Jangan Cuma Retorika; Wapres: Reformasi Birokrasi Perlu Keteladanan

Wakil Presiden Boediono menyatakan, untuk melaksanakan reformasi birokrasi jangan terlalu banyak retorika. Berkali-kali pihaknya mendengar reformasi birokrasi hanya menjadi topik pidato dan kenyataannya masih banyak pelayanan publik yang sederhana pun masih menjadi persoalan dan sumber penyimpangan.

”Kita semua tahu, ada rancangan besar, ada peta jalan birokrasi yang disusun, ada remunerasi dan tunjangan lainnya, semua itu tidak akan berarti jika reformasi birokrasi kita tidak ada perbaikan dan pembenahannya sepanjang hidup pemerintahan kita yang mengabdi kepada rakyat ini,” ujar Boediono saat membuka rapat kerja mengenai penguatan akuntabilitas keuangan negara yang andal, transparan, dan akuntabel melalui penerapan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah di Istana Wapres, Jakarta, Rabu (16/6).

Pembukaan rapat dihadiri sejumlah menteri, di antaranya Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi EE Mangindaan, Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi, Menteri Keuangan yang diwakili Sekjen Kementerian Keuangan Mulia P Nasution, serta Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Mardiasmo.

Menurut Boediono, reformasi birokrasi itu sebenarnya kembali ke soal sikap dasar dan komitmen aparatur birokrasi di pemerintah pusat ataupun di daerah.

”Namun, saya yakin bahwa benar, keteladanan itu dimulai dari atasan yang harus menjadi panutan di bawah dulu. Percuma kita benahi tukang ketik lebih dulu jika pejabat di atasnya tidak dibenahi. Perbaikan dan keteladanan harus dimulai dari atas dan baru ke bawah,” ujarnya.

Mardiasmo menyatakan pentingnya pelaksanaan dan sikap dasar serta perubahan pemikiran dalam reformasi birokrasi dan bukan hanya retorika melaksanakan reformasi birokrasi.

EE Mangindaan mengakui, dalam pelaksanaan reformasi sekarang yang mulai digiatkan itu terjadi disorientasi, yaitu kecenderungan lebih kepada motivasi perbaikan remunerasi atau tunjangan kinerja. Padahal, hasilnya belum maksimal di sisi kelembagaan, tata laksana, manajemen sumber daya manusia, akuntabilitas, pengawasan, dan pelayanan publik.

”Banyak yang berpikir reformasi itu bagaimana saya mendapatkan apa dan bukan apa yang saya harus lakukan untuk perbaikan itu sendiri,” kata Mangindaan. (har)
Sumber: Kompas, 17 Juni 2010

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan