Kapan Kapolri-KPK Tegas?

Bencana Banjir dan Longsor

Mengenaskan dan sangat mengecewakan. Itulah pemandangan yang selalu tampak ketika terjadi banjir bandang, termasuk di Jember Senin malam lalu. Fakta menunjukkan, bukan hanya luapan air bah yang menghantam dan memorakporandakan tempat tinggal, tapi juga nyawa yang harus menemui ajal, di samping luka berat dan ringan.

Kita bisa lihat, ada sikap spontan untuk menolongnya, dari lapisan militer, masyarakat biasa, dan pemerintah. Jenis pertolongannya pun beragam, mulai tenaga yang ekstrakeras, pangan, medis, hingga aliran dana. Semua responsi positif itu tentu bermakna bagi kemanusiaan dan layak kita hargai. Namun, yang lebih penting adalah bagaimana mencegahnya.

Kita perlu mencatat, banjir bandang bukanlah tanpa sebab. Beberapa kali kejadian banjir bandang tak lepas dari faktor penggundulan hutan lindung di sekitarnya.

Dan yang menjadi persoalan, gerakan penggundulan dilakukan secara sistemik: ada cukong utama yang mendanai seluruh operasinya, ada oknum aparat keamanan (tentara dan kepolisian) yang mem-back up operasi tebang dan pengangkutannya, terlihat juga oknum dari Perhutani yang bersekongkol sehingga meloloskan tanaman lindungnya dalam skala masif. Dan ada pula -karena pertimbangan perut- aktor dari masyarakat sebagai penebang.

Beberapa pemeran itu sebenarnya sudah diketahui persis. Pihak negara pun sudah menyadari kerugiannya, minimal secara ekonomi. Namun, fakta menujukkan, tak ada penindakan konkret terhadap para eksploitator hutan yang jelas-jelas ilegal itu. Indikatornya mudah dibaca: masih sering terjadi banjir bandang di beberapa daerah yang di sekitarnya terdapat hutan (buatan atau lindung).

Jika kita telaah lebih fokus, resistensi illegal logging itu tak lapas dari tiadanya penegakan hukum terhadap sejumlah aktor. Ketika menghadapi sejumlah cukong, hukum itu menjadi loyo karena aparat penegaknya mudah disuap atau mau diajak kerja sama sehingga proporsinya adalah konsesional.

Sementara, ketika berhadapan dengan oknum aparat, kadang para pem-back up lebih powerful dibanding para penegak di lapangan (prajurit). Kita dapat mencatat, selama praktik sogok atau persekongkolan selalu direspons positif dan selama oknum petinggi dibiarkan menghardik para petugas lapangan, maka selama itu pula illegal logging tak akan pernah henti. Konsekuensinya, prediksi banjir bandang juga akan terus terjadi: tinggal menunggu waktu.

Kapan Terpanggil
Atas nama kemanusiaan yang tentu sangat tidak rela terhadap akibat banjir bandang itu, juga atas nama supremasi hukum yang kita dambakan, kiranya Kapolri sekarang dan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) sudah saatnya lebih terpanggil untuk mengatasi resistens problem illegal logging.

Kedua institusi itu yang kini dipegang oleh dua tokoh yang punya komitmen kuat untuk pemberantasan korupsi dan supremasi hukum kini lebih diharapkan untuk menghadapi para antek yang berandil besar terhadap fenomena destruktif alam yang mengakibatkan banjir bandang dengan segenap risikonya.

Kini, Kapolri sekarang yang sudah terlihat gebrakannya -termasuk berani menindak sejumlah jenderal polisi di lingkungan internalnya- begitu juga Taufik Rahmanruqi yang getol mengejar pihak yang diduga melakukan penyalahgunaan wewenangnya, keduanya ditantang untuk menghadapi mavia illegal logging yang hingga kini masih marak.

Berangkat dari keberanian Kapolri -di samping geliat persetujuan presiden dalam setiap tindakannya- Pak Tanto (demikian akrab dipanggil) harus menunjukkan sikap tegasnya terhadap para pem-back up dari unsur tentara atau kepolisian yang selama ini tercatat sangat powerful.

Kapolri dapat memerintahkan seluruh jajarannya -para Kapolda dan diteruskan ke seluruh Kapolres, juga diteruskan ke semua Kapolsek- untuk bersikap tegas: hadapi dengan hukum dan kekuasaan bagi para oknum yang mem-back up tindakan illegal logging.

Dalam instruksi yang relatif bersamaan, Pak Tanto pun perlu memberikan warning kuat kepada seluruh Kapolda, Kapolres, dan Kapolsek, apalagi jajaran prajurit agar jangan coba-coba bermain api (bersekongkol dalam praktik illegal logging meski secara tersamar).

Untuk mengefektifkan gerakan, Pak Tanto perlu melibatkan para aktivis lingkungan dan pers untuk ikut serta memantau penyalahgunaan kekuasaan di sekitar hutan. Lebih dari itu, keberadaan mereka juga perlu dilindungi, bukan hanya secara hukum, tapi juga fisik.

Sikap itu diperlukan sejalan dengan kemungkinan terjadi tindakan premanistik oleh para oknum (tentara/polisi atau bodyguard para cukong). Kekuatan trisula ini -insya Allah- bukan hanya mengefektifkan kerangka kerja Kapolri, tapi juga akan mempercepat proses atau upaya penyelesaian atas persoalan illegal logging.

Membahu

Di sisi lain, KPK perlu bahu-membahu dengan gerakan penertiban Kapolri. Meski dengan cara atau gaya berbeda, KPK harus mampu mengejar berbagai komponen yang dinilai berandil kuat terhadap illegal logging, bersifat langsung atau tidak, dari ansur pemerintah ataupun swasta.

Sebagai lembaga yang punya otoritas khusus untuk menyelidiki kasus penyalahgunaan itu, kiranya KPK diharapkan publik untuk bergerak lebih cepat lagi, sekalipun banyak kasus yang sudah menumpuk. Barangkali, ada pemikirian baru yang perlu direnungkan: tingkat korupsi mana yang berpengaruh luas terhadap kepentingan masyarakat dan mana yang lebih bersifat terbatas dampaknya.

Kita sepakat dampak buruk dan meluas itulah yang harus didahulukan. Karena itu, menjadi krusial bagi KPK untuk menopong masalah penyalahgunaan terhadap lingkungan seperti illegal logging.

Yang menarik untuk digarisbawahi, gerakan ganda (Kapolri-KPK) adalah di satu sisi, punya kekuatan strategis untuk mendobrak mavia yang bersenjata, di samping kekuatan instruksional dan institusional.

Kekuatan ini -terutama dari Kapolri- akan punya daya paksa kepada jajaran penyidik di kepolisian untuk bertindak (penangkap) dan menindaklanjuti tindakan kriminal illegal logging yang dijumpai di lapangan. Bahkan, ia -atas nama institusi atau negara- dapat memerintahkan kekuatannya dengan senjata jika terjadi perlawanan dari para pem-back up illegal logging.

Di sisi lain, terutama dari otoritas KPK, ia bisa bertindak ketika terlihat indikasi persekongkolan hukum di lembaga kejaksaan, pengadilan, bahkan sampai di tingkat Mahkamah Agung.

Bukan sekadar menguji materi atas proses hukum yang telah dilangsungkan, tapi juga para oknum penegak yang telah menyalahgunakan wewenangnya sehingga membebaskan para penjahat lingkungan itu.

Tidaklah berlebihan, kemitraan Kapolri sekarang dengan KPK akan mampu menjawab kemandekan proses hukum selama ini atas persoalan illegal logging. Publik menanti Anda berdua untuk aksi konkret sehingga cerita banjir bandang akibat illegal logging segera berakhir, setidaknya, berkurang secara signifikan.

Dan yang perlu dicatat, gerakan cepat Anda berdua berdimensi luas: komitmen penegakan hukum, pro lingkungan, dan -ini yang cukup penting- menyelamatkan banyak manusia dari ancaman maut banjir bandang, di samping ikut menyelamatkan ekonomi negara.

*. Prof Dr A.M. Saefuddin, mantan menteri negara pangan dan hortikultura

Tulisan ini disalin dari Jawa Pos, 7 Januari 2006

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan