Jokowi Tidak tegas, Terjadi Tumpukan Masalah Hukum

Jakarta, antikorupsi.org (20/11/2015) –Ketidaktegasan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam menyikapi kemelut permasalahan hukum menjadikan permasalahan jadi menumpuk di Indonesia. Mulai dari masalah kriminalisasi komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), penggiat antikorupsi, wacana revisi UU KPK masuk ke prolegnas 2016, pencemaran nama baik yang dilakukan Ketua DPR Setya Novanto, sampai pada kinerja Jaksa Agung.

Pengamat hukum tata negara Universitas Brawijaya Malang Muhammad Ali Syafaat, mengatakan fenomena kasus-kasus pada sektor hukum yang terjadi pada satu tahun pemerintahan Jokowi-JK jelas menunjukan ketidaktegasan presiden. Hal ini dipastikan akan menimbulkan keraguan terhadap komitmen presiden terkait upaya penegakan hukum dan pemberantasan korupsi.

Menurut Ali ketidaktegasan ini didasari oleh dua faktor. Pertama, Presiden Jokowi masih menggunakan isu-isu hukum sebagai salah satu senjata ataupun modal dalam bargaining politik tertentu. “Kalau masuknya RUU KPK ke prolegnas tahun 2016 dan kasus Setya Novanto memang sengaja ditarik ulur sesuai perkembangan politik, terutama dalam hubungannya dengan DPR,” ujarnya saat dihubungi antikorupsi.org, Jum’at (20/11/2015).

Kedua, lanjut Ali, Presiden Jokowi belum dapat keluar dari tekanan partai politik pendukung pemerintah. Sehingga, di beberapa kasus hukum masih cenderung lambat. Termasuk dalam mengevaluasi kinerja Jaksa Agung.

“Kasus hukum saat ini memang seksi dan memiliki konsekuensi politik dan ekonomi. Serta mendapat perhatian besar dari masyarakat,” jelas Ali.

Ali menegaskan, akibat dari pembiaran kasus demi kasus yang terjadi, pemberantasan korupsi akan semakin berat. Karena hal tersebut terkait suasana dan momentum politik.

Tentunya efek kepercayaan publik turun juga seiring berjalannya waktu selama kasus demi kasus terus bermunculan seperti itu,” tegasnya.

Sementara itu koordinator bantuan hukum Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Julius Ibrani, mengatakan sudah selayaknya pemerintah bersikap tegas. Terlebih Jokowi sudah berjanji politik dengan nawa cita dan akan memperkuat pemberantasan korupsi.

“Namun kenyataanya terkait masalah KPK dan rencana revisi UU KPK hanya ditunda. Bukan dengan tegas sebagai pemimpin untuk menghentikannya,” kata Julius.

Dia menegaskan, sikap presiden patut dipertanyakan. Sudah seharusnya presiden tegas menolak dan mengambil sikap guna membereskan satu per satu masalah di sektor hukum. Terlebih dalam RUU KPK, karena dalam hal legislasi posisi pemerintah dan DPR sejajar, karena sama-sama pembuat Undang-Undang. (Ayu-Abid)

 

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan