Jamkesmas Dinilai Tidak Optimal

kartu

Sebanyak 80 persen responden tidak tahu manfaat kartu Jamkesmas.

Indonesia Corruption Watch menilai program Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) belum optimal. Hasil survei ICW atas program itu menemukan sejumlah kelemahannya, antara lain soal data peserta belum akurat, kurangnya sosialisasi, masih adanya pungutan dalam pembuatan kartu, serta masih ada pasien yang harus mengeluarkan biaya untuk berobat.

Survei dilakukan di Kota Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi sejak 24 Desember 2008 hingga 31 Januari 2009. Metodenya menggunakan citizen report card yang menggabungkan metode kualitatif dan kuantitatif dengan jumlah responden 868 dan populasi peserta Jamkesmasnya mencapai 579.192 orang.

"Pemerintah harus memperbaiki program Jamkesmas," kata Koordinator Pelayanan Publik ICW Ade Irawan dalam jumpa pers kemarin. Ia menyayangkan masih banyak masyarakat yang tidak menggunakan haknya melalui program ini. Berdasarkan hasil survei, sebanyak 12,4 persen mengaku tidak memiliki kartu.

Menurut Ade, sosialisasi yang dilakukan pemerintah belum optimal. Buktinya sebanyak 25,8 persen responden tidak mengetahui Jamkesmas. Hal itu berimbas pada pengetahuan responden terhadap manfaat program ini. Peneliti ICW, Ratna Kusuma, mengatakan 80 persen responden tidak tahu manfaat kartu Jamkesmas.

Hasil survei menunjukkan sebagian besar (42,6 persen) responden mendengar informasi soal program ini dari ketua rukun tetangga/rukun warga, yang itu pun tidak menyeluruh. Hanya 3 persen yang mengaku mendapat informasi dari televisi dan koran. Hal ini menunjukkan kampanye melalui media elektronik dan cetak tidak efektif.

Meskipun masyarakat memiliki kartu, kata Ratna, sebanyak 23 persen memilih tidak menggunakannya. Alasannya bermacam-macam, antara lain takut ditolak rumah sakit atau puskesmas, takut administrasinya dipersulit, malas membawa kartu, dan khawatir mendapat pelayanan yang buruk. Ada pula yang beralasan percuma karena masih harus menanggung biaya sendiri. Menurut Ratna, itu menunjukkan pemerintah belum bisa memberikan jaminan pelayanan yang baik.

Selain itu, responden mengaku masih mengeluarkan biaya hingga Rp 627 ribu, yang digunakan untuk biaya berobat dan pendaftaran. "Padahal pemerintah menjamin gratis kesehatan masyarakat miskin," kata Ratna.

Seorang kerabat pasien pengguna kartu Jamkesmas mengaku masih harus membayar Rp 14 juta dari total biaya Rp 20 juta di rumah sakit swasta di Bekasi. Padahal pasien merupakan pemegang kartu Jamkesmas. Sebanyak 7,5 persen juga mengaku mendapat pungutan kartu rata-rata Rp 10 ribu, dengan alasan untuk pengganti transportasi dan sumbangan sukarela.

ICW meminta pemerintah memperbaiki dan mengawasi data kepesertaan Jamkesmas agar tepat sasaran. Sebaiknya dibuat mekanisme komplain dan menggunakan jaringan puskesmas dan posyandu untuk sosialisasi. Aqida Swamurti

Penarik Pungutan Kartu Jamkesmas

Ketua RT/RW

44,5%

Petugas posyandu

14,3%

Petugas kelurahan

14,3%

Petugas puskesmas

3,6%

Petugas Askes

1,8%

Tetangga

1,8%

Tidak menjawab

8,9%

Jawaban lain

10,7%

Populasi: 579.192 peserta Jamkesmas terdaftar.
Sampel: 868 responden, di Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi.
Survei kualitatif dilakukan pada Oktober-Desember 2008, survei kuantitatif 24 Desember 2008-31 Januari 2009.

Sumber: Koran Tempo, 26 Februari 2009

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan