Jangan Ada Lagi Hakim Pelaku Korupsi

Koalisi Masyarakat Sipil Pemantau Peradilan menyerahkan hasil penelusuran terhadap 40 calon hakim ad hoc tipikor kepada Mahkamah Agung, yang diwakili oleh oleh Ketua Muda MA Bidang Pidana Khusus (Tuada Pidsus) Artidjo Alkostar pada Selasa (20/8) lalu di kantor Mahkamah Agung, Jakarta Pusat. Koalisi berharap hasil penelusuran dapat menjadi bahan masukan untuk MA agar dapat memilih hakim yang benar-benar berintegritas.

“Sejumlah vonis bebas dan ringan bagi para koruptor sungguh mengkhawatirkan,” tukas Emerson Yuntho, peneliti ICW. Ia mengakui, sejumlah pengadilan tipikor di daerah memberikan vonis bebas dan ringan bagi para terpidana korupsi. “Kami khawatir koruptor menguasai Pengadilan Tipikor.”

“Koalisi menuntut MA untuk tegas dan selektif. Jangan sampai hakim ad hoc tipikor malah jadi pelaku korupsi. Kalau perlu, MA tak usah meloloskan semuanya sampai evaluasi menyeluruh pengadilan tipikor seluruh Indonesia,” tegas Emerson. Menurut dia, dari seluruh calon hakim ad hoc tipikor yang berjumlah 40 orang, memang tidak ada yang benar-benar layak diloloskan. 

Dalam catatan ICW hingga 20 Agustus 2013, sedikitnya ada 89 terdakwa  korupsi yang telah dibebaskan oleh pengadilan tipikor di seluruh daerah. “Ini menegaskan bahwa Mahkamah Agung harus benar-benar teliti memilih hakim ad hoc tipikor. Jangan sampai, ada calon hakim yang malah nantinya makin merusak wajah Pengadilan Tipikor,” tandas Emerson.

Setidaknya, akhir-akhir ini, ada 5 hakim tipikor yang telah diperiksa, didakwa dan dijebloskan ke penjara karena terlibat korupsi. Setyabudi Tejocahyono, hakim Tipikor dari Bandung Jawa Barat, adalah contoh terbaru hakim yang malah melakukan tindak pidana korupsi. Setyabudi ditangkap KPK karena menerima suap Rp 150 juta berkaitan dengan penanganan dugaan perkara korupsi bantuan sosial (Bansos) di Bandung.

Kasus vonis bebas terakhir yang menggegerkan ada di Pengadilan Tipikor Medan, terhadap Rahudman Harahap, wali kota Medan nonaktif, Kamis (15/8) lalu. Rahudman menjadi terdakwa perkara korupsi Tunjangan Penghasilan Aparatur Pemerintahan Desa (TPAPD) Pemkab Tapanuli Selatan (Tapsel) 2005. “Padahal sebelumnya, tidak ada satu pun terdakwa korupsi yang lolos dari vonis bersalah sejak pengadilan Tipikor medan berdiri pada 2011 lalu,” ujar Emerson prihatin. 

Ada dua kecurigaan terhadap vonis bebas Ruhudman. Dalam kasus ini, mantan Bendahara Umum Setdakab Tapsel Amrin Tambunan yang telah divonis 3 tahun penjara di Pengadilan Negeri Padangsidimpuan juga terlibat. Pengadilan Tinggi Medan di tingkat banding mengubah hukumannya menjadi 2 tahun penjara. Lalu  Mahkamah Agung memperberatnya menjadi 4 tahun penjara. Dalam persidangan, Amrin mengaku diperintah Rahudman untuk melakukan perbuatannya.

Kedua, majelis hakim perkara Rahudman yang diketuai Sugiyanto, pernah membebaskan dua terdakwa korupsi sebelumnya ketika kasus korupsi masih diadili oleh Pengadilan Negeri Medan. Kedua vonis bebas adalah perkara korupsi tukar guling (ruilslag) lahan Kebun Binatang Medan (KBM) pada Jumat, 27 Mei 2010. Majelis hakim yang diketuai Sugiyanto membebaskan Ramli Lubis (56), mantan Sekda dan Wakil Wali Kota Medan.  Perkara lain yang divonis bebas yaitu kasus korupsi pembangunan gedung Politeknik Kesehatan (Poltekes) Medan. Saat itu, Kamis 7 Oktober 2010, majelis hakim yang juga diketuai Sugiyanto membebaskan terdakwa Koesman Wisohudiono. 

Hasil penelusuran terhadap 40 calon hakim ad hoc tipikor dapat dibaca di sini.

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan