Kapolri Ancam Sanksi Pemberi Ruang Gerak Markus

Jika Polisi Lindungi Makelar Kasus

Kapolri Jenderal Bambang Hendarso Danuri (BHD) memperingatkan seluruh Kapolda agar tidak memberikan ruang gerak bagi para makelar kasus. Peringatan itu diungkapkan BHD di depan para Kapolda se-Indonesia dan anggota Satgas Pemberantasan Mafia Hukum bentukan SBY di Mabes Polri kemarin (6/1).

"Peringatan keras, jangan ada yang bermain-main dengan penegakan hukum," ujar BHD dengan wajah se­rius diiringi jeda menarik napas dan memandang tajam kepada anak buahnya. Para Kapolda itu hadir dalam rangka pelantikan Wakapolri baru yang dijabat Komjen Jusuf Manggabarani.

Seusai menghadiri pelantikan, para pimpinan polisi di level provinsi itu dibrifing tentang pemberantasan makelar kasus. BHD meminta Kapolda tidak melindungi mereka di kantor masing-masing. "Ka­lau sudah ada warning seperti ini, masih ada mafia hukum yang berkeliaran di polda, risiko ada pada pimpinan itu sendiri," kata mantan Kabareskrim itu.

Hadir dalam pertemuan itu anggota Satgas Pemberantasan Mafia yang dipimpin ketuanya Kuntoro Mangunsubroto. "Ini ada bapak-bapak satgas yang sudah dipercaya membantu kita. Tolong dipahami, dibantu, dan sukseskan tugas mulia ini," kata Kapolri.

Dia geram jika ada anak buah yang enggan diingatkan. "Itu keterlaluan. Berarti nyalinya sangat besar," kata BHD. Dalam pertemuan itu, seluruh Kapolda tampak takzim menyimak arahan Kapolri. Beberapa di antara mereka sibuk mencatat dengan notes kecil.

BHD berjanji Polri menjadi garda paling depan dalam memberantas mafia hukum. "Kita sudah ada tindakan-tindakan antisipatif," katanya. Selain melibatkan pengawas penyidik, ada peran intelijen Propam, dan Inspektorat Pengawasan Umum.

Di tempat yang sama, Ketua Satgas Kuntoro mengaku sudah mempunyai strategi khusus untuk memberantas mafia. "Kita sudah punya daftar modusnya," katanya. Kuntoro mengatakan, salah satu upayanya adalah pemuatan surat pemberitahuan perkem­bangan hasil penyelidikan (SP2HP) secara reguler dan pengawasan potensi penarikan pungutan.

Untuk program jangka panjang, dilakukan evaluasi dua tahunan yang meliputi pembenahan sistem regenerasi dan rekrutmen sumber daya manusia (SDM).

Menurut Kuntoro, Satgas yang terbentuk pada 19 November 2009 itu memiliki waktu dua tahun untuk memberantas praktik mafia hukum pada institusi penegak hukum. Satgas memfokuskan pencegahan praktik mafia hukum pada dua institusi penegak hukum, yakni Polri dan Kejaksaan Agung.

Secara terpisah, mantan Kepala Divisi Pembinaan Hukum Mabes Polri Irjen Aryanto Sutadi menilai Polri rentan disusupi mafia kasus. Menurut Aryanto, mafia hukum di tubuh Polri tumbuh subur dalam beberapa bentuk, mulai salah tangkap, melepaskan tersangka tanpa dasar, menangani kasus secara tidak benar, hingga memanipulasi data-data penyelidikan dan penyidikan.

Motif mafia hukum di tubuh Polri, menurut dia, juga beragam. Itu mulai dari iming-iming imbalan berupa uang, pangkat, dan jabatan, hingga nepotisme keluarga dan primordial kesukuan. "Itu perlu perbaikan moralitas dan pengawasan," kata jenderal dua bintang itu.

Kemarin satgas juga bertemu Jaksa Agung Hendarman Supandji dan jajarannya. Selain perkenalan tugas satgas, kedua pihak menjajaki kemungkinan adanya MoU antara Kejaksaan dan satgas. Hal itu untuk mengantisipasi jika ditemukan kasus-kasus dalam tugas satgas.

"Mungkin akan ditemukan kasus-kasus yang untuk mempro­sesnya kami bisa langsung mendapatkan back up Kejagung. Kalau ditemukan di daerah, agar cepat ditindaklanjuti," kata Kuntoro setelah pertemuan yang berlangsung hampir dua jam itu.

Menurut dia, kejaksaan memulai langkah-langkah untuk me­ngurangi praktik-praktik mafia hukum.

Jaksa Agung menambahkan, upaya institusinya memerangi mafia hukum bisa saja mengalami kendala. "Usaha ini tak bisa berhasil 100 persen," kata Hendarman. Karena itu, kata dia, perlu kerja sama dengan satgas. Namun, baik Kuntoro maupun Hendarman mengaku pertemuan tersebut tidak membicarakan kasus tertentu. (rdl/fal/iro)

Sumber: Jawa Pos, 7 Januari 2010

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan