Kajari Cianjur Kecewa dengan Putusan Bebas [25/06/04]
Majelis hakim Pengadilan Negeri Kabupaten Cianjur menyatakan bahwa Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Cianjur Deden Zaini Dahlan tidak terbukti menyelewengkan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Cianjur Tahun 2002 senilai Rp 3,068 miliar. Oleh karena itu, terdakwa dijatuhi vonis bebas murni dan wajib dipulihkan nama baiknya.
Hal itu terungkap dalam sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Irwan di ruang sidang utama Pengadilan Negeri (PN) Kabupaten Cianjur, Kamis (24/6). Sidang yang berlangsung selama enam jam itu dihadiri terdakwa utama Ketua DPRD Cianjur Deden dan dua terdakwa lainnya, yakni Sekretaris DPRD Cianjur Nany Anggraeni dan Kepala Subbagian Keuangan DPRD Cianjur Tinoy Kustini.
Sebagaimana diberitakan Kompas, ketiga terdakwa itu diajukan ke pengadilan karena diduga terlibat dalam sejumlah kasus dugaan penyelewengan dana APBD Cianjur dengan nilai Rp 3,068 miliar. Dana itu antara lain dipakai untuk biaya penyelenggaraan ibadah haji sejumlah anggota DPRD dan staf bagian sekretariat DPRD.
Suasana di luar gedung PN Cianjur selama sidang berlangsung terasa mencekam. Ruang sidang dipenuhi oleh para karyawan sekretariat DPRD Cianjur, anggota DPRD, dan massa pendukung ketiga terdakwa. Ratusan pendukung terdakwa Deden terlihat menghabiskan waktu menunggu putusan kasus tersebut di halaman gedung pengadilan.
Sekitar pukul 11.00, sekelompok demonstran yang tergabung dalam Komunitas Anti Korupsi Cianjur mendatangi gedung pengadilan tersebut, tetapi segera dihadang aparat keamanan untuk menghindari bentrokan dengan massa pendukung terdakwa. Sejumlah pengunjuk rasa terlihat membentangkan spanduk bertuliskan Seret koruptor ke penjara sekarang juga! serta beberapa poster yang antara lain berisi Tegakkan hukum dengan memenjarakan koruptor dan APBD bukan untuk dikorupsi tapi untuk kepentingan rakyat.
Kasasi ke MA
Begitu sidang berakhir, terdakwa Deden yang mengenakan setelan safari warna hijau pastel langsung dikerubuti massa pendukungnya sambil diberi ucapan selamat. Deden dan dua terdakwa lainnya terlihat meneteskan air mata dan nyaris tidak kuasa berkata-kata.
Secara terpisah, Kepala Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Cianjur Memed Sumenda menyatakan kecewa terhadap putusan majelis hakim tersebut meskipun secara hukum putusan tersebut merupakan wewenang pengadilan negeri.
Proses pengusutan kasus ini butuh waktu lama. Bahkan, kami sempat didemo beberapa kali. Namun, saat dilimpahkan ke pengadilan negeri malah divonis bebas, ujarnya.
Untuk itu, pihak Kejari Cianjur berencana mengajukan kasasi kepada Mahkamah Agung (MA) atas putusan hakim tersebut. Selama seminggu setelah sidang, kami diberi kesempatan untuk mempertimbangkan apakah menerima atau menolak putusan tersebut. Sebagai bentuk perlawanan terhadap putusan hakim, kami kemungkinan akan mengajukan kasasi ke MA, ujar Memed saat ditemui di Kantor Kejari Cianjur.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Hasan Nurdin Achmad menilai, hakim cenderung hanya mempertimbangkan keterangan saksi yang meringankan terdakwa Deden. Padahal, kalau dikaji lebih lanjut, sebenarnya kasus dugaan penyelewengan dana APBD Kabupaten Cianjur tersebut serupa dengan kasus korupsi di daerah lain yang melibatkan para anggota DPRD setempat.
Dalam sidang tersebut, majelis hakim menjatuhkan vonis bebas murni kepada ketiga terdakwa karena tidak terbukti telah menyelewengkan dana APBD Kabupaten Cianjur Tahun 2002. Dengan demikian, semua terdakwa dibebaskan dari segala tuntutan JPU. Terdakwa tidak terbukti melakukan korupsi dana APBD Kabupaten Cianjur, kata Ketua Majelis Hakim Irwan.
Untuk itu, majelis hakim memutuskan bahwa ketiga terdakwa wajib direhabilitasi nama baik mereka dan dikembalikan semua hak mereka dalam kedudukan, harkat, dan martabat. Majelis hakim juga membebaskan ketiga terdakwa dari ongkos perkara dan meminta agar semua barang bukti berupa dokumen segera dikembalikan kepada DPRD Cianjur.
Menurut majelis hakim, dakwaan jaksa bahwa terdakwa telah menyalahi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 110 Tahun 2000 tidak berdasar. Alasannya, PP tersebut telah dibatalkan oleh MA karena bertentangan dengan Undang-Undang (UU) Nomor 22 Tahun 1999. Dalam UU tersebut, penetapan APBD seharusnya tidak dapat dipersoalkan jika pertanggungjawaban APBD itu telah diterima. Jadi, PP No 110 Tahun 2000 tidak lagi punya kekuatan hukum, ujar Irwan.
Anggaran belanja DPRD periode tahun 2001-2002 merupakan bagian dari APBD Kabupaten Cianjur periode yang sama. (EVY)
Sumber: Kompas, 25 Juni 2004