Jejak Integritas Calon Pemberantas Korupsi
Calon pemimpin Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2007-2011 sedang mengikuti tahap wawancara. Tahap ini merupakan tahapan paling akhir dari panitia seleksi KPK setelah melewati tahap seleksi administrasi, tahap makalah, dan tahap profile assessment.
Calon pemimpin KPK yang menjadi peserta tahap ini hanya 26 orang. Jumlah ini disaring dari 662 orang pada tahap pertama (pendaftaran) dan terus mengerucut sampai pada akhirnya panitia seleksi hanya memutuskan 10 orang yang akan dilaporkan ke Presiden, sebelum Presiden membawanya ke Dewan Perwakilan Rakyat untuk mengikuti tahapan fit and proper test.
Namun, mungkin tidak banyak yang tahu bahwa, selain tahapan tersebut di atas, panitia seleksi melihat rekam jejak para calon pemimpin KPK. Proses ini menjadi penting karena calon pemimpin dituntut tidak hanya pintar dan punya skill yang memadai dalam melakukan tugas-tugasnya nanti, tapi juga memiliki integritas yang baik. Proses ini merupakan interpretasi Pasal 29 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yakni (f) tidak pernah melakukan perbuatan tercela serta (g) cakap, jujur, dan memiliki integritas yang tinggi dan memiliki reputasi yang baik.
Dua model
Di level operasional, panitia seleksi tidak dapat melakukan sendiri tracking terhadap berbagai kandidat. Karena itu, panitia seleksi memilih dua model. Pertama, mengaktifkan konsultan panitia seleksi untuk melihat kesesuaian semua berkas yang disyaratkan pada saat tahap seleksi administrasi. Salah satu dalam berkas tersebut adalah ijazah. Yang dikerjakan konsultan yakni melakukan konfirmasi kembali ke perguruan tinggi calon pemimpin dengan inti pertanyaan, apakah si A dengan nomor induk mahasiswa (disebutkan) adalah benar alumnus atau bukan, lalu dikembangkan pertanyaan lainnya. Yang dihindari tentu saja kasus-kasus ijazah palsu seperti Wakil Bupati Garut atau pejabat negara lainnya di negeri serba bisa ini yang relatif mudah mendapatkan ijazah walaupun tidak kuliah.
Selain itu, konsultan aktif melakukan tabulasi berbagai masukan masyarakat yang dikirim ke panitia seleksi, baik melalui surat biasa, surat elektronik, maupun short message service (SMS). Berbagai masukan masyarakat tersebut secara umum dikategorikan menjadi bentuk dukungan dan pengaduan. Salah satu hal yang cukup menggelikan dalam proses ini, para calon pemimpin juga ternyata sedang mengalami demam gaya Indonesian Idol. Ada banyak SMS dukungan yang dikirimkan fans calon pemimpin, ada pula yang sama sekali tidak menggunakan fasilitas ini. Demikian juga tentang surat. Tidak ada yang salah, memang, hanya mungkin agak meleset dari dugaan awal panitia seleksi yang berharap agar pengaduan lebih banyak dibanding dukungan, dari fasilitas-fasilitas ini. Tapi yang terjadi sebaliknya, pengaduan sedikit, dukungan melimpah.
Untungnya, masih ada senjata lain yang dimiliki panitia seleksi KPK, yakni laporan harta kekayaan calon yang menggunakan format LHKPN KPK yang disederhanakan, dan sebelumnya panitia telah meminta informasi dari instansi pemerintah dan lembaga negara terkait serta asosiasi profesi tentang integritas calon. Lembaga dan instansi yang dimaksud, misalnya, KPK, Badan Pemeriksa keuangan dan BPKP, Badan Pertanahan Nasional (BPN), Departemen Keuangan (Direktorat Jenderal Pajak dan Bea Cukai), Komisi Ombudsman Nasional, Komisi Yudisial dan Badan Pengawasan Mahkamah Agung, Komisi Kejaksaan dan Jaksa Agung Muda Pengawasan, Komisi Kepolisian dan Divpropam Polri, Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi), serta Ikatan Akuntan Indonesia (IAI).
Kedua, calon pemimpin KPK bekerja sama dengan Koalisi Pemantau Peradilan (KPP), yang terdiri atas grup ICW, untuk melakukan investigasi. Yang dilakukan adalah menyelidiki berbagai laporan dan berita media massa; menyesuaikan posisi dan harta kekayaan calon pada suatu waktu; mencari informasi dari lingkungan tempat tinggal dan lingkungan kerja calon pemimpin KPK; serta menindaklanjuti surat-surat panitia seleksi terkait dengan data calon ke lembaga-lembaga negara misalnya nomor pokok wajib pajak (NPWP) ke kantor Pajak dan data terkait dengan tanah ke Badan Pertanahan Nasional (BPN), serta kasus (pidana/perdata) ke kejaksaan, kepolisian, KPK, dan pengadilan, tanpa diketahui calon. Hasil kerja KPP selalu dikomunikasikan dengan panitia seleksi KPK.
Kedua model tracking ini dilakukan sejak 13 Juli sampai 31 Agustus. Mungkin hasilnya tidak maksimal, tapi proses ini memiliki maksud yang jelas, yakni mendapatkan data tentang integritas dan kualitas calon sebagai bahan pertimbangan bagi panitia seleksi dalam pengambilan keputusan, yang meliputi kebenaran persyaratan administrasi yang disampaikan calon kepada panitia seleksi; integritas calon seperti kewajaran kekayaan calon dibandingkan dengan sumber kekayaannya, catatan kedinasan calon (praktek mal administrasi, pelanggaran etika profesi, mal praktek, indisipliner dan keterkaitan calon dengan pihak tertentu), perilaku calon (kejujuran, perbuatan tercela, tindak pidana, gaya hidup, konsistensi sikap); dan wawasan/kontribusi calon dalam pemberantasan korupsi.
Penutup
Dengan demikian, mekanisme dan cara investigasi yang ditempuh panitia seleksi dalam melakukan tracking terhadap calon adalah investigasi lapangan; media content analysis; permintaan catatan pengawasan dan informasi dari lembaga yang terkait dengan calon; pengaduan masyarakat; investigasi aset kekayaan berdasarkan laporan harta kekayaan; dan analisis terhadap hasil investigasi track record yang kemudian dihubungkan dengan hasil psychological profile assessment calon.
Akhirnya masyarakat sangat berharap agar kerja keras panitia seleksi ini tidak digembosi oleh berbagai tekanan kelompok-kelompok kepentingan yang memasuki arena keputusan panitia seleksi untuk merekomendasikan atau tidak merekomendasikan seorang calon ke Presiden/DPR. Biarkan panitia seleksi tetap independen, sehingga integritas panitia seleksi yang sebagian besar anggotanya akademisi tidak tergadaikan dan produk yang dihasilkan benar-benar mendekati keinginan sebagian besar masyarakat indonesia yang membenci korupsi dan merindukan kesejahteraan. Semoga.
Lexy Armanjaya, konsultan Panitia Seleksi Komisi Pemberantasan Korupsi*
Tulisan ini disalin dari Koran Tempo, 11 September 2007