Kalangan LSM Tulungagung kecam DPRD; Uang dikembalikan bukti korupsi [26/07/04]

Mencuatnya kabar dikembalikannya uang kenaikan gaji pimpinan dan anggota DPRD Tulungagung sebesar Rp 1,8 miliar (bukan Rp 1,6 miliar seperti diberitakan selama ini, Red) ke kas negara, semakin memperkuat dugaan tindak pidana korupsi yang dilakukan anggota legislatif.

Demikian ditegaskan Ketua Forum Silaturahmi Mahasiswa Tulungagung (Fosmat), Fayakun, pada Surya, Minggu (25/7). Menurutnya, jika pimpinan dan anggota dewan benar-benar telah mengembalikan uang kenaikan gaji selama enam bulan tahun 2003 lalu, sama saja mereka mengakui telah melakukan korupsi.

Jika pengembalian uang itu menggunakan uang APBD lagi dengan istilah pos apa pun, maka bisa diduga kuat DPRD telah melakukan tindak pidana korupsi 2 kali. Artinya mereka menambal uang korupsi dengan uang korupsi baru, tandasnya.

Ditambahkan, saat ini masyarakat Tulungagung sedang menunggu kerja dari Kejaksaan Negeri (Kejari) setempat di bawah kepemimpinan Untung Tarang SH yang kabarnya merupakan jaksa karir berlatar belakang tindak pidana khusus (pidsus).

Lihat saja nanti apakah dia (Untung Tarang) seperti pendahulunya atau tidak. Sekarang harus diingat dalam hukum, penyelesaian hukum perdata tidak menggugurkan penuntutan pidananya, ujarnya.

Diungkapkan, lambannya kejaksaan menindaklanjuti kasus dugaan korupsi anggota dewan karena ada intervensi dari politikus di DPRD Tulungagung yang ikut cawe-cawe menekan kerja kejaksaan. Seperti yang pernah dibeberkan mantan Kajari Tulungagung Bustami SH.

Saat kami beraudiensi dengan Bustami ketika itu ia masih menjabat sebagai kajari, diakui ada intervensi dari politikus DPRD Tulungagung untuk memetieskan kasus dugaan korupsi sehingga jalannya kemudian menjadi lambat, papar Fayakun.

Sedang Untung Tarang sendiri, lanjut Fayakun, saat ini masih bimbang akan meneruskan kasus DPRD ini ke tingkat penyidikan atau tidak. Masalahnya, Untung Tarang khawatir jika kasus dinaikkan menjadi penyidikan dan menahan seluruh anggota dewan, roda pemerintahan di Tulungagung akan timpang.

Untung Tarang yang mengatakan begitu pada saya ketika bertemu di kantornya belum lama ini. Waktu itu saya katakan tidak perlu bimbang masih banyak jalan keluar untuk pemerintahan jika memang anggota DPRD ditahan karena bersalah melakukan tindak pidana korupsi, paparnya lagi.

Fosmat sudah berencana membuat polling pada masyarakat Tulungagung menanggapi kerja kejaksaan saat ini. Mereka akan menanyakan pada masyarakat apakah perlu kasus DPRD ditindaklanjuti atau tidak.

Fosmat juga telah memberi batas waktu pada kejaksaan sampai 3 bulan ke depan sejak Juli ini agar menuntaskan kasus dugaan korupsi DPRD. Kita lihat saja nanti. Kalau masyarakat masih menghendaki kasus DPRD diteruskan dan kejaksaan tetap mandul, kami akan turun jalan dan memosi tidak percaya kejaksaan, ancamnya.

Seperti diberitakan, kasus dugaan korupsi anggota DPRD Tulungagung sebesar Rp 1,6 miliar bakal terus menggantung. Selain kejaksaan setempat terganjal putusan mahkamah agung (MA) yang men-judicial review PP 110/2000, DPRD dikabarkan ternyata sudah mengembalikan uang yang diduga dikorupsinya pada kas negara.

Diberitakan di harian ini sebelumnya, kasus dugaan korupsi anggota DPRD Tulungagung mencuat setelah pemkab dan DPRD mengesahkan APBD 2003 yang di antaranya menyebutkan gaji pokok bupati yang di PP 59/2000 ditetapkan Rp 2,1 juta/bulan dinaikkan menjadi Rp 10 juta/bulan.

Kenaikan gaji bupati ini otomatis menaikkan gaji anggota DPRD sebagaimana yang tercantum dalam PP 110/2000. Meski belakangan anggota DPRD menolak menggunakan PP 110/2000 untuk menaikkan gajinya sampai 500 persen, namun cara perhitungan gaji mereka menggunakan PP 110/2000.

Anehnya, mantan bupati Tulungagung Drs Budi Susetya MM menolak menerima kenaikan gaji pokoknya sampai Rp 10 juta/bulan. Waktu itu, Budi Susetyo beralasan gaji pokok bupati/wali kota se-Indonesia sudah ditetapkan sebagaimana yang tercantum dalam PP 59/2000.

Bupati Heru Tjahjono MM yang dilantik pada bulan Mei 2003 menggantikan Budi Susetyo juga menolak kenaikan gaji pokoknya.

Uang jaring asmara
Ketua DPRD Tulungagung H Chamim Badruzzaman ketika dikonfirmasi membantah keras kalau ada politisi DPRD melakukan tekanan pada kejaksaan. Tidak ada yang menekan. Silakan saja kalau mau melanjutkan asal sesuai hukum yang berlaku, katanya.

Chamim mengakui sudah mengembalikan semua uang pimpinan dan anggota dewan ke kas negara pada bulan Oktober 2003 pada kas negara. Dan bulan November 2003 BPK Jogjakarta memberi penilaian pada DPRD Tulungagung bersih.

Semua uangnya sudah dikembalikan sebesar Rp 1,8 miliar. Bukan Rp 1,6 miliar seperti yang diberitakan di media massa, paparnya tanpa menunjukkan buktinya.

Soal dari mana uang Rp 1,8 miliar untuk mengembalikan kerugian negara, Chamim menyebut uang tersebut diambilkan dari pos APBD 2003 yang dinamakan jaring aspirasi masyarakat (jaring asmara). Menurutnya, pos jaring asmara inilah yang kemudian diganti sebagai elemen kenaikan gaji pada awal tahun 2003 dan kembali dinamakan pos jaring asmara saat kenaikan gaji dihapus Juli 2003.

Uang jaring asmara ini hak setiap anggota DPRD untuk menerimanya. Uang ini didapat untuk menjaring aspirasi masyarakat di bawah, paparnya.

Chamim tetap menegaskan apa yang dilakukan pimpinan dan anggota DPRD adalah sah dan tidak termasuk sebagai tindak pidana korupsi. Alasannya, kenaikan gaji DPRD dipayungi oleh APBD 2003 dan UU nomor 4/1999 yang menyebut DPRD dapat mengatur keuangannya sendiri bersama eksekutif di daerah.

Yang pasti, kami tidak melanggar PP 110/2000 karena PP tersebut sudah di-judicial review MA pada tanggal 9 September 2002. Itu artinya kami tidak perlu dipersalahkan dan masyarakat harus tahu, tandasnya.

Sedang mengapa cara perhitungan kenaikan gaji memakai cara yang tercantum dalam PP 110/2000, Chamim mengatakan terpaksa melakukan hal tersebut karena tidak ada acuan dan sudah disetujui mayoritas anggota DPRD.

Tidak galau
Secara terpisah, beberapa anggota DPRD Tulungagung tidak galau meski pemberitaan korupsi anggota DPRD kembali mencuat. Mereka tenang-tenang saja dan mempersilakan kejaksaan tetap mengusut kasus dugaan korupsi tersebut yang menyangkut dirinya.

Silakan kalau mau memeriksa. Tapi harus melalui prosedur yang benar, ujar Azhar Hamzah, salah satu anggota DPRD Tulungagung.

Anggota Komisi A asal PAN ini pun tidak takut atau galau jika kemudian kejaksaan menaikkan status kasus dugaan korupsi DPRD dari penyelidikan menjadi penyidikan yang berarti peluang untuk ditahan semakin terbuka lebar.

Buat apa takut, wong tidak saya sendiri yang mungkin ditahan. Tapi kan semuanya pasti ditahan ya bareng-barenglah, paparnya sembari tersenyum.

Ketika ditanya soal pengembalian uang kenaikan gaji yang telah dilakukan DPRD, Azhar Hamzah sempat terkejut dan mengatakan tidak tahu-menahu. Dia beralasan beberapa waktu lalu sedang umrah ke tanah suci Makkah dan bukan merupakan anggota panggar (panitia anggaran).

Yang jelas kalau dari kocek saya tidak ada tuh. Saya tidak pernah dimintai uang untuk mengembalikan uang kenaikan gaji itu. Terlebih kenaikan gaji itu tidak signifikan, jelasnya. (wed)

Sumber: Surya, 26 Juli 2004

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan