Jamaah Haji Tak Pernah Nikmati Dividen

Sejak 1997 Miliki 19 Juta Saham BMI

Dugaan penyalahgunaan dana haji kembali mencuat ke permukaan. Kali ini Majelis Pengurus Rabithah Haji Indonesia (RHI) mempersoalkan adanya kutipan ilegal terhadap setoran jamaah haji. Yakni, dana penyertaan saham Bank Muamalat Indonesia (BMI) dalam komponen biaya haji.

''Itu terjadi sejak keluarnya imbauan kepada jamaah haji pada 1992 hingga sekarang. Namun, tidak jelas ke mana dana itu sekarang,'' kata Ketua Umum RHI Ade Mafuddin.

Menurut Ade, data itu sudah dilaporkan RHI pada rapat dengar pendapat (RDP) bersama Dewan Perwakilan Daerah (DPD), di gedung DPD, Senin (12/1). Dalam data itu terungkap, jamaah diimbau lewat surat Dirjen Bimas Islam dan Urusan Haji No 07/Bend/i/1993 untuk memiliki saham BMI. Caranya, dengan memotong langsung uang bekal daerah Rp 10 ribu per orang.

Pada 10 Juni 1997, dengan persetujuan Presiden RI atas surat Menteri Agama No MA/312/1997, telah dilakukan pembelian saham BMI 19.990.000 lembar. Dengan harga per satuan saham Rp 1000, diperkirakan dana yang dibelanjakan mencapai Rp 19 miliar. ''Dalam perkembangan terakhir menyebutkan bahwa kini nilai penyertaan saham (di BMI) sudah mencapai Rp 32 miliar,'' ujar Ade.

Uniknya, jelas Ade, selama ini yang menikmati hasil deviden dari penyertaan saham tersebut bukan jamaah haji, melainkan Majelis Ulama Indonesia (MUI). Karena pemotongan itu dilakukan pada komponen uang bekal daerah, dia pun meminta DPD menindaklanjuti laporan itu demi menemukan kebenaran. ''Karena uang itu jelas-jelas hak jamaah haji dan seharusnya disampaikan secara transparan,'' paparnya.

Secara terpisah, Komite Independen Pemantau Haji Indonesia (KIPHI) juga menyampaikan agar pemerintah merealisasikan komitmen mengembalikan kelebihan biaya penerbangan kepada jamaah. Itu dilakukan sebagai hasil rasionalisasi harga avtur yang turun menjelang musim haji lalu.

Ketua KIPHI Hengky Hermansyah mengatakan, biaya perjalanan haji diumumkan mengalami kenaikan pada Juli 2008. Hal itu terkait kenaikan harga minyak dunia dari USD 70 per barel menjadi USD 143 per barel. Namun, pada September 2008, harga minyak anjlok hingga menyentuh USD 73 per barel. ''Jadi, rasionalnya pasti ada kelebihan dana dan itu hak sepenuhnya jamaah haji,'' ujar Hengky.

Artinya, kata dia, harus ada penyesuaian harga seperti yang dilakukan Departemen Perhubungan dengan membentuk tim Fuel Surcharge atau tim yang bertugas melakukan penyesuaian harga. ''Padahal, kami memprediksi jika maskapai mengembalikan dana haji USD 500 per orang, mereka tetap meraih keuntungan,'' paparnya.

Hal senada disampaikan lagi oleh Indonesian Corruption Watch (ICW). LSM antikorupsi itu telah merangkai komponen anggaran rasional versi mereka. Perhitungan ICW menyebutkan, sejak terjadi penurunan harga minyak dunia (November-Desember 2008) menjadi 45 persen dari harga standar yang saat ditetapkan Depag, telah terjadi selisih keuntungan maskapai penerbangan sekitar USD 75,133 juta atau setara Rp 878 miliar.

Menurut Ade, dari kelebihan dana tersebut jika dikalkulasi, rata-rata per jamaah bisa memperoleh Rp 4,7 juta. Angka itu dengan range pengembalian yang bervariasi antara Rp 2,5 sampai Rp 6,8 juta. ''Plafon tertinggi dan terendah kelebihan biaya penerbangan haji antara Rp 2,5 juta untuk embarkasi Makassar sampai dengan Rp 6,8 juta untuk Banda Aceh per jamaah,'' tegasnya. (zul/el)

Sumber: Jawa Pos, 14 Januari 2009

klik di sini untuk melihat tanggapan di majalah Gatra

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan