Jaksa Cecep-Burdju Diancam Penjara Seumur Hidup

Burdju menyerang wartawan.

Jaksa Cecep Sunarto dan Burdju Roni diancam hukuman penjara seumur hidup karena memeras terdakwa kasus korupsi Jamsostek, Ahmad Junaidi. Cecep dan Burdju telah menyalahgunakan kekuasaan, kata jaksa penuntut umum Ali Mukartono membacakan dakwaan dalam sidang perdana di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan kemarin.

Menurut dia, para terdakwa melanggar Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Mereka diduga menyalahgunakan kekuasaan dengan memaksa seseorang memberikan sesuatu. Cecep-Burdju juga terancam didenda Rp 200 juta-1 miliar untuk dakwaan pertama. Adapun untuk dakwaan kedua, mereka dituduh menerima hadiah atau janji yang berkaitan dengan jabatan mereka. Ancaman hukumannya maksimal lima tahun atau denda paling banyak Rp 250 juta.

Dalam sidang yang dipimpin hakim Syafrullah Sumar, Cecep didampingi pengacara Elza Syarief dan Burdju didampingi L.M.M. Samosir. Menurut surat dakwaan, Cecep dan Burdju tiga kali memaksa meminta uang kepada Ahmad Junaidi sebesar Rp 600 juta dan menerima Rp 550 juta. Pada akhir November 2005, Junaidi meminta Aan Hadie Gusnantho mencari jaksa yang menangani perkaranya. Junaidi ingin sidangnya dipercepat atau mendapat tahanan luar dengan alasan kesehatan setelah operasi prostat. Aan lalu menelepon kenalannya di kejaksaan, yaitu Kenti Suprihatin. Kenti lalu menghubungkan Aan dengan Cecep, yang kala itu menjabat sebagai kepala subseksi penyidikan.

Cecep bertanya kepada Aan, Ada uangnya nggak? Aan menjawab, Rupiah atau dolar? Mereka lantas bertemu di kantor Cecep di lantai dua Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan. Bersama Kenti, Aan datang membawa uang Rp 100 juta. Di ruangan Cecep, sudah menunggu Kepala Subseksi Penuntutan Burdju. Dua-tiga hari setelah menerima uang, Cecep meminta lagi Rp 250 juta untuk memilih hakim perkara Junaidi. Dua hari kemudian, uang diserahkan.

Pada Desember 2005, Cecep kembali meminta uang melalui Aan sebesar Rp 250 juta dengan alasan persidangan sudah dekat. Tapi Aan hanya membawa Rp 200 juta sehingga Cecep memintanya menemui Burdju. Cecep mengirim pesan pendek kepada Burdju: Dia (Aan) sengaja tahan Rp 50 juta, tolak saja kalau tak lengkap (uangnya). Pesan pendek itu salah alamat ke telepon seluler Aan. Esoknya, Cecep menerima Rp 200 juta dari Aan, dan Burdju bertanya kapan Rp 50 juta diserahkan. Saya tak tahu, Pak Burdju, ucap Aan. Burdju pun memeriksa apakah ada alat perekam di badan Aan. Burdju pun menelepon Junaidi, tapi Junaidi tak memenuhi permintaannya.

Seusai sidang, Burdju memukul kamera fotografer harian Media Indonesia, Adam Dwi Putra, dari dalam mobil yang akan membawanya ke tahanan. Ia kesal karena Adam membuka kaca mobil untuk mengambil gambar. Akibat penyerangan itu, hidung dan pelipis Adam luka. Adam mengadu ke Kepolisian Sektor Pasar Minggu. FANNY FEBIANA | RUDY PRASETYO

Sumber: Koran Tempo, 3 November 2006

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan