Jaksa Agung Tunggu BPK; Presiden Harusnya Bertindak
Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh mengatakan, pihaknya menunggu audit Badan Pemeriksa Keuangan atau BPK terkait dengan pencairan uang Tommy Soeharto di rekening Menteri Hukum dan HAM sebesar 10 juta dollar AS. Audit diperlukan untuk menentukan ada tidaknya kerugian negara dengan penerimaan uang Tommy di rekening pemerintah.
Hal ini diungkapkan Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh seusai sidang pengujian undang- undang di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Rabu (18/4). Persoalan pembukaan rekening itu masih banyak beda pendapat. Ada yang mengatakan persoalan administrasi, ada yang mengatakan melanggar. BPK masih belum memberikan klarifikasi, ujar Abdul Rahman Saleh.
Abdul Rahman mengatakan, Kejaksaan Agung membutuhkan klarifikasi dari BPK terlebih dahulu, apakah dalam penerimaan uang Tommy Soeharto ke dalam rekening pemerintah itu mengandung kerugian negara ataukah tidak. Perlu audit untuk kasus ini. Sekarang ini masih prematur, kata Abdul Rahman.
Saat ditanyakan apakah Kejaksaan Agung akan meminta BPK mengaudit, Jaksa Agung menjawab, Belum. Karena kewenangan ini belum jelas, apakah ditangani kejaksaan, kepolisian, KPK, ataukah Tim Tastipikor.
Sebelumnya, guru besar keuangan negara Arifin P Soeria Atmadja dan guru besar tata kelola pemerintahan Ahmad Syahroja mengatakan, pejabat yang terkait dengan pencairan uang Tommy Soeharto harus mengganti uang karena uang yang sudah masuk ke rekening pemerintah adalah uang negara yang harus dipertanggungjawabkan. Sejumlah pelanggaran dilakukan, yaitu pelanggaran terhadap UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, yaitu membuka rekening tanpa seizin Menteri Keuangan, menggunakan keuangan negara untuk kepentingan privat, dan mengeluarkan uang tak melalui APBN (Kompas, 13/4).
Sebelumnya, guru besar hukum internasional Universitas Padjajaran, Romli Atmasasmita, dan ahli hukum pencucian uang Yenti Ganarsih mengatakan, pejabat terkait kasus pencairan uang Tommy melanggar UU Nomor 25 Tahun 2003 tentang Pencucian Uang (Kompas, 5/4).
Di tempat terpisah, anggota Indonesia Corruption Watch Adnan Topan Husodo mengingatkan Presiden Yudhoyono agar memberi sanksi pembantunya yang telah menggunakan rekening pemerintah untuk mencairkan dana Tommy Soeharto. UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Pengelolaan Keuangan Negara jelas mengatur itu. Presiden harus tunduk pada undang-undang. Jangan sampai pelanggaran UU yang dilakukan menteri pembantunya akhirnya dilakukan juga oleh presiden karena tidak memberi sanksi apa-apa, paparnya.
UU No 17/2003 Pasal 34 Ayat 1 menyebutkan, Menteri/Pimpinan Lembaga/Gubernur/Bupati/Walikota yang terbukti melakukan penyimpangan kebijakan yang telah ditetapkan dalam undang-undang tentang APBN/Peraturan Daerah tentang APBD diancam dengan pidana penjara dan denda sesuai dengan ketentuan undang-undang.
Pasal 34 Ayat 3: Presiden memberi sanksi administratif sesuai dengan ketentuan undang- undang kepada pegawai negeri serta pihak-pihak lain yang tidak memenuhi kewajibannya sebagaimana ditentukan dalam undang-undang ini. (vin/sut)
Sumber: Kompas, 19 April 2007