Jangan Abaikan KUHAP; Anggota DPR: Jaksa Agung Menyalahgunakan Wewenang

Anggota DPR mempersoalkan Surat Edaran Jaksa Agung No 001/A/JA/02/2006 yang melarang jajarannya mengalihkan jenis penahanan dan menangguhkan penahanan seorang tersangka. DPR menilai Jaksa Agung telah menyalahgunakan wewenang dengan mengabaikan KUHAP.

Dengan surat edaran tertanggal 9 Februari 2006 itu, Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh memerintahkan semua kepala kejaksaan negeri dan kejaksaan tinggi di seluruh Indonesia untuk tak menerapkan Pasal 23 Ayat 1 dan Pasal 33 Ayat 1 KUHAP. Surat edaran itu jelas melawan hukum. Jaksa Agung melampaui kewenangannya dan melakukan abuse of power, kata anggota Komisi III DPR Maiyasyak Johan (Fraksi Partai Persatuan Pembangunan), Kamis (20/4).

Dalam surat edaran itu Jaksa Agung meminta agar para jaksa tidak menerapkan KUHAP. Surat edaran itu melarang jaksa mengalihkan jenis penahanan yang satu kepada jenis penahanan yang lain terhadap tersangka, seperti yang dimungkinkan Pasal 23 Ayat 1 KUHAP, kecuali dari penahanan kota/rumah menjadi tahanan rutan. Jaksa juga tak boleh menangguhkan penahanan. Jika ada tindakan yang bertentangan dengan kebijakan itu, harus dilaporkan ke Jaksa Agung dulu.

Padahal, Pasal 23 Ayat 1 KUHAP justru menyatakan penyidik, penuntut umum, atau hakim berwenang mengalihkan jenis penahanan yang satu kepada jenis penahanan lain. Begitu juga Pasal 31 Ayat 1 justru memberi peluang penangguhan penahanan tersangka atau terdakwa.

Menurut Maiyasyak, Jaksa Agung tidak diberi wewenang untuk mengesampingkan KUHAP sebagai hukum positif. Maiyasyak merisaukan politik penegakan hukum dalam penanganan kasus pidana saat ini terutama dikaitkan dengan hak-hak seseorang tersangka dan perlindungan HAM. Dia merasa ada kecenderungan aparat penegak hukum, polisi dan jaksa, menjadikan kasus tersebut sebagai alat peningkatan karier. Aparat juga menjadikan kebencian masyarakat dan LSM sebagai tolok ukur dan alat pembenar bagi berbagai tindakan polisional, tanpa mengindahkan hak-hak tersangka.

Hukum bukan alat balas dendam, hukum adalah alat untuk membangun peradaban manusia. Prosesnya harus dengan cara-cara beradab, katanya.

Untuk menjaga
Menanggapi kritik itu, Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh menegaskan, Surat Edaran No SE-001/A/JA/02/2006 itu dikeluarkan dengan alasan untuk menjaga. Pasalnya, selama ini publik selalu tidak puas dan curiga. Saya bilang di situ dilarang dialih-alihkan. Orang yang didakwa korupsi, yang disidik, jangan dialihkan penahanannya, kata Jaksa Agung, kemarin.

Kalau ada langkah yang bertentangan dengan surat edaran itu, maka dapat dilakukan dengan meminta izin Jaksa Agung lebih dulu. Saya tidak bilang tidak boleh. Boleh, asal tanya dulu, karena kejaksaan satu. Nanti di sana dikeluarkan, di sini dimasukkan, nanti orang bingung, katanya.

Ditanya apakah sudah ada kasus pengalihan penahanan seperti yang dikhawatirkan itu, Jaksa Agung cuma menjawab, Kamu tahulah, di koran-koran kan sering. (idr/sut)

Sumber: Kompas, 21 April 2006

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan