Jaksa Tangani Korupsi Minimal Eselon Satu

Jaksa yang menangani kasus korupsi harus berpengalaman. Setidaknya, mereka harus eselon satu atau sekelas direktur. Itulah rekomendasi Indonesia Corruption Watch (ICW) untuk Kejaksaan Agung (Kejagung).

Untuk menangani kasus korupsi, minimal jaksanya harus eselon satu atau sekelas direktur, kata Ketua Monitoring Hukum dan Peradilan ICW Emerson Yuncto kepada Jawa Pos kemarin.

Dia menyatakan, jaksa sangat berperan dalam persidangan. Sebab, dialah yang menentukan nasib terdakwa. Kalau dia tidak bisa mempersiapkan dakwaan secara baik, bisa-bisa terdakwa terbebas dari tuntutannya, ujarnya.

Dia lantas mencontohkan kasus Nurdin Halid, terdakwa penyelundupan 56 ribu ton gula putih, yang akhirnya dibebaskan dari segala tuntutan karena dakwaan jaksa dinilai cacat hukum. Yakni, 19 saksi di antara 25 saksi yang diajukan di persidangan mengaku tidak merasa dimintai keterangan untuk Nurdin.

Ke-19 saksi tersebut hanya mengaku diperiksa untuk adik kandung Nurdin, Abdul Waris Halid. Kalau jaksanya cermat, hal itu tidak seharusnya terjadi, tegasnya.

Menurut Emerson, dalam proses pra penuntutan, jaksa berwenang mengembalikan berita acara pemeriksaan (BAP) dari kepolisian bila tidak lengkap atau kurang. BAP kasus besar harus dilihat. Jika ada hal-hal yang mencurigakan, segera kembalikan ke penyidik kepolisian, tegasnya.

Hal yang sama terjadi dalam persidangan kasus korupsi minyak goreng. Kasus ini juga melibatkan Nurdin Halid yang diduga merugikan negara Rp 169,7 miliar. Jaksa penuntut umum meminta agar majelis hakim PN Jakarta Selatan menjatuhkan hukuman penjara 20 tahun dan denda Rp 30 juta subsider enam bulan kurungan.

Selain itu, Nurdin diminta membayar ganti rugi Rp 169,7 miliar karena dianggap terbukti melakukan perbuatan sebagaimana yang diatur dalam pasal 1 ayat 1 sub a UU No 3 Tahun 1971 tentang Tindak Pidana Korupsi secara bersama-sama. Namun, dalam putusannya, majelis hakim memutus bebas karena semua perbuatan yang dilakukan terdakwa telah sesuai kewajiban hukumnya.

Emerson menyatakan, dalam kasus minyak goreng itu, Nurdin bisa bebas karena jaksa tidak jeli memilih pasal dakwaan. (yog)

Sumber: Jawa Pos, 16 Januari 2006

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan