Kapan Kita Merdeka dari Korupsi? [19/08/04]

Pekik kemerdekaan dari berbagai penyakit yang diderita bangsa Indonesia lambat laun redam. Suara-suara pemberantasan korupsi kini kurang begitu berarti terdengar di telinga rakyat Indonesia. Sebagian masyarakat mengelus dada karena organisasi agama (NU-Muhammadiyah) sebagai gerakan moral yang bersemangat tinggi menyatakan perang terhadap korupsi, ternyata sejak Oktober tahun lalu belum terlihat dampak dan pengaruhnya. Kita masih saja tetap disebut sebagai salah satu negara yang terkorup di dunia. Korupsi terjadi bukan hanya dalam organisasi pemerintah dan dunia usaha, tetapi sudah menjalar ke dalam organisasi dakwah dan agama yang kecipratan money politics dalam Pemilu 2004.

Secara empiris, penelitian Bank Dunia di negara Asia tentang pemberantasan korupsi juga tidak menggembirakan bagi Indonesia. Dari studi kasus korupsi di empat negara: Korea Selatan, Thailand, Filipina, dan Indonesia, hasilnya, Korea dan Thailand termasuk pemberantasan korupsinya lebih baik dari Indonesia dan Filipina.

Korupsi merupakan salah satu hambatan terburuk dalam pembangunan suatu bangsa. Korupsi sangat dinikmati oleh orang-orang kaya tetapi sangat menyengsarakan orang-orang miskin. Dari studi kasus di empat negara itu, menurut Vinay Bhargava dan Emil Bolengaita, korupsi adalah salah satu hambatan terbesar untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi dalam sebuah negara, dan rentan sekali menambah kemelaratan warganya.

Dalam buku Challenging Corruption in Asia, kedua peneliti itu mengingatkan bahwa banyak negara menjadi lumpuh karena lemahnya anticorruption system pengadilan sehingga mengganggu pelaksanaan kontrak hak milik, belum lagi dengan persoalan keadilan bagi setiap warga negara. Dan, pembangunan ekonomi dengan stabilitas dan pemerataannya sering tidak tercapai, karena korupsi meliputi jalur-jalur birokrasi dan pedagang.

Agen Spesial

Kerja-kerja pemberantasan korupsi tidak senantiasa mudah, dibutuhkan agen spesial antikorupsi yang benar-benar independen. Menurut Robert Klitgaard (1996) agen pemberantasan korupsi itu harus menjaga kerjanya dari campur tangan semua pihak. Dan, orang-orang yang terlibat di dalamnya mesti bersih dan dipercaya oleh publik.

Dengan demikian, kepercayaan masyarakat akan kinerja mereka akan mudah diperoleh. Dengan kepercayaan rakyat yang besar, kerja yang mereka lakukan akan lebih bersemangat dan berkomitmen untuk kebaikan bersama. Selain itu, penemuan agen-agen itu, haruslah segera ditindaklanjuti oleh aparat pemerintah dengan tindakan yang tegas dan cepat.

Dalam memahami korupsi dengan segala jaringan dan faktor-faktor penyebabnya, kita bersama harus sabar. Suatu masyarakat dan bangsa yang telah menderita korupsi sebagai kanker masyarakat dan telah membudaya, perlu perjuangan keras untuk mengikisnya dan kita butuh waktu yang cukup lama serta banyak risikonya.

Korupsi pada birokrasi tidak bisa dipukul rata. Sistem gaji PNS kita sangat tidak rasional. Besarnya gaji dan pengeluaran untuk anak dan istri mereka tidak seimbang. Gaji PNS Indonesia terkecil di Asia Tenggara sedangkan pengeluaran primer PNS, makan dan rumah saja belum tercapai bagi kebanyakan PNS. Belum lagi mengenai biaya kebutuhan sekolah anak-anak mereka, dari taman kanak-kanak hingga perguruan tinggi butuh gaji yang besarnya jutaan rupiah.

Biaya pendidikan di Indonesia makin menjadi luxurious bagi kebanyakan rakyat. Belum lagi jika bicara mutu pendidikan yang biasanya rendah dan untuk mendapatkan pendidikan berkualitas dalam negeri biayanya sudah melangit, termasuk universitas pemerintah yang kini menjelma sebagai saingan perguruan tinggi swasta dalam kemandirian.

Korupsi pada birokrasi untuk keperluan primer dan pendidikan anak-anak adalah kesalahan utama pemerintahan masa lalu. Sistem dan besarnya gaji PNS segera harus diperbaiki oleh pemerintahan baru mendatang. Butuh waktu untuk mengejar kenaikan gaji dan sistem penggajian PNS di negeri ini. Dengan banyaknya PNS kita, penulis belum melihat bahwa kenaikan gaji dan membenahi sistem penggajian akan dapat cepat diselesaikan. Korupsi tipe ini adalah untuk menyambung hidup dan kesalahannya terletak pada masa lalu yang meminta rakyat (termasuk PNS) berkorban dan mengabdi, sedang elite pemerintah mengeruk kekayaan negara dan kekayaan alam dengan seluruh keluarganya.

Korupsi di BUMN, Bank, dan pada elite pemerintah lainnya adalah korupsi untuk menguras kekayaan negara yang dibagikan untuk tujuh turunan. Koruptor yang seperti itu perlu dihukum mati, bukannya koruptor kelas teri seperti yang sering dibawa ke pengadilan dan diekspose media massa. Koruptor hanya diadili sebagai klise, tetapi tetap saja berkeliaran di luar penjara, malahan bisa jalan-jalan ke luar negeri bersama keluarga asal bayar.

Kita semua sudah biasa mendengar joke tentang pengadilan yang berdasarkan UUD, akan tetapi sangat disayangkan, UUD yang dimaksud adalah Ujung-Ujungnya Duit. Semua analisis sederhana ini menunjukkan bahwa kita butuh waktu dan mesti sabar dalam perjuangan melawan korupsi. Analisis ini akan membawa kita kepada akar permasalahan korupsi.

Tidak Mudah

Dalam suasana menjelang terpilihnya presiden yang baru, kita pantas mengelus dada, karena banyak ulama dan kyai yang telah kecipratan money politics. Maka untuk memberantas korupsi di negeri kita tidaklah semudah dibayangkan orang, asal tembak. Koruptor harus dibuktikan di pengadilan, sedang pengadilan kita diselimuti mafia peradilan.

Selain itu, intervensi eksekutif di belakang layar menjadi hambatan untuk penegakkan hukum yang adil, sehingga orang jujur yang tidak bisa diatur disebut sebagai koruptor.

Sang koruptor birokrat atau swasta yang sebenarnya bermain politik dengan penguasa dengan leluasa.

Risiko berjuang memberantas korupsi di negeri ini masih panjang dan berat bagi siapa pun yang akan terpilih menjadi presiden nanti. Variabel waktu pembentukan dan pembenahan berbagai sistem yang terkecil dengan korupsi langsung atau tidak, membutuhkan kesabaran bersama.

Suatu tindakan yang tidak cerdas hanya akan menimbulkan capital flight dan macetnya ekonomi dengan hengkangnya investor.

pembenahan bangsa yang carut-marut ini tergantung kepada keteladanan pribadi calon presiden yang terpilih. Namun jangan lupa, peranan para calon pembantu presiden (menteri) beserta keluarga mereka.

Karena, koruptor sangat lihai menggoda sang penguasa, kalau presidennya tangguh maka godaannya beralih kepada istri, dan anak-anaknya.

Kita harus realistis sebagai rakyat dan bangsa. Di Amerika Serikat, setiap presiden dapat mengangkat 2.000 orang untuk membantunya.

Biasanya diambil dari tim kampanye dan konco-konco penasihatnya. Kita bangsa Indonesia belum punya aturan tentang itu. Semua dianggap KKN sehingga menganggap presiden layaknya malaikat.

Detik-detik penantian pemerintahan yang baru sedang kita rasakan. Kedua calon presiden yang akan kita pilih itu telah berjanji akan menghukum mati para koruptor.

Setelah salah satu dari mereka terpilih menjadi presiden, maka perjalanan sejarah bangsa yang besar ini akan menjadi saksi apabila janji ketika kampanye itu tidak terbukti, cuma janji mencari simpati dan untuk menambah suara pemilih semata.(KH Dr Tarmizi Taher, Presiden Direktur Center For Moderate Moslem (CMM) dan Rektor Universitas Azzahra)

Tulisan ini diambil dari Suara Pembaruan, 19 Agustus 2004

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan