Jenderal Hartono Terancam Kasus Suap
Rumah sudah saya kembalikan.
Jaksa Agung Hendarman Supandji mengatakan penyidik kejaksaan tengah mendalami motif pemberian rumah oleh tersangka kasus korupsi dana PT Asabri, Henry Leo, kepada mantan Kepala Staf Angkatan Darat Jenderal (Purnawirawan) TNI R. Hartono. Mengapa rumah itu dibeli dari uang Asabri lalu diserahkan ke Hartono? katanya dalam Rapat Kerja dengan Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat RI kemarin.
Menurut dia, jika rumah itu diberikan karena posisi Hartono sebagai Kepala Staf Angkatan Darat, Henry Leo bisa dikenai pasal penyuapan. Yang menyuap dan yang disuap akan ditindak, ujarnya.
Hartono diketahui menerima hadiah rumah di Jalan Suwiryo Nomor 7, Menteng, Jakarta Pusat, dari Henry Leo pada 1995. Kepada Tempo, Hartono mengakui memperoleh rumah itu dari temannya, Direktur PT Dutaraya Kawijaya (mitra PT Asabri). Namun, dia mengaku tak mengetahui motif pemberian itu. Sekarang sudah saya kembalikan, katanya.
Keberadaan rumah itu terungkap setelah Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) mengaudit Asabri. Audit dilakukan berkaitan dugaan korupsi di Asabri senilai Rp 410 miliar pada 1995. Dalam kasus ini, kejaksaan sudah menetapkan dua tersangka, yakni Henry Leo dan Mayor Jenderal (Purn) Subarda Midjaja, Direktur Asabri waktu itu.
Istri Henry Leo, Yul Sulinah, memperkuat temuan BPKP. Selain kepada Hartono, menurut Sulinah, suaminya memberikan rumah kepada Letnan Jenderal TNI (Purn) T.B. Silalahi, yang saat itu menjabat Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara. Kini Silalahi anggota Dewan Pertimbangan Presiden.
Sulinah mengatakan rumah yang terletak di Jalan Pantai Kuta VI, Pademangan, Ancol Timur, Jakarta Utara, itu diberikan pada 26 Juni 1996. Pemberian itu, kata dia, atas nama Paul Banuara Silalahi, putra T.B. Silalahi. Namun, T.B. Silalahi dan Paul Banuara membantahnya.
Paul Banuara mengatakan rumah di atas tanah 750 meter persegi di Ancol yang disebut-sebut pemberian Henry Leo itu adalah hasil jual-beli. Dalam salinan akta yang diperoleh Tempo, jual-beli terjadi antara Henry dan Paul pada 31 Desember 1997, dengan harga Rp 1,018 miliar. Jadi tidak benar kalau saya dibilang diberi. Apalagi mengaitkannya dengan Pak TB. Beliau kan Menpan, nggak ada proyeknya.
Jaksa Agung Hendarman Supandji juga menegaskan rumah milik T.B. Silalahi murni hasil jual-beli. Bukti akta notaris yang diperlihatkan istri Henry Leo, kata Hendarman, merupakan bukti formal proses jual-beli. Kami cross check, notarisnya pun menyebutkan jual-beli.
Anggota Komisi Hukum DPR, Gayus Lumbuun, berpendapat akta notaris memang menunjukkan bukti jual-beli. Namun, tidak mendasarkan bukti sebagai tindak pidana, misalkan upaya suap-menyuap. Pembuktian pidana ini harus materiil, bukan hitam di atas putih, ujarnya.
Karena itu, kata Gayus, Komisi Hukum akan menyusun panitia kerja DPR untuk membahas dugaan korupsi Asabri. Panitia kerja nantinya akan membantu menguak kasus ini bersama-sama dengan kejaksaan.
Anggota Komisi Hukum lainnya, Arbab Paproika, mengatakan Kejaksaan Agung mestinya tegas menyikapi kemungkinan keterlibatan beberapa petinggi TNI dalam kasus Asabri. Dia mengaku memperoleh informasi ada semacam instruksi atau perintah dari struktur TNI dalam Asabri.
Panda Nababan, juga anggota Komisi Hukum, menyarankan agar kejaksaan bekerja sama dengan Polisi Militer TNI mengurai kasus ini. Agar tidak terjadi kecanggungan dalam pemeriksaan, katanya. SUDRAJAT | SANDY INDRA PRATAMA | DWI RIYANTO AGUSTIAR | FANNY FEBIANA
Terbelit Duit Prajurit
Jutaan prajurit TNI dan polisi boleh merasa dongkol karena uang jaminan ratusan miliar uang pensiunan mereka yang diputar pengusaha Henry Leo ternyata sebagian mengalir ke beberapa jenderal. Modusnya, antara lain, dengan memberi rumah. Nama Jenderal (Purnawirawan) Hartono, mantan Kepala Staf Angkatan Darat, dan Letnan Jenderal TNI (Purn) T.B. Silalahi, mantan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara, disebut-sebut ikut terbelit kasus ini. Inilah perjalanan duit yang membelit para jenderal itu.
Pertengahan 1994:
Direktur Asabri Mayjen (Purn) Subarda Midjaja menyerahkan uang kas Asabri Rp 410 miliar kepada Henry Leo alias Liauw Hou Fen untuk diputar dalam bentuk deposito di Bank BNI Cabang Kota, Jakarta Pusat.
1994
Henry memakai uang Asabri tersebut untuk membeli deposito atas namanya sendiri. Sertifikat itu diagunkan untuk memperoleh kredit ratusan miliar dari BNI. Dengan fulus inilah, Henry mengembangkan usaha di Singapura dan Hong Kong.
1995
Akal-akalan Henry terbongkar saat direksi Asabri berniat memperpanjang deposito di BNI.
17 Agustus-17 November 1999
Henry ditahan di Departemen Pertahanan karena janjinya mengembalikan uang tak bisa dipenuhi. Urusan hukum pun berlanjut.
Juni 2006
Tim Koneksitas Kejaksaan Agung dan POM TNI dibentuk, salah satunya untuk mengusut kasus Asabri.
11 Juni 2007
Kejaksaan Agung menetapkan Henry Leo dan Subarda sebagai tersangka.
20 Juli 2007
Tim Penyidik Kejaksaan Agung menyita tanah dan bangunan Plaza Mutiara di samping hotel JW Marriott, Jakarta Selatan.
13 Agustus 2007
Subarda dan Henry Leo ditahan di rumah tahanan Kejaksaan Agung.
12 September 2007
Jenderal (Purn) Hartono mengembalikan rumah pemberian Henry di Jalan Suwiryo Nomor 7, Jakarta.
18 September 2007
Kejaksaan batal mengeksekusi rumah T.B. Silalahi di Jalan Pantai Kuta VI-E 3/1, Kaveling Nomor 25, Pademangan, Ancol, Jakarta Utara, yang diduga pemberian Henry.
19 September 2007
T.B. Silalahi, yang kini jadi anggota Dewan Penasihat Presiden, menyanggah jika disebutkan rumah di kawasan elite Ancol Timur sebagai rumahnya. Kejaksaan pun menghentikan penyelidikan rumah T.B. Silalahi itu. Kata Hendarman, rumah itu murni hasil jual-beli.
24 September 2007
Mantan Menteri Pertahanan Mahfud Md. mengaku pernah diberi satu tas penuh duit saat masih menjabat Menteri Pertahanan oleh Henry Leo. Tapi ia kembalikan.
Soal Hadiah Rumah dan Uang
Itu dia, saya nggak tahu (mengapa diberi rumah). Mungkin karena saya KSAD.
-- R. Hartono, mantan Kepala Staf Angkatan Darat
Saya tak memiliki sangkut paut dengan rumah itu.
-- T.B. Silalahi, anggota Dewan Penasihat Presiden
Henry Leo datang sendiri membawa uangnya. Langsung saya minta kembalikan.
-- Mahfud Md.,Mantan Menteri Pertahanan
NASKAH: DWI WIYANA / TIM TEMPO
Sumber: Koran Tempo, 25 September 2007