Jaksa Agung Tolak Bicara Kasus PLN

Andung dikabarkan masuk sebagai salah satu calon tersangka dalam kasus pemberian bonus (tantiem) PLN.

Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh dan Ketua Tim Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Hendarman Supandji kemarin menemui Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Keduanya menyangkal melaporkan perkembangan kasus pembagian bonus di PT Perusahaan Listrik Negara, yang menyalahi undang-undang.

Yang saya bicarakan Hari Bakti Adhyaksa (Hari Kejaksaan) pada 22 Juli. Presiden akan menjadi inspektur upacara, kata Rahman seusai sidang kabinet semalam di kantor Presiden. Dalam sidang ini, Abdul Rahman mengaku tak menyinggung sama sekali kasus PLN.

Rahman mengatakan, sidang juga tak membahas soal pemeriksaan dan penetapan Andung Nitimiharja, Komisaris Utama PLN, yang kini menjadi Menteri Perdagangan, sebagai tersangka dalam skandal bonus PLN. Tidak ada pembicaraan itu, katanya.

Hendarman juga menolak bicara. Beritanya masih seperti kemarin.

Andung dikabarkan masuk sebagai salah satu calon tersangka dalam kasus pemberian bonus (tantiem) PLN. Sumber Tempo menyebutkan, ada 18 tersangka dalam kasus ini, termasuk Deputi Menteri Negara BUMN Roes Aryawijaya, dan jajaran direksi. Nama mereka sudah di kantong Jaksa Agung.

Menurut sumber, kejaksaan tak kunjung mengumumkan kasus ini, karena harus mendapat persetujuan dulu dari Presiden.

Kejaksaan mempersoalkan pemberian bonus di PLN karena kondisinya tengah merugi. Kejaksaan menilai, pembagian bonus di PLN melanggar Pasal 62 UU Nomor 1/1995 tentang Perseroan Terbatas yang menyebutkan, tantiem diambil dari laba perusahaan.

Andung yang dicegat wartawan, baik sebelum sidang maupun sesudahnya menolak berkomentar. Tanya ke yang lain saja. Saya no comment.

Roes yang memimpin rapat umum pemegang saham dan memutuskan adanya bonus mengaku tidak pernah mengusulkan atau memutuskan pemberian dana jasa produksi itu kepada jajaran direksi dan komisaris.

Usulan berasal dari direksi dan komisaris. Roes mengaku hanya wakil pemerintah sebagai pemegang saham dan hanya menetapkan. Kata-kata menetapkan itu (dalam risalah rapat) kan berarti ada usulan dari bawah, kata Roes. DIMAS | YURA SYAHRUL

Sumber: Koran Tempo, 6 Juli 2005

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan