Jusuf Kalla Nyatakan Tidak Diberi Tahu

Mantan Wakil Presiden M Jusuf Kalla menyatakan, tidak diberi tahu Ketua Komite Stabilitas Sistem Keuangan atau KSSK Sri Mulyani Indrawati, sesaat setelah komite itu memutuskan memberikan dana talangan atau bailout kepada Bank Century pada 21 November 2008. Ia baru diberi tahu Sri Mulyani, yang juga Menteri Keuangan, tentang keputusan itu pada 25 November 2008.

Kalla juga menyatakan bertemu Sri Mulyani pada 30 September 2009. Dalam pertemuan itu, Sri Mulyani mengaku merasa ditipu Bank Indonesia (BI) dalam kasus penalangan Bank Century. Sebab, biaya yang dibutuhkan mencapai Rp 6,7 triliun, lebih dari 1.000 persen dibandingkan biaya yang disampaikan BI pada 21 November 2008 yang Rp 632 miliar.

Demikian disampaikan Kalla saat bersaksi di depan Rapat Panitia Khusus (Pansus) DPR tentang Hak Angket Bank Century, Kamis (14/1), di Jakarta. Kalla bersaksi dari pukul 10.45 hingga sekitar pukul 16.00. Ia beberapa kali membuat sejumlah anggota Pansus terdiam, seperti tak tahu harus berkata apa. Saat sejumlah anggota Pansus membatalkan pertanyaannya, dengan alasan menghormati Kalla, dengan santai ia menjawab, ”Kalian saja yang kehabisan pertanyaan.”

Setelah mendengarkan kesaksian Kalla, Pansus menghadirkan mantan Sekretaris KSSK Raden Pardede pada malam hari. Dalam kesaksiannya, Raden membenarkan mengundang Marsilam Simandjuntak, Ketua Unit Kerja Presiden untuk Pengelolaan Program Reformasi sebagai narasumber. Undangan diberikan secara lisan dan tulisan, atas perintah Ketua KSSK Sri Mulyani.

Ia juga menegaskan, berdasarkan data tahun 2008, seperti kurs rupiah dan indeks harga saham, Bank Century adalah bank gagal yang berdampak sistemik.

Bantah Sri Mulyani

Kalla, dalam kesaksiannya, membantah Sri Mulyani yang di depan Pansus, Rabu lalu, menyatakan, memberi tahu Kalla tentang penalangan Bank Century melalui layanan pesan singkat pada 21 November 2008 pukul 08.30.

Menurut Kalla, ia baru mengetahui penalangan Bank Century saat bertemu Sri Mulyani dan Gubernur BI (saat itu) Boediono pada 25 November 2008 di Kantor Wapres sekitar pukul 14.00. Saat itu, sebagian dana penalangan sudah dikucurkan.

”Saya enggak pernah menerima dan membaca pesan (SMS dari Sri Mulyani) itu,” ujar Kalla.

”Ketika tanggal 21 November itu, apa ada upaya telepon dari Sri Mulyani?” tanya Agun Gunandjar, anggota Pansus dari Fraksi Partai Golkar.

”Missed call tidak,” kata Kalla. Ia juga siap membuktikan dari cetakan (print out) teleponnya.

Kalla mengatakan, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di luar negeri pada 13-25 November 2008. Sesuai konstitusi, sesaat sebelum pergi, Presiden mengeluarkan keputusan presiden yang menyatakan bahwa selama ia di luar negeri, Wapres jadi pelaksana tugas kepresidenan. Namun, sebagai presiden ad interim, ia tidak pernah dihubungi Menkeu dan Gubernur BI pada 13-24 November 2008.

”Bapak tidak merasa dikesampingkan?” tanya Wakil Ketua Pansus dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan T Gayus Lumbuun.

”Bagi saya, (penalangan Bank Century) ini sangat penting dan punya risiko, tetapi faktanya saya tidak dilapori,” ujar Kalla.

Laporan lewat SMS, kata Kalla, hanya dilakukan saat mendesak dan biasanya diikuti dengan laporan tertulis. Namun, ia hanya mendapat laporan lisan pada 25 November 2008. Saat mendapat laporan itu, ia menegur Sri Mulyani. Menurut dia, Century gagal karena dirampok pemiliknya sehingga yang dibutuhkan bukan penalangan, tetapi proses hukum terhadap pemiliknya dan menutup bank itu.

Kalla juga mengaku meminta Boediono melaporkan pemilik Bank Century, Robert Tantular, kepada polisi. Namun, Boediono menjawab tak dapat melakukan karena tak memiliki dasar hukum. Melihat ini, ia memerintahkan Kepala Polri menangkap Robert dalam waktu dua jam. ”Jika lebih dari dua jam, ia kabur. Benar saja, ia ditangkap saat keluar dari kantor dengan membawa tiket ke Singapura. Jadi, telat 10 menit saja, kabur,” paparnya.

Gayus memuji langkah Kalla ini. Buktinya, Robert lalu dinyatakan bersalah dan dihukum lima tahun penjara.

Kalla yakin Bank Century bukan bank gagal yang ditengarai berdampak sistemik. Sebab, krisis global 2008 tidak bisa dibandingkan dengan krisis tahun 1997-1998. ”Tahun 2008, rupiah hanya turun 20 persen. Tahun 1998 turun 600 persen dan inflasi 75 persen. Krisis itu seperti badai, jika ada 1.000 rumah, dan 500 rumah roboh. Tetapi kalau hanya satu bank yang roboh (pada 2008), itu karena perampokan internal,” tutur Kalla.

Ia menambahkan, pertimbangan itu membuatnya tak setuju penalangan. Penalangan hanya mempermudah Robert dan kawan-kawannya merampok uang di Bank Century. Perampokan dilakukan, antara lain, dengan melarikan uang penalangan ke luar negeri atau menyimpan surat berharga bodong.

Kalla menyatakan, sempat mereview keputusan penalangan Bank Century saat bertemu Sri Mulyani, 30 September 2009. Saat itu Sri Mulyani mengaku merasa ditipu BI karena biaya penalangan mencapai Rp 6,7 triliun. Padahal, saat keputusan penalangan diambil, 21 November 2008, BI memperkirakan biaya yang dibutuhkan Rp 632 miliar. Tentang lonjakan biaya ini, Kalla berkata, ”Mengherankan, siapa yang salah hitung? Mengapa perkiraannya meleset 10 kali lipat?”

”Siapa yang tanggung jawab (atas penalangan ini)?” tanya Akbar Faizal, anggota Pansus dari Fraksi Partai Hati Nurani Rakyat.

”Tanggung jawab itu terkait dengan hak. Siapa yang merasa berhak mengeluarkan, itu yang tanggung jawab,” kata Kalla.

Di depan Pansus, Sri Mulyani mengatakan tak puas dengan data yang diberikan BI terkait biaya yang dibutuhkan untuk penalangan Bank Century.

Pemerhati Komunikasi Politik dari Universitas Indonesia, Effendi Gazali, menilai pernyataan Kalla bahwa Sri Mulyani merasa tertipu oleh BI adalah kunci untuk membuka kasus ini. (nwo)

Sumber: Kompas, 15 Januari 2010

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan