Jangan Korbankan Kualitas dan Integritas Komisi Kejaksaan
Dalam menyeleksi calon anggota Komisi Kejaksaan, panitia seleksi jangan hanya mengejar kuota anggota komisi dan mengorbankan persyaratan kualitas dan integritas calon. Panitia seleksi jangan bersikap kompromistis terhadap calon yang tidak memenuhi syarat.
Koordinator Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia Asep Rahmat Fajar menegaskan hal itu di Jakarta, Selasa (29/3). Kualitas dan integritas anggota Komisi Kejaksaan, katanya, merupakan syarat mutlak yang tidak dapat dikompromikan.
Sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2005 tentang Komisi Kejaksaan Republik Indonesia, tugas Komisi Kejaksaan antara lain melakukan pengawasan, pemantauan, dan penilaian terhadap kinerja jaksa dan pegawai kejaksaan dalam melakukan tugas kedinasannya.
Menurut Asep, panitia seleksi harus realistis, kendati Perpres No 18/2005 menyebutkan, Jaksa Agung mengajukan 14 nama calon anggota Komisi Kejaksaan kepada Presiden, kemudian Presiden memilih dan menetapkan tujuh anggota Komisi Kejaksaan.
Kalau memang hasil seleksi tidak menghasilkan calon anggota sebanyak itu, ya hasil itulah yang disampaikan kepada Jaksa Agung. Proses seleksi kan bisa dilakukan lagi untuk menjaring anggota Komisi Kejaksaan yang benar-benar berkualitas, kata Asep.
Tak perlu memaksakan
Sementara itu, Mas Achmad Santosa dari Partnership for Governance Reform in Indonesia juga mengatakan, seleksi tidak usah memaksakan untuk mendapatkan 14 nama calon anggota Komisi Kejaksaan. Karena taruhannya besar sekali untuk mendapatkan anggota yang kompeten dan kredibel, katanya tegas.
Mas Achmad yang juga anggota Panitia Seleksi Komisi Kejaksaan menambahkan, jika jumlah calon anggota yang terpilih kurang dari tujuh orang, maka Presiden dapat menjaring atau mengusulkan nama-nama yang dianggap baik.
Namun, katanya, langkah ini dianggap dapat memicu kecurigaan masyarakat karena dianggap tidak adil dan transparan. Kemungkinan kedua, proses seleksi diulangi lagi. Tapi, panitia harus lebih proaktif agar orang-orang yang dianggap berkualitas bersedia mendaftar, ujar Mas Achmad.
Kedua pilihan membutuhkan perpanjangan waktu. Padahal, mengacu pada Perpres No 18/2005, Komisi Kejaksaan sudah dibentuk selambat-lambatnya tanggal 7 Mei. Dengan demikian, Presiden harus mengeluarkan perpres baru. (IDR)
Sumber: Kompas, 31 Maret 2005