Jumhur Akui Adanya Suap dalam Penempatan TKI
Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) Jumhur Hidayat mengakui adanya praktek suap dalam pengurusan dokumen pekerja. Tapi pembuktian atas praktek itu tak mudah.
Video yang dibuat KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) tak menunjukkan petugas yang melakukan suap itu, katanya kepada Tempo kemarin.
Menurut Jumhur, praktek suap bisa terjadi karena tak ada pemisah antara petugas dan pihak yang mengurus dokumen. Karena itu, BNP2TKI telah memisahkan petugas dari pengurus dokumen dengan membuat loket-loket. Pembuatan loket itu, kata dia, mampu meminimalkan praktek suap.
Jumhur menyatakan akan menindak tegas petugas yang menerima suap dari calon pekerja. Silakan laporkan. Kalau terbukti, petugasnya akan kami tindak, ujarnya.
Sebelumnya, Ketua KPK Taufiequrachman Ruki mengungkapkan pihaknya menemukan 11 penyimpangan sistem penempatan dan perlindungan tenaga kerja Indonesia. Di antaranya indikasi korupsi melalui praktek suap dalam pengurusan dokumen calon pekerja. Jumlah uang suap yang mengalir untuk mengurus dokumen calon tenaga kerja mencapai Rp 20-40 ribu per dokumen atau berkas. Selain itu, KPK menemukan maraknya praktek percaloan dalam proses perekrutan calon TKI.
Hingga tadi malam, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Erman Soeparno belum dapat dihubungi untuk dimintai klarifikasi soal laporan tersebut.
Jumhur mengaku sudah melakukan perubahan atas temuan KPK. Bahkan perubahan sudah dimulai sejak enam bulan lalu, saat KPK memulai proses penyelidikan. Selain membuat sistem loket, BNP2TKI juga berusaha memberantas calo tenaga kerja yang sering mengubah dokumen calon pekerja. Caranya, mengadakan bursa kerja luar negeri hingga ke tingkat kecamatan.
Selain itu, BNP2TKI akan menggiatkan sistem sambungan langsung (online) dalam pengurusan dokumen calon pekerja. Fungsinya, mencegah terjadi pemalsuan atau perubahan dokumen. Sistem ini akan mengurangi kontak antara petugas dan calon pekerja. PRAMONO
Sumber: Koran Tempo, 31 Agustus 2007