Jaksa Jadikan Sidang Anggodo sebagai Novum

Jaksa Bacakan Memori PK SKPP Bibit dan Chandra

Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Bibit Samad Rianto dan Chandra Marta Hamzah, tampaknya, bakal bisa lebih tenang. Sebab, Kejaksaan menyatakan bahwa perkara mereka tidak mungkin diajukan ke sidang karena bertentangan dengan kasus Anggodo Widjojo, terdakwa dugaan suap dan upaya menghalang-halangi penyidikan KPK, yang kini disidang di Pengadilan Tipikor, Jakarta.

Hal tersebut terungkap dalam memori PK (peninjauan kembali) atas pembatalan SKPP (surat ketetapan penghentian penuntutan) yang dibacakan oleh jaksa di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan kemarin (14/7).

Jaksa berpendapat, jika Bibit-Chandra maju ke pengadilan, terjadi konstruksi yuridis yang bertentangan. Sebab, substansi perkara dugaan pemerasan yang disangkakan kepada Bibit-Chandra dan percobaan penyuapan kepada pimpinan KPK oleh Anggodo bersifat meniadakan satu dengan lainnya.

"Artinya, tidak mungkin dua perkara tersebut terbukti semua," kata jaksa Yuni Daru Winarsih. Jaksa memasukkan sidang perkara Anggodo itu sebagai novum (keadaan atau bukti baru) yang tercantum dalam memori PK.

Selain menjadikan sidang Anggodo sebagai novum, alasan jaksa mengajukan PK adalah putusan Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta yang bertentangan. Dalam putusan praperadilan SKPP atas nama Soeharto, jaksa penuntut umum diperkenankan menggunakan alasan penutupan perkara demi hukum berdasar pasal 140 ayat 2 KUHAP.

Sebaliknya, jaksa tak diperkenankan menggunakan alasan itu dalam putusan praperadilan SKPP Bibit-Chandra. "Ada putusan yang bertentangan. Karena itu, demi tertib dalam penegakan hukum, kami selaku jaksa penuntut umum (JPU) mengajukan peninjauan kembali," papar Yuni.

Jaksa juga menuturkan kekhilafan hakim dalam putusan yang membatalkan SKPP Bibit-Chandra. Suatu perkara yang telah dinyatakan lengkap belum pasti dilimpahkan ke pengadilan berdasar pasal 139 KUHAP. Jaksa tidak perlu melimpahkan kasus ke pengadilan jika tersangka tidak dapat dipidana, yang berujung pada putusan bebas.

Selain itu, tindakan Bibit-Chandra menerbitkan surat pencegahan (cekal) ke luar negeri untuk Djoko S. Tjandra dan surat penggeledahan Kantor PT Masaro Radiokom, menurut jaksa, tidak berhubungan dengan penerimaan uang Ari Muladi dari Anggoro Widjojo (buron tersangka kasus korupsi SKRT atau sistem komunikasi radio terpadu yang juga kakak Anggodo) melalui Anggodo. "Perbuatan itu dapat dikategorikan melaksanakan peraturan perundang-undangan," terang jaksa.

Perbuatan tersebut, lanjut dia, juga dianggap wajar karena meneruskan apa yang pernah dilakukan oleh pendahulu yang menjabat pimpinan KPK. "Jadi, perbuatan itu dapat dibenarkan dan tidak dapat dipidana," ujarnya. Selain Yuni, memori PK setebal 32 halaman itu dibacakan bergantian oleh jaksa Rhein Singal, Adhi Prabowo, dan Husin.

Menanggapi memori tersebut, Bonaran Situmeang, kuasa hukum Anggodo, menolak sidang kliennya dijadikan sebagai novum. "Prosedur sidang Anggodo itu kan biasa dan belum ada putusan," ujar Bonaran setelah sidang.

Dalam sidang itu, jelas dia, kliennya bisa saja mendapatkan putusan bebas. "Kami jabarkan dalam sidang pekan depan," sambung dia.

Selain itu, Bonaran mempersoalkan kedudukan kejaksaan dalam mengajukan PK. Menurut dia, PK merupakan hak terpidana dan ahli warisnya. Dalam sidang kemarin yang dihadiri Anggodo, tim kuasa hukum bertanya kepada hakim tentang PK yang diajukan oleh jaksa.

Namun, dinyatakan majelis hakim PN tidak membuat putusan dalam sidang PK. "Kami akan meneruskan ke MA (Mahkamah Agung, Red). Nanti MA yang memutus," kata Prasetya Ibnu Asmara selaku ketua majelis hakim.

Taufik Basari, salah seorang anggota tim pembela Bibit-Chandra yang mengikuti sidang, mengatakan memiliki beberapa catatan atas memori PK tersebut. Salah satunya adalah penuturan jaksa bahwa perkara Bibit-Chandra diputus bebas jika maju ke pengadilan. "Ada pengakuan. Daripada buang energi, lebih baik tidak diajukan (ke pengadilan, Red)," tuturnya.

Laki-laki yang akrab disapa Tobas tersebut menambahkan, ada pengakuan lain bahwa perbuatan Bibit-Chandra tidak berkaitan dengan permintaan uang kepada Anggoro. "Kejaksaan sudah mengakui dua hal itu," ucap dia.

Secara terpisah, Bibit-Chandra menyambut baik isi memori PK yang diajukan oleh kejaksaan tersebut. "(Memori PK, Red) itu adalah perkembangan yang menarik. Itulah yang kami yakini benar," tegas Chandra dalam keterangan pers di gedung KPK kemarin.

Saat menemui wartawan, dia didampingi Bibit dan beberapa tim kuasa hukum. Raut wajah dua pimpinan KPK tersebut semringah. Beberapa kali Chandra dan Bibit tersenyum dalam tanya jawab dengan wartawan. "Kami mengeluarkan surat pencegahan ke luar negeri (untuk Anggoro dan Djoko S. Tjandra, Red) sudah berdasar UU. Saya juga tidak pernah memeras siapa pun," tegas Bibit.

Apa langkah selanjutnya jika PK ditolak? "Itu harus ditanyakan ke kejaksaan. Kami tidak ingin berandai-andai. Tetapi, kejaksaan pasti berada dalam posisi dilematis," terang Alexander Lay, salah seorang kuasa hukum Bibit-Chandra.

Tetapi, bila PK ditolak dan Bibit-Chandra harus menjalani sidang di pengadilan, Alexander menyatakan tidak bisa membayangkannya. Sebab, dalam memori PK sudah disebutkan, jika perkara itu sampai di pengadilan, vonisnya bisa berujung bebas. "Jadi, saya nggak tahu bagaimana nanti bentuk surat dakwaannya. Masak mereka (JPU, Red) menuntut bebas?" ungkapnya.

Bibit dan Chandra percaya sepenuhnya terhadap langkah kejaksaan selanjutnya. Mereka mempersilakan kejaksaan memilih kasus itu disidangkan, di-deponering-kan, atau dibuatkan SKPP jilid II. (fal/kuh/c11/dwi)
Sumber: Jawa Pos, 15 Juli 2010

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan