Jika Serius, Harus Ada Transparansi Dana MRT

Jika Departemen Perhubungan dan Pemprov DKI Jakarta serius dengan proyek mass rapid transit atau MRT dari Lebak Bulus-Dukuh Atas (14,3 kilometer), hal yang harus diperhatikan adalah akuntabilitas serta transparansi alokasi dana. Sebab, pengalaman di berbagai negara, banyak operator MRT yang gulung tikar karena merugi.

Hal itu dikatakan Ketua Umum Masyarakat Transportasi Indonesia Bambang Susantono, Selasa (28/12), menanggapi rencana pemerintah untuk meminjam dana dari Japan Bank International for Corporation (JBIC) sebesar 685 juta dollar AS (senilai Rp 5,8 triliun) untuk membangun MRT.

Harus jelas berapa porsi Dephub dan DKI. Itu harus dipastikan. Proyek ini sudah pasti tidak layak secara finansial. Jika tarif yang akan diberlakukan terlalu tinggi, masyarakat tidak mampu membayar. Jika tarif rendah, pendapatan tidak akan dapat menutup pengeluaran, ujar Bambang menegaskan.

Sebelumnya, Dirjen Perhubungan Darat Dephub Iskandar Abubakar mengatakan, proyek MRT dipastikan akan dibiayai JBIC dan penandatangan kesepakatan akan dilakukan Maret 2005. Proyek tahap pertama paling cepat dimulai akhir tahun 2005 dan diharapkan bisa dioperasikan pada tahun 2009.

Dana pinjaman 685 juta dollar AS itu nantinya akan menjadi tanggungan pemerintah pusat dan DKI Jakarta. Pemprov DKI Jakarta diwajibkan menanggung biaya komponen rolling stock atau keretanya, sedangkan pemerintah pusat menanggung biaya pembangunan stasiun dan penunjuk jalan, rel kereta serta depot, sistem elektronik, dan jasa konsultan.

Menurut Bambang, pemerintah bisa menjadikan proyek ini layak secara finansial jika menyediakan sunk cost atau dana tenggelam sebesar 70 persennya. Jika tidak, dapat dipastikan biaya operasional akan terus disubsidi dengan dana APBD seperti busway saat ini.

Kalau memang serius, DKI bisa menyisihkan Rp 1 triliun untuk ini, ujar Bambang.

12 stasiun
Jalur MRT di bawah tanah itu telah disepakati, yaitu antara Lebak Bulus hingga Dukuh Atas, atau bisa sampai ke Hotel Indonesia. Ada 12 stasiun yang akan dibangun di jalur itu, yakni Stasiun Lebak Bulus, Fatmawati, Cipete Raya, Haji Nawi, Blok A, Blok M, Sisingamangaraja, Senayan, Istora (di badan jalan), Bendungan Hilir, Setia Budi, dan Dukuh Atas (di bawah tanah).

Koordinator persiapan MRT Harris Fabillah mengatakan, jalur MRT akan dibangun dengan trek ganda. Kereta yang akan dioperasikan mencapai enam unit, masing-masing unit terdiri atas enam gerbong.

Pemerintah akan memberikan kesempatan kepada pihak swasta untuk berkompetisi sebagai operator, di samping PT Kereta Api, katanya.

Menanggapi keterpaduan dengan angkutan lain, Harris mengatakan MRT dirancang agar terpadu, baik dengan busway, monorel, maupun angkutan lain.

Meski demikian, Bambang tidak optimis jika MRT ini langsung bisa mengatasi kemacetan Jakarta. Sebab, sama seperti busway, MRT membutuhkan sejumlah koridor yang menghubungkan barat dan timur, juga utara dan selatan.

Jadi, masyarakat jangan terlalu berharap bahwa ini akan dapat mengatasi benang kusut transportasi Jakarta, paparnya.

MRT dari Lebak Bulus-Dukuh Atas merupakan pembangunan tahap pertama, sedangkan tahap kedua akan diteruskan hingga ke Kota.

Studi kelayakan telah dimulai November 2004 dan akan berakhir Maret 2005 sampai saat ditandatanganinya nota kesepakatan pinjaman. Maret 2005 studi analisis mengenai dampak lingkungan juga sudah dapat diputuskan Gubernur DKI Jakarta. (IVV/OTW)

Sumber: Kompas, 29 Desember 2004

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan