Jalan Terjal Kasus Cek Pelawat
Singapura adalah surga bagi para penggila belanja, sekaligus untuk para koruptor Indonesia. Sudah lebih dari belasan orang, baik yang berstatus tersangka, terdakwa maupun terpidana kasus korupsi melarikan diri ke negeri bermaskot singa ini. Bahkan di tempat ini pula kegiatan mengkapitalisasi hasil korupsi dilakukan, diantara dengan membuka bisnis atau menginvestasikan hasil jarahan uang negara ke berbagai jenis usaha.
Terakhir, Nunun Nurbaeti, saksi penting kasus dugaan suap dalam pemilihan Miranda Gultom juga mengambil tempat untuk menyembuhkan penyakit lupa akutnya di Singapura. Alasan itu pula yang membuat KPK hingga hari ini tidak bisa menghadirkan Nunun Nurbaeti ke pengadilan Tipikor untuk dimintai kesaksian atas terdakwa Hamka Yamdhu, Udju Djuhaeri, Endin Sofihara dan Dudi Makmun Murod. Keempat orang terakhir ini sudah lama ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK karena dianggap menerima cek pelawat sebagai imbalan dalam memilih Miranda Gultom.
Pentingnya Nunun Nurbaeti, istri mantan Wakapolri Adang Daradjatun dihadirkan sebagai saksi mengingat semua terdakwa kasus pemberian cek pelawat sebagai biaya pemenangan Miranda Gultom mengaku bahwa cek tersebut berasal dari Nunun Nurbaeti. Tentu saja dengan kehadiran Nunun, perkara dugaan suap yang dilaporkan pertama kali oleh Agus Chondro, mantan anggota DPR Komisi IX yang juga mengaku menerima cek pelawat akan semakin terang benderang.
Hingga saat ini, absennya Nunun di pengadilan Tipikor membuat berbagai pertanyaan penting yang semestinya bisa diungkap di pengadilan Tipikor menjadi tertunda. Publik tentu ingin mengetahui lebih dalam keterkaitan Nunun yang dalam berbagai kesaksian terdakwa maupun saksi lain telah memberikan cek pelawat dengan Miranda Gultom selaku pejabat publik yang terpilih. Demikian halnya, apa kepentingan Nunun Nurbaeti terhadap posisi Deputi Senior Gubernur BI sehingga dirinya sampai harus mengeluarkan cek pelawat bagi anggota DPR yang memilih Miranda Gultom.
Pengacau
Setelah sekian lama kasus dugaan suap cek pelawat disidangkan di Pengadilan Tipikor, ada dua faktor yang dapat mengacaukan hasil penyelidikan dan penyidikan KPK kelak. Pertama, mangkirnya Nunun Nurbaeti di Pengadilan Tipikor mengingat seluruh proses hukum yang dilakukan telah sampai pada kesimpulan bahwa cek pelawat yang digunakan sebagai alat untuk menyuap anggota Komisi IX DPR RI bersumber dari Nunun.
Maka dari itu, sebenarnya penting bagi KPK untuk mendapatkan informasi medis yang independen sehingga alasan sakit lupa akut yang diderita Nunun benar-benar dapat dikonfirmasi. Pasalnya, sudah banyak kasus dimana pihak yang hendak dimintai keterangan, baik sebagai saksi maupun tersangka mendadak sakit dan harus berobat ke luar negeri. Khusus untuk para tersangka, terdakwa dan terpidana korupsi, sakit telah dijadikan sebagai modus untuk melarikan diri dari jerat hukum. Di sisi lain, sakit juga merupakan alasan yang paling manusiawi sehingga acapkali aparat penegak hukum tidak memiliki pilihan kecuali mengijinkannya.
Masalahnya, jika Nunun benar-benar tidak bisa hadir di persidangan hingga pemeriksaan terhadap keempat terdakwa selesai, perkara dugaan suap terhadap Miranda Gultom menjadi hambar. Mengapa? Karena dalam konstruksi kasus suap-menyuap, yang bisa dihadirkan ke persidangan oleh KPK hanyalah pihak yang menerima suap dari kalangan DPR. Sementara dari pihak yang memberikan suap hingga sampai saat ini masih kabur jejaknya. Pertanyaannya, jika memang Nunun yang selama ini dianggap sebagai pemberi suap, mengapa hingga saat ini KPK masih belum menetapkannya sebagai tersangka?
Faktor kedua adalah adanya indikasi untuk menggeser persoalan sebenarnya dalam kasus dugaan suap terhadap Miranda Gultom ke isu sumbangan dana kampanye. Paling tidak, beberapa saksi mantan anggota DPR dari Fraksi PDI Perjuangan menyebutkan bahwa cek pelawat yang mereka terima adalah sumbangan dana kampanye bagi pemilihan calon Presiden dan Wakil Presiden.
Argumentasi bahwa cek pelawat merupakan sumbangan dana kampanye merupakan strategi untuk mengalihkan isu pidana korupsi (suap-menyuap) ke ranah pemilu. Asumsinya, memberikan sumbangan dana kampanye merupakan sebuah hal yang sah sebagaimana diatur oleh UU Pemilu. Perkara mereka tidak melaporkannya sebagai sumbangan dana kampanye, hal itu merupakan pelanggaran pidana pemilu yang jika hendak diusut sekarang, tidak ada pijakan hukumnya mengingat kasus pelanggaran dana kampanye sudah dianggap kadaluarsa oleh UU Pemilu.
Langkah Tegas
Oleh karena itu, mengingat kasus ini sudah begitu lama diproses KPK, sementara belum ada penambahan tersangka baru kecuali empat terdakwa yang sudah terlebih dulu diproses ke Pengadilan Tipikor, untuk menyelesaikan secara tuntas proses hukum kasus dugaan suap Miranda Gultom, KPK sepertinya perlu mengambil langkah baru.
Kendati selama ini strategi membuka terlebih dahulu semua aktor yang terlibat dalam kasus korupsi melalui pengakuan dari para terdakwa maupun saksi merupakan langkah jitu KPK yang dapat dibilang sangat berhasil, dalam konteks kasus suap Miranda Gultom, KPK tampaknya harus proaktif mengambil langkah hukum yang lebih maju.
Salah satu hal yang bisa dilakukan oleh KPK adalah menetapkan Nunun sebagai tersangka mengingat semua alat bukti yang memberatkan Nunun sudah berada di tangan KPK. Baik kesaksian semua pihak yang telah dihadirkan di pengadilan Tipikor maupun petunjuk lain yang menguatkan keterlibatan Nunun sudah dimiliki KPK, sehingga menetapkan Nunun sebagai tersangka bukan merupakan langkah yang melanggar hukum.
Sebaliknya, dengan menetapkan Nunun sebagai tersangka, KPK dapat menjadikan Nunun sebagai Daftar Pencarian Orang (DPO) jika Nunun tidak kooperatif untuk dimintai keterangan, baik dalam kaitannya dengan klaim penyakit lupa berat yang dideritanya, maupun keterangan atas mengalirnya cek pelawat ke anggota Komisi IX DPR RI. Bagaimanapun, jika Nunun tidak pernah diperiksa secara medis oleh tim yang independen, sulit untuk menerima alasan bahwa dirinya tengah berjuang untuk menyembuhkan penyakit lupa akutnya di Singapura.
Demikian pula, ketika KPK menghadapi kendala untuk menghadirkan Nunun ke Indonesia karena posisinya berada di Singapura, status tersangka atas diri Nunun telah memberikan jalan bagi KPK untuk berkoordinasi dengan interpol maupun pihak lain yang berwenang untuk membantu agar Nunun dapat dibawa pulang ke Indonesia.
Publik masih sangat menanti drama pengungkapan kasus cek pelawat ini. Keterangan Nunun sangat penting artinya untuk mengungkap lebih jauh, apakah semua kronologis dugaan suap akan berhenti pada diri Nunun, ataukah ada aktor baru yang kelak akan dibuka oleh Nunun sendiri di Pengadilan Tipikor.
Adnan Topan Husodo, wakil koordinator ICW
Tulisan ini disalin dari Koran Tempo, 10 Mei 2010