Jaksa Tak Temukan Bukti Suap Kasus Asabri
Tiada motif membujuk dalam pemberian rumah untuk jenderal.
Jaksa Agung Hendarman Supandji menyatakan pihaknya menghentikan penyelidikan terhadap kasus suap dalam perkara dugaan korupsi di tubuh Asuransi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Asabri). Ia mengatakan sejauh ini penyelidikan terhadap laporan adanya praktek suap yang mewarnai kasus Asabri belum membuahkan hasil.
Perbuatan suap belum ditemukan penyidik dalam kasus korupsi Asabri, kata Hendarman seusai salat Jumat di kantornya kemarin. Meski begitu, ia meyakinkan bahwa aparatnya telah berupaya melakukan pendalaman dan pencarian terhadap unsur perbuatan suap, yang oleh tersangka Henry Leo, melalui istrinya, Iyul Sulinah, sempat ditudingkan kepada beberapa pihak seperti R. Hartono, T.B. Silalahi, dan Paul Banuar Silalahi.
Mantan Kepala Staf Angkatan Darat R. Hartono diketahui menerima hadiah rumah di Jalan Suwiryo Nomor 7, Menteng, Jakarta Pusat, dari Henry Leo pada 1995. Kepada Tempo, Hartono mengakui memperoleh rumah itu dari temannya, Direktur PT Dutaraya Kawijaya (mitra PT Asabri). Namun, dia mengaku tak mengetahui motif pemberian itu. Sekarang sudah saya kembalikan, katanya.
Sebelumnya, Hendarman mengatakan pihaknya akan mengusut motif Henry Leo memberikan rumah itu. Mengapa rumah itu diserahkan ke Hartono? katanya dalam rapat kerja dengan Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat beberapa waktu lalu. Kejaksaan pun telah menyita rumah itu karena diketahui telah dibeli Henry Leo dengan uang yang dikorupsi dari dana Asabri.
Iyul Sulinah mengatakan suaminya juga memberikan rumah kepada Letnan Jenderal TNI (Purnawirawan) T.B. Silalahi, yang saat itu menjabat Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara. Menurut dia, rumah di Jalan Pantai Kuta VI, Pademangan, Ancol Timur, Jakarta Utara, itu diberikan melalui transaksi jual-beli atas nama Paul Banuar, putra T.B. Silalahi.
Tudingan Sulinah itu dibantah, baik oleh T.B. Silalahi maupun Paul. Paul memastikan rumah itu merupakan hasil jual-beli pada 31 Desember 1997 dengan harga Rp 1,018 miliar. Jadi tidak benar kalau saya dibilang diberi. Apalagi mengaitkannya dengan Pak TB.
Jaksa Agung menjelaskan, kemungkinan bahwa penyuapan yang terjadi ditutupi melalui transaksi yang seolah-olah merupakan jual-beli bisa saja terjadi. Segala kemungkinan itu ada. Namun, alat buktinya menunjukkan tidak, katanya.
Hendarman menegaskan bahwa bukti akta notaris yang diperlihatkan istri Henry Leo merupakan bukti formal proses jual-beli. Kami crosscheck, notarisnya pun menyebutkan jual-beli. Penyidik menganggap transaksi itu sebagai hal yang wajar. Sebab, tidak ada unsur membujuk, ujarnya.
Menurut Jaksa Agung, ketiadaan unsur membujuk dan ajakan dengan motif tertentu itu membuat transaksi ataupun pemberian hadiah dari Henry Leo untuk para pejabat negara tersebut tidak bisa dijerat dengan pasal penyuapan. Itu sesuai dengan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1971. Waktu itu belum ada aturan yang melarang gratifikasi.
Dijelaskan pula, penghentian pengusutan atas dugaan suap ini tidak akan mempengaruhi penyidikan terhadap kasus korupsi Asabri. Kasus suap tidak menghentikan perkara pokoknya, ujar Hendarman.SANDY INDRA PRATAMA
Sumber: Koran Tempo, 29 September 2007