Jusuf Kalla Tepis Dugaan Politik Uang Dilakukan Tim Suksesnya [22/06/04]

Calon wakil presiden Jusuf Kalla menepis dugaan politik uang yang dilontarkan Indonesia Corruption Watch telah dilakukan oleh tim suksesnya.

Itu hanya salah persepsi atas aturan UU, kata Jusuf Kalla kepada wartawan di Jakarta, Senin (21/6). Menurut Jusuf Kalla, apa yang dilakukan tim suksesnya hanyalah memberikan sumbangan kepada orang yang memerlukan.

Jadi, bukan merupakan politik uang. UU menyatakan, kalau memberikan uang kepada seseorang dengan harapan agar memilih dirinya itu termasuk politik uang, tetapi kalau menyumbang ya tidak apa-apa, katanya.

Persoalan adanya politik uang oleh para tim kampanye capres itu juga diungkapkan capres Hamzah Haz di Pontianak (Kompas, 21/6). Hamzah Haz mengingatkan, jika tim-tim sukses capres lain terus melakukan kampanye sambil membagi-bagikan uang, dia tidak akan segan-segan untuk membongkarnya.

Saya mendengar ada calon presiden atau tim sukses presiden yang membeli ketua rukun tetangga dengan bayaran Rp 2 juta, ada juga yang Rp 1 juta dan Rp 500.000. Uang itu katanya sebagai uang panjar dan jika wilayahnya menang akan ditambah lagi, kata Hamzah Haz saat berkampanye di halaman Stadion Sepak Bola Sultan Syarif Abdurrahman, Pontianak.

Menurut Hamzah Haz, cara-cara seperti ini merupakan upaya pembodohan rakyat, seperti yang dilakukan pemerintahan masa lalu.

Keadaan rakyat Indonesia sekarang, katanya, karena pemerintahan masa lalu yang terlalu mementingkan pembangunan fisik dan materi sehingga melupakan masalah yang fundamental, yakni pendidikan dan kesehatan. Kedua bidang itu yang menyebabkan bangsa Indonesia terpuruk sedemikian dalam.

Suburnya praktik korupsi, kata Hamzah, menempatkan Indonesia berada peringkat enam besar negara dalam praktik korupsi. Ini belum lagi masalah narkoba maupun judi.

Itulah sebabnya rakyat jangan mau lagi dibeli hanya dengan uang Rp 10.000 lalu diam. Rakyat justru harus diberikan pendidikan dan kesehatan yang baik sehingga negara ini bisa kuat, katanya. (ANT/Ful)

Sumber: Kompas, 22 Juni 2004

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan