Jejak Anugrah di Tebet

Bangunan empat lantai di Jalan KH Abdullah Syafe'ie Nomor 9 RT 004 RW 01, Manggarai Selatan,Tebet, Jakarta Selatan, itu lebih mirip kantor. Tadi malam rumah itu gelap-gulita seperti tak berpenghuni. Lampu hanya menyala di teras bangunan, tempat jaga petugas keamanan.

Bangunan itu dibeli atas nama Muhammad Nazaruddin pada 2008. Di tempat itu pula Muhajidin Nur Hasyim, Direktur PT Anugrah Nusantara, pernah tinggal beberapa bulan pada tahun itu. Namun ia kemudian tak diketahui keberadaannya.

"Saya juga kurang jelas kapan dia (Muhajidin) mulai menempati gedung ini," kata Ketua Rukun Tetangga Dodi Supriyadi, 47 tahun, di kediamannya tadi malam. "Saya tidak tahu persis kapan dia pindah.Ketika pindah, dia tidak melapor," kata Dodi.

Muhajidin punya hubungan dekat dengan mantan Bendahara Umum Partai Demokrat M. Nazaruddin. Ia antara lain berperan meneken memo pengeluaran duit di PT Anugrah, yang sahamnya dimiliki Nazaruddin. Bukti yang diteken itu kemudian dibukukan oleh Yulianis, Presiden Direktur PT Executive Money Changer, yang berkantor di kawasan Mampang, Jakarta Selatan.

Seorang penjaga gedung, Mansyur, 43 tahun, menyatakan bangunan itu tak lagi digunakan untuk beraktivitas. Dia bertugas atas permintaan seorang teman, yang menjaga gedung sejak sepekan lalu. "Kami ini orang baru. Kami tidak tahu gedung ini atas nama siapa," katanya.

Mansyur dan rekannya menjaga gedung selama 24 jam secara bergantian sejak pukul 07.00 hingga 19.00. Ia tak pernah mengetahui ada orang datang ke gedung itu. Mansyur sempat melihat sebuah Toyota Avanza terparkir di halaman gedung. "Saya enggak tahu itu mobil siapa. Saya enggak tahu apa-apa," kata dia.

Dodi tak pernah sekali pun bertemu dengan Muhajidin. Segala urusan administrasi tempat tinggal, seperti kartu tanda penduduk dan kartu keluarga, dilakukan orang yang mengaku pegawai Muhajidin. Muhajidin tinggal seorang diri karena dia masih berstatus bujangan.PRIHANDOKO

----------------
Memangnya Bisa Kalahkan SBY tanpa Duit?

Dari tempat persembunyiannya, Nazaruddin diwawancarai majalah Tempo melalui telepon. Berikut ini petikannya (selengkapnya baca majalah Tempo edisi pekan ini).

Berapa biaya yang Anda keluarkan untuk membiayai Anas dalam kongres Bandung?

    Jangan kaget, biaya untuk memenangkan Anas waktu itu sekitar US$ 20 juta. Memangnya bisa mengalahkan SBY (yang mendukung Andi Mallarangeng untuk menjadi Ketua Umum Partai Demokrat" Red.) tanpa duit? Maka semua perwakilan dewan pimpinan cabang saya kasih duit untuk bisa memenangkan Anas. Mereka terima US$ 10-40 ribu. Mereka pikir tak apa dipecat asal sudah terima duit, ha-ha-ha....

    (Kepada majalah Tempo, Anas menyatakan tudingan bahwa dirinya menerima duit dari Nazaruddin tak benar. Ia juga tak yakin tim suksesnya yang menerima. "Justru ada yang bilang dia mendapat untung dari kongres. Saya tidak pernah tanya, tidak tertarik, dan tidak ada urgensinya.")

Anda dan Anas berkongsi di PT Anugrah?

    PT Anugrah itu perusahaan untuk mengendalikan proyek yang sahamnya dipegang Anas dan saya separuh- separuh. Dia belum menjual semua sahamnya itu. Kalau tak ada PT Anugrah, Anas tak akan menang.

    (Beberapa kali, Anas mengaku sudah mundur dari PT Anugrah).

Sekarang Anda marah kepada Anas?

    Saya kenal dia sudah lima tahun. Dia itu baik bukan main sejak 2005.Tapi, begitu menjadi Ketua Umum Partai Demokrat, sikapnya berubah 180 derajat. Cara berkomunikasi beda, sombong, lupa diri.

(Dalam majalah Tempo terbaru, Anas mengaku sengaja jaga jarak agar Nazaruddin sadar.)

Kenapa Anda kabur?

    Semula saya mau menghadap KPK dan cerita semuanya. Tapi saya disuruh Anas ke Singapura saja.

Anda menuding Anas dan Andi Mallarangeng terlibat dalam korupsi di Kementerian Pemuda dan Olahraga?

    Akhir Desember 2009, Anas bersama Sekretaris Kementerian Pemuda dan Olahraga Wafid Muharam, anggota Komisi Olahraga DPR Angelina Sondakh, dan saya bertemu di restoran Jepang di Plaza Senayan. Kami berbicara soal anggaran Kementerian sebesar Rp 3,2 triliun.

(Andi Mallarangeng pada 3 Juli 2011 mengakui sering kali bertemu dengan temanteman anggota Dewan. "Tidak ada yang proper.Tidak ada urusan bantu tender proyek. Bagi saya, semua harus sesuai prosedur dan harus proper.")

---------------
Bukan Cuma Anas yang Dituding
Bekas Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin membeberkan peran koleganya dalam proyek di Kementerian Pemuda dan Olahraga.

"Awalnya akhir Desember 2009, Anas (Urbaningrum), Wafid (Muharam), Angie (Angelina Sondakh), dan saya bertemu di restoran Jepang di Plaza Senayan. Kami bicara soal anggaran Kemenpora Rp 3,2 triliun," kata dia kepada majalah Tempo, yang wawancaranya diterbitkan pekan ini.

Setelah pertemuan pertama dilanjutkan dengan pertemuan kedua, yaitu pada awal Januari 2010 di kantor kementerian itu. Menurut Nazar, Anas tak ikut karena tak enak kepada Menteri Pemuda dan Olahraga Andi Mallarangeng.

Waktu pertemuan, Nazaruddin menambahkan, diatur agar Wafid, Sekretaris Kementerian Pemuda dan Olahraga, pura-pura tak kenal dengan Nazar cs. "Kami sepakat bahwa anggaran Rp 3,2 triliun harus digarap. Tapi Andi bilang masih ada urusan tanah yang belum beres," ujar Nazar.

Menurut Nazaruddin, soal proyek wisma atlet di Palembang senilai Rp 200 miliar sudah dialokasikan untuk sejumlah pihak. Sedangkan proyek Hambalang di Bogor senilai Rp 1,2 triliun, dana yang sudah dialokasikan Rp 100 miliar. "Rinciannya ke DPR lebih-kurang Rp 25 miliar, ke Andi Rp 5 miliar, lewat pengusaha teman Anas. Dan Rp 50 miliar untuk pemenangan Anas waktu kongres dan ke tim konsultan calon presiden Rp 20 miliar."

Majalah Tempo juga mengungkap catatan dari staf Nazaruddin.Di situ Anas,Andi, dan Edhie Baskoro Yudhoyono alias Ibas menerima masing-masing US$ 250 ribu.

Catatan sepihak itu dibantah Edhie Baskoro. "Haram bagi saya menerima uang yang tidak sejalan dengan semangat antikorupsi," katanya.

Anas Urbaningrum juga menganggap semua tuduhan Nazar kepada dirinya adalah fitnah. "Teman-teman menilai saya terlalu sabar. Saya memang tidak suka ribut.Ketika dia melempar fitnah-fitnah yang sudah kelewat takaran, ya, dibawa saja ke jalur hukum," ujarnya kepada Tempo.

Andi Mallarangeng pun membantah tudingan bahwa dirinya pernah membicarakan proyek dengan Nazaruddin, apalagi jika disebut menerima duit.

Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Ramadhan Pohan mengaku tak tahu-menahu soal aliran uang itu. "Cak Anas dan jajaran DPP sudah sepakat untuk tidak menanggapi tudingan Nazar,"kata Ramadhan kepada Tempo tadi malam. Ia mengimbau Nazaruddin agar berhenti melempar tudingan melalui media.

Kepala Divisi Advokasi Hukum Partai Demokrat Deny Kailimang mencurigai Nazaruddin membuka rekening atas nama partai. "Bisa aja, kan?" kata dia. Menurut dia, tudingan Nazaruddin sama sekali tidak benar. WAHYU MURYADI | RUSMAN PARAQBUEQ |MARTHA THERTINA
-----------
Duit Nazar Mengalir Jauh
Menyaksikan sejumlah petinggi dituding menerima duit dari Muhammad Nazaruddin, kita semakin yakin tabiat korup masih saja tumbuh subur. Siasat yang dijalankan mantan Bendahara Umum Partai Demokrat ini untuk meraup proyek pemerintah menguatkan keyakinan itu. Berselingkuh dengan birokrat di sejumlah kementerian, Nazar kemudian menebar duit ke pelbagai lini: elite partai, aparat penegak hukum, dan bahkan lingkaran terdalam kekuasaan.

Nazar lihai membuat beberapa perusahaan abal-abal. Perusahaan jadi-jadian inilah yang menjaring proyek bernilai total triliunan rupiah. Ia, misalnya, bermain di proyek pengadaan sarana peningkatan mutu pendidikan di Kementerian Pendidikan Nasional, juga proyek pengadaan alat bantu belajar-mengajar pendidikan dokter spesialis di Kementerian Kesehatan. Perusahaan Nazar itu juga yang kabarnya mengendalikan pembangunan wisma atlet dan stadion Hambalang di Bogor, dua proyek penting di Kementerian Pemuda dan Olahraga.

Polanya hampir seragam: perusahaan-perusahaan itu berperan--baik secara langsung maupun tidak--mengakali proses tender dan menggelembungkan harga material. Dalam setiap proyek, perusahaan Nazar disebut-sebut menyodorkan harga 40 persen di atas harga pasar. Toh, harga itu diterima kementerian. Keuntungan besar itulah yang diduga dibagi-bagi, termasuk untuk membiayai aktivitas politik kelompok Nazar.

Dari catatan pengeluaran perusahaan-perusahaannya, duit digelontorkan ke sejumlah tokoh elite Partai Demokrat. Sebagian mengalir ke polisi. Pengeluaran pun bisa seolah-olah tak memiliki sasaran jelas, seperti pemberian Sin$ 60 ribu untuk Janedjri M. Gaffar--yang kemudian dikembalikan oleh Sekretaris Jenderal Mahkamah Konstitusi itu.

Nazar mengaku mengeluarkan US$ 20 juta atau Rp 170 miliar dalam Kongres Partai Demokrat di Bandung tahun lalu. Majalah Tempo edisi 11 Juli ini juga mengungkap aliran duit dari perusahaan Nazar yang disetorkan antara lain ke Anas Urbaningrum dan Andi Mallarangeng, dua kandidat kuat yang bertarung ketika itu. Yang lainnya dialirkan ke Edhie Baskoro Yudhoyono, yang oleh dua kandidat itu ditahbiskan sebagai calon sekretaris jenderal.

Jika catatan perusahaan Nazar itu benar, ini sebuah ironi: partai pemenang pemilu yang mengusung slogan "katakan tidak pada korupsi" itu ternyata tak luput dari rasuah. Memang, tak ada yang bisa memastikan bahwa duit yang disetorkan Nazaruddin berkaitan langsung dengan hasil patgulipat di sejumlah kementerian. Tapi, bila terbukti ketiga fungsionaris partai menerima uang dari Nazaruddin, itu jelas merupakan gratifikasi dan ini melanggar hukum.

Ketika kongres digelar pada Mei 2010, Anas, Andi, dan Edhie Baskoro merupakan pejabat negara. Anas dan Edhie menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat, serta Andi sebagai Menteri Pemuda dan Olahraga. Jika tidak melaporkan pemberian dalam waktu sebulan, sesuai dengan Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi, ketiganya dianggap menerima suap.

Tanpa mengesampingkan perkara intinya, yaitu dugaan korupsi Nazar di sejumlah kementerian, Komisi Pemberantasan Korupsi harus mengungkap dugaan suap ini. Bila memiliki bukti yang cukup, Komisi tidak perlu ragu memeriksa nama-nama besar itu.

Sumber: Koran Tempo, 11 Juli 2011

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan