KAKP dan Anggota DPD Laporkan Sengketa Informasi pada Komisi Informasi

Press Release KAKP (Koalisi Anti-Korupsi Pendidikan)

Jangankan, orang tua murid atau guru, wakil kepala sekolah pun tidak mengetahui bagaimana tepatnya pengelolaan dana sekolah. Hanya dua pihak yang tahu, kepala sekolah dan Tuhan.

Demikianlah pameo dikalangan pemangku kepentingan sekolah terutama orang tua murid dan guru terkait pengelolaan dana sekolah. Mereka mengeluhkan tertutupnya pengelolaan dana sekolah. Orang tua murid misalnya, mempertanyakan ketertutupan pengelolaan dana sekolah terutama yang terkait dengan pungutan sekolah. Guru bertanya tentang dana sekolah untuk honor atau kegiatan belajar mengajar di kelas. Akan tetapi, semua pertanyaan tersebut tidak terjawab karena kepala sekolah dan pejabat dinas pendidikan tidak mau membuka laporan keuangan atau SPJ (surat pertanggung jawaban) sekolah pada publik. Alasannya, lapkeu atau spj adalah dokumen negara dan tidak boleh diakses oleh publik.

Ketertutupan pengelolaan keuangan sekolah menjadi salah satu penyebab munculnya praktek korupsi disekolah. Hal ini terjadi karena ketertutupan dijadikan alasan untuk menghambat akses publik terhadap pengelolaan dana sekolah. Tidak adanya akses publik ini telah memberi peluang sangat besar bagi kepala sekolah untuk menutupi penyelewengan dana sekolah melalui manipulasi lapkeu dan SPJ. Ironisnya, pejabat dinas pendidikan dan pengawas pemerintah seperti inspektorat dan bawasko justru menjadi legitimator atas ketertutupan pengelolaan dana tersebut. Akhirnya, korupsi sekolah tidak dapat terhindarkan.

Kasus Sengketa Informasi Antara KAKP dengan Dinas Pendidikan DKI Jakarta
Ketertutupan dokumen SPJ sekolah telah menjadi masalah bagi KAKP dan anggota DPD DKI Jakarta, Pardi. Hal ini terjadi ketika KAKP berusaha mengungkap dugaan korupsi dana BOS dan BOP tahun 2007-2009 di SMP Induk TKBM Jakarta. SPJ BOS dan BOP SMP induk merupakan salah satu bukti adanya penyelewengan dalam kasus tersebut.

Pada tanggal 5 Maret 2010, KAKP telah mendatangi salah satu SMP Induk, yakni SMPN 28 Jakpus yang membina TKBM Johar Baru. Dalam pertemuan tersebut, KAKP telah meminta dokumen SPJ atau lapkeu SMPN 28 Jakpus. Namun, hal tersebut langsung ditolak oleh Kepala SMPN 28 Jakpus dengan alasan harus ada izin dari Dinas Pendidikan DKI Jakarta.

Penolakan serupa juga telah dialami oleh anggota DPD DKI Jakarta, Pardi. Anggota DPD telah mengirimkan surat pada Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta tanggal 9 februari 2010 dan meminta fotocopy spj SMPN Induk TKBM se-Jakarta. Permintaan tersebut ditolak dengan alasan bahwa lapkeu dan spj adalah dokumen negara. 

Sikap penolakan DInas Pendidikan, SMP Induk TKBM terutama SMPN 28 Jakarta diduga melanggar pasal pasal 7 ayat (1) UU No. 14 Tahun 2008 tentang KIP (Keterbukaan Informasi Publik) yang berbunyi, “Badan Publik wajib menyediakan, memberikan dan/atau menerbitkan Informasi Publik yang berada di bawah  kewenangannya kepada Pemohon Informasi Publik, selain informasi yang dikecualikan sesuai dengan ketentuan”.

Terkait dengan hal tersebut, KAKP dan anggota DPD melaporkan hal tersebut pada Komisi Informasi sebagaimana pasal  23 undang-undang KIP adalah lembaga yang berwenang menyelesaikan sengketa informasi publik. Kami berharap Komis Informasi dapat menyelesaikan sengketa informasi ini dengan melakukan mediasi dengan Dinas Pendidikan dan SMP Induk TKBM se Jakarta.

Jakarta, 30 Maret 2010

Koalisi AntiKorupsi Pendidikan:
Fitri Ade Sunarto, LAPAM (081317331930)
Jumono, Aliansi Orang Tua Murid Peduli Pendidikan (085215327964)
Forum TKBM Jakarta, Ade Pujiati (08561500258)
Novin, Pengelola TKBM Johar Baru (02193772197)
Febri Hendri A.A, Peneliti Senior ICW (087877681261)

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan