Kajari Kalabahi tunggu petunjuk Kejati NTT

Kupang, PK

Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Kalabahi, Mangisi Sitanggang, S.H mengatakan, untuk memeriksa Direktris Womintra, SMDK, selaku tersangka kasus korupsi proyek PLTS di Alor, pihaknya masih menunggu petunjuk dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTT. Silakan ditanya kepada Pak Kajati NTT. Rencana pemeriksaan SMDK dan penyidikan lanjutnya (kasus korupsi) PLTS di Alor ditentukan oleh Kejati NTT, kata Sitanggang menjawab Pos Kupang di Kantor Kejati NTT di Kupang, Rabu (12/10) siang.

Untuk diingat, Sitanggang beberapa waktu lalu sudah menetapkan Ketua DPRD Alor, Drs. JB; Kepala BPMD Alor, Drs. YM dan Direktris Yayasan Womintra, SMDK, sebagai tersangka dalam kasus korupsi pengadaan komponen pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) di Kabupaten Alor tahun anggaran 2002, 2003 dan 2004. Dengan demikian tersangka dalam kasus ini sudah menjadi tujuh orang setelah sebelumnya jaksa menetapkan VT, MK, DD dan YLL menjadi tersangka.

Mengenai keberadaan SMDK, Sitanggang mengatakan, yang bersangkutan tidak berada di Kupang sehingga belum bisa dipanggil untuk diperiksa oleh jaksa penyidik Kejari Kalabahi.

Sementara itu, Kepala Kejati NTT, Lorens Serworwora, S.H yang dikonfirmasi di ruang kerjanya, Rabu (12/10) siang, mengatakan belum bisa berkomentar tentang kasus-kasus korupsi yang ditangani di Kejari-Kejari di NTT. Dia beralasan baru seminggu bertugas di Kejati NTT sehingga belum mencermati semua kasus korupsi yang ditangani di daerah-daerah, termasuk kasus PLTS di Kabupaten Alor. Kalau kasus dugaan korupsi DPRD Kabupaten Kupang saya bisa jelaskan, karena sudah saya pelajari. Tapi kalau kasus lain saya belum pelajari seluruhnya, kata Serworwora.

Sebelumnya diberitakan, salah satu alasan penetapan SMDK menjadi tersangka dalam kasus korupsi dana PLTS yakni tentang dana pemberdayaan. Disebutkan oleh Kajari Sitanggang dalam pemberitaan sebelumnya bahwa sesuai nota kesepahaman antara Pemkab Alor dengan Womintra, dana pemberdayaan dibebankan kepada Yayasan Womintra. Namun pada saat pembayaran, item itu hilang dan diganti menjadi komponen-komponen PLTS yang harus dibayar oleh pemerintah kepada Womintra dengan harga Rp 7,5 juta/unit.

Apakah hal ini terjadi sebagai hasil kerja sama dengan rekanan (Womintra), belum dapat dibuktikan. Namun yang jelas Yayasan Womintra pernah membiayai JB, YM dan seorang anggota DPRD Alor 1999-2004 pergi ke Jerman. Di sinilah peran SMDK sebagai orang yang harus turut bertanggung jawab dalam kasus ini, kata Sitanggang. (mar/gem)

Pos Kupang, 14 Oktober 2005

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan