Kalla: Wajar Saudagar Pimpin Partai
Rangkap jabatan pemimpin partai dan wakil presiden merugikan Golkar.
Ketua Umum Partai Golongan Karya Jusuf Kalla mengatakan sejumlah saudagar memimpin hampir semua partai politik. Hampir semua partai politik ketuanya saudagar, kata Kalla di kantor Presiden, Jakarta, kemarin. Partai Golkar, Ibu Mega (Megawati Soekarnoputri, Ketua Umum PDI Perjuangan), PAN, PPP, semuanya saudagar.
Menurut Kalla, yang juga wakil presiden, dominasi pengusaha dalam kepemimpinan partai muncul akibat undang-undang melarang tentara dan pegawai negeri sipil berpolitik atau menjadi ketua partai politik. Apalagi, kata dia, partai politik membutuhkan suntikan dana segar dari swasta guna menunjang kegiatannya.
Berpolitik membutuhkan dana segar. Anda tidak bisa minta ke pemerintah atau ke mana-mana. Maka trennya tentu lebih banyak (pemimpin partai) dari swasta, kata dia. Kalla menegaskan dia melepas statusnya sebagai saudagar kala memimpin Partai Golkar. Sama seperti Pak Akbar (Tandjung), memimpin Golkar bukan sebagai insinyur, kata dia.
Sikap Kalla ini menjawab pernyataan bekas Ketua Umum Partai Golkar Akbar Tandjung saat menjalani ujian doktoral di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, akhir pekan lalu. Kepemimpinan Kalla di Partai Golkar cenderung merugikan partai politik terbesar hasil Pemilu 2004 ini. Partai Golkar diyakini tertinggal dari partai lain.
Akbar mengatakan Jusuf Kalla mustahil berkonsentrasi mengurusi partai. Apalagi perhatian Kalla terpecah dengan jabatannya sebagai wakil presiden. Akbar lalu membandingkan kepemimpinan Kalla di Golkar dengan Susilo Bambang Yudhoyono di Partai Demokrat.
Yudhoyono, kata Akbar, tidak melibatkan diri dalam kegiatan partai. Adapun Jusuf Kalla, langsung memimpin partai. Tidak mungkin beliau berkonsentrasi ke partai karena statusnya sebagai wakil presiden, kata Akbar, yang kalah oleh Kalla dalam pemilihan Ketua Umum Partai Golkar di Bali.
Akbar menganggap, dari segi posisi, Yudhoyono lebih diuntungkan. Alasannya, apresiasi keberhasilan pemerintah sekarang akan diberikan kepada kepala pemerintahan. Golkar, meski Kalla sebagai wakil Yudhoyono, kata dia, belum memperoleh manfaat langsung. Tapi, dia menuturkan, Jika pemerintah gagal, eksesnya bisa mengenai Golkar.
Kalla mengatakan jabatannya di pemerintah menyulitkannya berkonsentrasi di partai politik. Namun, ujar dia, tugas wakil presiden tidak mempengaruhi perhatiannya kepada partai atau sebaliknya. Praktek semacam ini sudah lazim di Partai Golkar. Dari dulu kan begitu. Pak Harmoko jadi Menteri Penerangan, Pak Sudharmono, semua begitu, kata dia.
Bahkan di luar negeri, kata Kalla, calon presiden malah harus menjadi ketua partai. Ia mencontohkan Malaysia dan Jepang. Sutarto | SYAIFUL AMIN
Sumber: Koran Tempo, 4 September 2007