Jangan Menuding Tanpa Fakta
Pernyataan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengenai Komisi Pemberantasan Korupsi menuai kritik. Presiden dinilai menuding tanpa fakta, bahkan tidak pernah mengklarifikasi kepada KPK tentang informasi yang diperolehnya.
”Harus diakui, kinerja KPK selama ini sudah membesarkan nama Presiden Yudhoyono seakan Presiden punya komitmen pemberantasan korupsi. Bahkan, dijadikan iklan kampanye. Namun, di sisi lain, Presiden Yudhoyono malah sekarang mau ”membunuh” KPK, memojokkan KPK. Sikap ini sungguh aneh,” ujar Hamid Chalid, Ketua Badan Pengurus Masyarakat Transparansi Indonesia, Kamis (25/6).
Dalam kunjungannya ke Kantor Kompas, 24 Juni 2009, Presiden Yudhoyono mengatakan, ”Terkait KPK, saya wanti-wanti benar. Power must not go unchecked. KPK ini sudah powerholder yang luar biasa. Pertanggungjawabannya hanya kepada Allah. Hati-hati” (Kompas 25/6).
Menurut Hamid, seharusnya sebelum berbicara, Presiden Yudhoyono mengklarifikasi kepada KPK terkait informasi-informasi yang masuk ke dirinya seputar kasus Antasari Azhar. Presiden juga seharusnya bertanya kepada para ahli hukum mengenai persoalan KPK ini. ”Ini kan tidak, yang dipanggil selalu Kapolri lagi, Kapolri lagi. KPK minta waktu untuk bertemu hingga saat ini tidak pernah disediakan oleh Presiden Yudhoyono,” katanya.
Hamid mengkhawatirkan, pernyataan yang dilontarkan Presiden ini terkait dengan kasus Aulia Pohan, yang ditahan oleh KPK dan divonis oleh Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi. ”Saya khawatir, Presiden marah Aulia Pohan divonis lebih berat dari tuntutannya. Jadi kesalahan ini sekarang ditimpakan ke KPK,” tutur Hamid.
Sekjen Transparency International Indonesia Teten Masduki juga mengatakan hal senada. ”Pernyataan SBY hari ini di Kompas bisa ditafsirkan menjadi bagian dari skenario besar penggembosan KPK. Ini sangat kontradiktif dengan tema kampanyenya. Perlu ada pertemuan antara SBY dan KPK,” kata Teten.
Mantan Wakil Ketua KPK Erry Riyana Hardjapamekas mengkhawatirkan, Presiden Yudhoyono menerima informasi yang asimetri sehingga kesimpulannya merugikan semua pihak. Erry mengingatkan, jika KPK ”dibunuh”, yang rugi bukan hanya KPK, melainkan Presiden dan rakyat Indonesia.
Ketua Partai Persatuan Pembangunan Lukman Hakim Saifuddin menegaskan, KPK harus tetap ada dan perang melawan korupsi mesti diteruskan. Konteks pernyataan SBY lebih kepada soal kewenangan sebuah lembaga yang tetap bisa dikontrol. Pernyataan SBY juga tak ada kaitannya dengan kasus Aulia Pohan. (VIN/DIK)
Sumber: Kompas, 26 Juni 2009