Jaksa Perkara Puteh Tak Tahu Keberadaan Saksi

Jaksa penuntut umum perkara korupsi dengan terdakwa Abdullah Puteh, Gubernur Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) nonaktif, mengaku tidak mengetahui keberadaan para saksi. Pasalnya, musibah gempa dan tsunami di Aceh pada 26 Desember 2004 telah memorakporandakan provinsi itu. Kami tidak mengetahui di mana saksi itu sekarang berada, ujar jaksa Khaidir Ramli seusai sidang di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, kemarin.

Menurut Khaidir, untuk mengetahui nasib para saksi, jaksa akan mengirimkan surat panggilan melalui atasannya. Kami panggil melalui atasannya. Dari sana kami tahu saksi selamat atau tidak, ujar dia. Namun, jika para saksi tidak selamat, Khaidir hanya berujar, Wallahu alam, siapa yang tahu itu?

Pernyataan jaksa Khaidir sehubungan keluarnya putusan majelis hakim dalam persidangan kemarin. Majelis hakim yang diketuai Kresna Renon menolak keberatan (eksepsi) Puteh dan pengacaranya dan kemudian memerintahkan jaksa menghadirkan saksi-saksi dalam persidangan Senin (17/1) depan. Saksi-saksi yang dihadirkan diminta berurutan sesuai dengan isi berita acara perkara (BAP).

Alasan majelis hakim menolak eksepsi Puteh dan pengacaranya adalah dakwaan jaksa penuntut umum dinilai telah sesuai dengan undang-undang. Selain itu, keberatan pengacara Puteh bahwa penerapan Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi dalam dakwaan telah melanggar asas retroaktif (berlaku surut) ditolak majelis hakim karena dianggap tidak relevan. (Dakwaan) juga tidak bertentangan dengan Pasal 28 (i) amendemen UUD 1945 tentang hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi, ujar Kresna.

Majelis juga memutuskan untuk melanjutkan persidangan perkara korupsi dalam pembelian helikopter tipe Mi-2 PLC Rostov yang melibatkan Puteh meski Mahkamah Konstitusi tengah memeriksa permohonan uji materiil terhadap Undang-Undang tentang Komisi Pemberantasan Korupsi Nomor 30 tahun 2002.

Dengan belum adanya keputusan Mahkamah Konstitusi tentang Undang-Undang Nomor 30 tahun 2002, maka undang-undang tersebut dinyatakan tetap berlaku, ujar Kresna Menon.

Dalam kesempatan itu, majelis hakim juga menolak permohonan penangguhan penanganan Puteh. Majelis mempertimbangkan masa persidangan yang hanya 90 hari lamanya. Sehingga, kata hakim Kresna, Terdakwa masih dibutuhkan untuk hadir tepat waktu di persidangan untuk kepentingan pemeriksaan.

Menurut Muhammad Assegaf, kuasa hukum Puteh, permohonan penangguhan penahanan bertujuan agar kliennya dapat kembali ke Aceh. Untuk melihat kondisi rumah dan keluarganya, ujarnya. Puteh ditahan selama 20 hari lamanya terhitung sejak 24 Desember 2004. Penahanan Puteh berdasarkan surat perintah penahanan dari Komisi Pemberantasan Korupsi pada 17 Desember 2004.

Putusan sela yang meluluskan permohonan jaksa penuntut umum membuat tim pengacara Puteh berencana mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Tindak Pidana Korupsi. Namun, menurut hakim Kresna, pengajuan banding bisa dilaksanakan setelah majelis hakim Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi mengeluarkan putusan atas perkara ini. ami afrianti

Sumber: Koran Tempo, 11 Januari 2005

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan