Jaksa Minta Tolak PK Djoko Tjandra
Permohonan peninjauan kembali (PK) terpidana kasus dana hak tagih (cessie) Bank Bali Djoko Tjandra (Joker) kembali diproses di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan kemarin (6/7). Kali ini, agenda persidangan adalah mendengarkan tanggapan jaksa atas PK yang diajukan bos Grup Mulia itu.
Jaksa Imanuel Rudy Pailang mengatakan, pengajuan PK atas PK Mahkamah Agung yang menghukum dua tahun Joker tidak sesuai dengan aturan. Karena itu, permohonan tersebut tidak perlu diteruskan ke MA. "Seharusnya PK ditolak pada tingkatan pertama pengadilan," ujarnya.
Rudy menjelaskan, pengajuan itu tidak sesuai dengan Surat Edaran MA No. 10/2009. Dalam surat tersebut disebutkan, permohonan PK dalam suatu perkara yang sama yang diajukan lebih dari satu kali adalah bertentangan dengan undang-undang. Jika ada pengajuan permohonan PK kedua dan seterusnya, MA meminta berkas perkaranya tidak perlu dikirimkan ke MA.
Menanggapi argumen kuasa hukum Joker bahwa PK merupakan hak terpidana dan ahli warisnya, Rudy mengatakan, pihaknya mengacu kepada UU No 4/2004 tentang Kekuasaan Kehakiman. "Berdasar UU itu, semua pihak yang beperkara dapat mengajukan PK," ungkap jaksa di Kejaksaan Negeri Jaksel itu.
Sebagaimana diketahui, permohonan PK yang diajukan kuasa hukum Djoko adalah atas putusan PK Mahkamah Agung Nomor 12 PK/Pid.Sus/2009 tanggal 11 Juni 2009. Dalam putusan itu, Joker yang kini buron itu dihukum dua tahun penjara dan denda Rp 15 juta subsider tiga bulan.
Dalam persidangan kemarin, kuasa hukum Djoko, O.C. Kaligis, juga menghadirkan saksi ahli Adami Chazawi, ahli hukum pidana Universitas Brawijaya. Dia berpendapat, berdasar asas PK perkara pidana, pihak yang berhak mengajukan PK adalah terpidana dan ahli warisnya. Putusan MA yang mengabulkan PK yang diajukan jaksa penuntut umum tidak masuk pada masalah penafsiran norma pasal 263 ayat (1) KUHAP.
"Itu melanggar asas fundamental. PK ditujukan untuk kepentingan terpidana," kata Adami. Menurut dia, PK semata-mata ditujukan untuk memperbaiki putusan pidana yang salah. Negara tidak dibenarkan mengajukan PK untuk menghukum terdakwa yang sudah dibebaskan atau lepas dari tuntutan hukum. (fal/iro)
Sumber: Jawa Pos, 7 Juli 2009