Jaksa Terkait Uang Sitaan Diperiksa
Tindakan ini dinilai menyalahi prosedur.
Kepala Pusat Penerangan Kejaksaan Agung Thompson Siagian menyatakan hingga saat ini baru Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta yang ketahuan menyimpan uang sitaan di rekening. Kejaksaan lain belum diketahui. Kami masih memonitor, ujarnya saat dihubungi Tempo kemarin. Untuk itu, Thompson meminta semua kejaksaan di daerah menyampaikan laporan tiap bulan.
Saat ini sejumlah jaksa di Kejaksaan Tinggi Jakarta yang terkait dengan rekening penyimpan uang sitaan itu masih diperiksa Jaksa Bidang Pengawasan Kejaksaan Agung. Hanya, Thompson mengaku belum tahu siapa saja jaksa yang sedang diperiksa tersebut. Adapun Kepala Kejaksaan Tinggi Jakarta Darmono tak bisa dimintai konfirmasi. Berkali-kali dikontak Tempo, telepon selulernya tak diangkat.
Sebelumnya, Jumat pekan lalu, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kemas Yahya Rahman menyatakan ada beberapa kejaksaan tinggi ataupun kejaksaan negeri yang menyimpan barang sitaan berupa uang dalam rekening di bank. Tindakan ini dinilai menyalahi prosedur. Salah satu contohnya ada di Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, katanya kepada wartawan.
Kemas menjelaskan uang sitaan itu disita kejaksaan dalam tahap penyidikan. Dana tersebut belum bisa dieksekusi oleh jaksa untuk dimasukkan ke rekening pemerintah melalui Departemen Keuangan, Sebab, belum mendapat kepastian hukum tetap.
Masalah rekening dana sitaan di kejaksaan mencuat setelah Badan Pemeriksa Keuangan melansir hasil auditnya. Baharudin Aritonang, anggota BPK, menyatakan lembaganya telah mengaudit rekening uang pengganti milik Kejaksaan Agung sebagaimana tertera pada Laporan Keuangan Pemerintah Pusat 2006. Dana yang ditemukan Rp 6,9 triliun.
Namun, mereka sudah menyetor Rp 3 triliun, ia menambahkan kemarin. Menurut Baharudin, dana tersebut dikumpulkan Kejaksaan Agung dari pos uang pengganti di kejaksaan seluruh daerah di Indonesia. Paling banyak dari Jakarta, katanya. M NUR ROCHMI | SANDY PRATAMA
Sumber: Koran Tempo, 13 Agustus 2007
---------
Baru Disetor Rp 10,3 M
Kejaksaan Tak Simpan Uang Itu
Berdasarkan data Kejaksaan Agung, hingga Desember 2006, jumlah keseluruhan uang pengganti perkara korupsi yang berumur 1 hingga 24 tahun mencapai Rp 6,996 triliun. Dari jumlah tersebut, yang sudah dibayar oleh terpidana dan disetorkan ke kas negara baru Rp 10,3 miliar.
Selain itu, uang pengganti senilai Rp 188,498 juta telah diganti dengan hukuman penjara dan Rp 1,531 miliar diserahkan ke Bagian Perdata dan Tata Usaha Negara Kejaksaan Agung (Kejagung) untuk ditagih secara perdata.
Demikian penjelasan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kemas Yahya Rahman, yang didampingi Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Thomson Siagian, dalam jumpa pers yang digelar khusus untuk menjelaskan persoalan uang pengganti, akhir pekan ini.
Seperti diberitakan, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) masih menunggu laporan pengelolaan rekening atas sisa dana uang pengganti oleh Kejagung yang diperkirakan mencapai Rp 3,9 triliun (Kompas, 10/8).
Dari penjelasan Kemas, jumlah uang pengganti yang masih belum ditagih kejaksaan jumlahnya besar. Uang pengganti yang belum tertagih Rp 6,984 triliun, katanya.
Disebutkan, jumlah itu hampir sama dengan hasil pemeriksaan BPK tahun 2006 tentang masalah teknis kejaksaan, antara lain eksekusi uang pengganti perkara yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
Tak ada di kejaksaan
Hasil pemeriksaan BPK yang ditunjukkan Kemas, uang pengganti berumur 1-24 tahun yang belum ditagih, hingga Desember 2006, jumlahnya mencapai Rp 6,11 triliun. Kalau belum bisa ditagih, belum ada di kejaksaan. Jadi, tidak ada uang pengganti yang disimpan di rekening kejaksaan. Silakan pihak yang berkompeten mengaudit, memeriksa kejaksaan, ujarnya.
Uang pengganti itu belum dapat ditagih karena perkara korupsinya diputus berdasarkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang tidak mengatur tentang penggantian uang pengganti dengan hukuman badan. Menurut Kemas, terpidana tidak mampu, tidak diketahui keberadaannya, dan meninggal dunia, menjadi alasan uang pengganti belum dibayar.
Untuk menyelesaikan persoalan uang pengganti itu, berdasarkan kesepakatan Kejagung dengan Departemen Keuangan pada 6 Juli 2007, tunggakan uang pengganti yang tidak dapat ditagih dimasukkan sebagai piutang negara.
Dengan demikian, kejaksaan dapat menyerahkan pada Direktorat Jenderal Perbendaharaan Negara setelah menunjukkan surat vonis dan bukti penagihan yang tidak berhasil. Setelah diserahkan pada Departemen Keuangan, tunggakan itu menjadi tanggungan Panitia Urusan Piutang Negara.
Apabila setelah ditagih tidak berhasil juga, dapat minta kepada kejaksaan untuk menyelesaikan, baik secara litigasi maupun nonlitigasi, kata Kemas.
Harus tuntas
Anggota Komisi III DPR, Gayus Lumbuun, mengatakan, persoalan uang pengganti ini sudah berkali-kali dipersoalkan. Karena itu, dalam rapat kerja dengan Jaksa Agung mendatang, kami akan minta penegasan, kapan soal uang pengganti ini tuntas, ungkap Gayus, Sabtu (11/8) di Jakarta.
Menurut Gayus, selama ini penagihan uang pengganti ditangani kejaksaan di daerah. Pengumpulan data uang pengganti di kejaksaan menjadi rumit karena mesti menghimpun dari daerah. Tetapi, harus ada solusinya. Jaksa Agung kan dapat saja meminta pihak khusus di kejaksaan untuk memantau uang pengganti ini, ujar Gayus.
Berdasarkan catatan Kompas, dalam rapat kerja Komisi III dengan Kejagung pada 5 Desember 2006 dipaparkan, uang pengganti yang menjadi tanggung jawab Kejagung sebesar Rp 7,194 triliun.
Dari jumlah tersebut, uang pengganti yang sudah dibayar Rp 2,209 triliun; yang dilimpahkan ke Bagian Perdata dan Tata Usaha Negara Kejagung Rp 1,432 triliun; dan yang dijalani penjaranya Rp 3,153 miliar. Sisa tunggakan sebesar Rp 3,548 triliun. (IDR)
Sumber: Kompas, 13 Agustus 2007