Jhony Dinilai Tak Jujur

Wakil Ketua Panitia Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat Jhony Allen Marbun dinilai tidak jujur saat menjadi saksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Rabu (5/8). Terdakwa anggota Komisi V DPR, Abdul Hadi Djamal, pun menyatakan siap melakukan sumpah pocong untuk membuktikan keterangannya.

Abdul Hadi diadili sebab diduga menerima suap terkait proyek pembangunan pelabuhan laut di Departemen Perhubungan. Ia mengaku memiliki fakta yang sebenarnya, berbeda dengan keterangan Jhony.

Abdul Hadi meminta sumpah pocong setelah mendengarkan keterangan Jhony. Dalam sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Sutiono, terdakwa sempat pula mencecar Jhony dengan sejumlah pertanyaan terkait pertemuan yang dihadiri keduanya.

Tak hanya itu, Abdul Hadi yang berulang kali menyapa Jhony dengan sebutan Lae dan saudaraku membeberkan usulan pembagian dana yang menjadi aspirasi anggota Komisi V DPR. ”Mohon maaf, Lae, saya buka semua ini, karena Lae tidak pernah jujur. Inilah yang saya jadikan bukti,” ujar dia lagi.

Menurut Abdul Hadi, setelah anggaran dana stimulus fiskal diputuskan menjadi Rp 5 triliun, Anggito Abimanyu yang mewakili pemerintah berjanji menyampaikannya kepada menteri. Setelah itu, anggota Komisi V DPR menggelar pertemuan. Ketika itu Rama Pratama dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) mengusulkan agar pimpinan mendapat alokasi Rp 100 miliar.

”Namun, Lae bilang janganlah. Masak ketua juga sama. Ketua kita kasih Rp 200 miliar, aspirasinya,” ujar Abdul Hadi.

Wakil ketua diberikan Rp 150 miliar, 83 anggota Panitia Anggaran diberikan Rp 20 miliar, dan Panitia Kerja mendapat Rp 50 miliar. Sisa Rp 1 triliun dibagi-bagi pada fraksi secara proporsional.

Abdul Hadi juga mengingatkan Jhony, sebelum rapat dengan pemerintah pada 23 Februari 2009, keduanya bertemu. Ia menyampaikan program Rp 100 miliar.

”Saudaraku Jhony Allen yang mulia, masih ingatkah kertas yang saya berikan pada hari Jumat, sekalian konfirmasi apakah Lae sudah terima uangnya? Lae bilang masih kurang,” ujar Abdul Hadi sambil menunjukkan tanda paraf dari Jhony. Jhony mempersilakan tanda paraf itu diuji.

Sebagian besar pertanyaan dan keterangan yang dikonfirmasi Abdul Hadi tidak dijawab atau dibantah Jhony. Jhony mengaku pula tak mengenal Resco, yang disebut sebagai asistennya dan menerima Rp 1 miliar dari Abdul Hadi. Ia menolak pemberian itu.

Saat ditunjukkan fotonya bersama Resco, Jhony tetap mengaku tidak mengenal orang yang ada dalam foto itu. (son)

Sumber: Kompas, 6 Agustus 2009

-----------

KASUS DANA STIMULUS
Hakim Minta Uang Suap Ditelusuri

Hakim menegur Jhony Allen akibat seringnya memberi keterangan berbelit-belit.

Majelis hakim meminta jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi menelusuri aliran dana dalam perkara suap terdakwa Abdul Hadi Djamal. Hakim meminta jaksa menindaklanjuti pernyataan anggota Komisi Perhubungan Dewan Perwakilan Rakyat itu. ”Kalau ada bukti bahwa yang dikatakan terdakwa benar, tolong ditindaklanjuti,” ujar ketua majelis hakim Sutiyono dalam sidang kasus dugaan suap dengan terdakwa Hadi Djamal di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi kemarin.

Ini bermula dari tertangkapnya Hadi Djamal dan pegawai Direktorat Perhubungan Laut, Darmawati H. Dareho, oleh tim KPK pada 3 Maret lalu di kawasan Casablanca, Jakarta. Saat keduanya ditangkap, ditemukan uang US$ 90 ribu dan Rp 54,55 juta. Kuat dugaan, uang tersebut merupakan suap yang berasal dari Hontjo Kurniawan, Komisaris PT Kurnia Jaya Wira Bakti. Uang tersebut merupakan lobi bagi pencairan dana stimulus dalam proyek pengembangan fasilitas laut dan udara di kawasan timur Indonesia. Adapun Hontjo dan Darmawati telah divonis masing-masing 3,5 tahun dan 3 tahun penjara.

Hadi Djamal dalam beberapa keterangannya menyatakan, uang tersebut merupakan tahap ketiga dari Rp 3 miliar yang diberikan. Hadi menyatakan, Rp 1 miliar telah diberikan kepada Wakil Ketua Panitia Anggaran DPR Jhony Allen melalui asistennya bernama Resco.

Sidang kemarin menghadirkan Jhony Allen sebagai saksi dalam perkara Hadi Djamal. Dalam kesaksiannya, Jhony membantah keterangan Hadi. ”Tidak betul saya menerima uang,” ujar Jhony. Dia juga mengaku tidak memiliki asisten bernama Resco. Saat ditunjukkan foto yang disebut-sebut sebagai foto Resco, Jhony menegaskan tidak mengenali foto itu.

Hakim Sutiyono mengingatkan Jhony bahwa beberapa saksi dalam kasus ini menyatakan pernah melihat dan mengenali sosok Resco. Bahkan empat hakim anggota kembali mengingatkan dan mencecar Jhony perihal status Resco. Namun, Jhony justru menjawab pertanyaan hakim dengan kata “lupa”. ”Masak, lupa? Lucu,” kata Sutiyono.

Gusrizal, hakim anggota, juga menegur Jhony akibat seringnya dia berbelit-belit dalam menjawab pertanyaan. ”Anda ini putar sana putar sini. Ditanya apa, dijawab apa,” Gusrizal menegaskan.

Menanggapi keterangan tersebut, Hadi Djamal dengan suara tercekat menyatakan bahwa Jhony pernah bercerita kepadanya mengenai kebutuhan Jhony akan uang untuk biaya kampanye. "Pada 23 Februari, di ruangannya, Jhony minta dicarikan lawan untuk dana aspirasinya senilai Rp 100 miliar,” katanya. Namun, Jhony membantah pernyataan tersebut.

Hadi Djamal juga menyatakan bahwa kepadanya pernah diperlihatkan rekaman CCTV di Hotel Four Seasons. ”Ada rekaman Jhony berjalan bersama Resco,” katanya. Perihal rekaman itu, hakim meminta jaksa menghadirkan bukti tersebut pada persidangan selanjutnya.

Adapun jaksa KPK, Edy Hertoyo, mengatakan bahwa rekaman CCTV itu merupakan bukti untuk perkara lain. ”Kami masih mencari Resco untuk mengembangkan penyelidikan,” katanya. Sebab, kata jaksa, saat ini tidak ada bukti pemberian uang melalui Resco, selain kesaksian dua staf Abdul Hadi. FAMEGA SYAVIRA

Sumber: Koran Tempo, 6 Agustus 2009

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan