasan Jalan Wijayakarta III Blok B-5 Jakarta Selatan. Suasana rumah bercat putih itu terlihat tidak berbeda dengan rumah di sebelahnya, yang sama-sama ada penghuninya. Sayang, ketika pintu pagarnya diketuk, tak satu pun penghuni rumah itu menampakkan batang hidungnya.
Sekitar pukul 19.00, koran ini kembali menghubungi lewat telepon dan diterima dua pembantu rumah David, Lina dan Nur. Mereka menyatakan bahwa bosnya sedang tidak berada di rumah karena sejak pukul 14.00 ada kesibukan di luar.
Saya nggak tahu ke mana perginya. Tapi, tadi ada di rumah kok, kata Nur dengan nada polos. Sedangkan Lina meminta agar wartawan koran ini menghubungi kembali hari ini.
Kajari Jakarta Barat Fachmi mengaku sudah mendengar putusan kasasi tersebut. Namun, pihaknya tidak dapat berbuat banyak untuk segera mengeksekusi David. Kami selaku eksekutor tidak dapat melaksanakan eksekusi kalau tidak ada salinan dan putusan perkaranya. Kalau tetap dieksekusi, dia (David) kan bisa balik tanya apa dasar eksekusinya, dalih Fachmi kepada koran ini di Jakarta kemarin.
Jaksa yang pernah mengadili Ketua DPR Akbar Tandjung itu menyayangkan sikap MA yang dinilai tidak serius mengirim salinan dan petikan putusan kasasi perkara David kepada jaksa. Padahal, stafnya sudah berkali-kali menanyakan salinan dan petikan putusan perkara David kepada pegawai di Bagian Direktorat Pidana MA.
Tapi, mereka selalu menjawab akan segera dikirim salinan dan petikan putusannya, jelas jaksa asal Sumatera Barat (Sumbar) itu. Hingga kemarin, Kejari Jakarta Barat belum memastikan bahwa David tetap berada di rumahnya atau justru telah melarikan diri, seperti Bos Grup Modern Samadikun Hartono.
Secara terpisah, mantan Kepala Kejari Jakarta Barat Darmono mengaku tidak mengetahui keberadaan David, apakah masih berada di Jakarta. Saya sudah lama tidak memantau perkara tersebut, kata Darmono yang sekarang menjadi wakil Kejati DKI Jakarta itu. Menurut Darmono, dirinya mengetahui perkembangan terakhir perkara David saat berkasnya diajukan ke tingkat banding di PT DKI Jakarta.
Sementara itu, Kapuspenkum Kemas Yahya Rahman menyatakan, Kejagung tidak mau disalahkan atas lambannya eksekusi David, termasuk kemungkinan David kabur. Tidak hanya Kejari Jakarta Barat yang tahu bahwa putusan kasasinya sudah turun. Saya yang di Kejagung tahu. Sejauh ini, permasalahannya adalah belum dikirimkan salinan dan petikan putusan kepada jaksa eksekutor, jelas Kemas di gedung Kejagung, Jakarta, kemarin.
Tanda-tanda ketidakberesan penanganan perkara korupsi David sejatinya sudah beredar di kalangan pers. Sekitar Juni 2002, koran ini pernah menulis David dikabarkan kabur saat berkas perkaranya berada di tingkat banding di PT DKI Jakarta.
Sekitar Mei 2002, aparat Kejari Jakbar selaku eksekutor mengaku kehilangan kontak dengan David, yang tak jelas di mana rimbanya. Padahal, saat itu, kasusnya sedang diajukan upaya banding ke PT DKI Jakarta. Sementara itu, hakim tinggi Ridwan Nasution, yang menangani upaya banding kasus David, telah memerintahkan penangkapan David berdasarkan penetapan No 298/Pen.Pid/2002/PT DKI.
Saat itu, Kejagung menganggap pengadilan paling bertanggung jawab karena tak mengantisipasi kemungkinan bos Bank Umum Servitia itu melarikan diri selama menunggu putusan banding di PT DKI Jakarta. Terutama, karena tidak ada sikap ketua majelis hakim Panto Alboin Sianipar yang menetapkan penahanan di rumah tahanan.
Saya kira nggak adil jika pertanggungjawabannya cuma ditanggung kejaksaan, kata Barman Zahir, kapuspenkum Kejagung, kala itu.
Barman mengatakan, Kejagung telah mengintruksikan Darmono untuk mengoptimalkan langkah penangkapan. Caranya menggandeng Polda Metro Jaya dan Polrestro Jakarta Barat untuk mengintai rumah David di Jalan Wijayakarta III Blok B-5 serta menyisir kawasan yang diduga sering dijadikan tempat persembunyian David.
Soal kemungkinan David melarikan diri ke luar negeri, Barman menyatakan kecil kemungkinan. Sebab, David hingga saat itu masih berstatus cekal (cegah-tangkal). (agm)
Sumber: Jawa Pos, 23 Juni 2004