Jaksa Agung Tidak Tutup Pintu Perdamaian dengan Soeharto

Jaksa Agung Hendarman Supandji mengatakan tidak menutup pintu untuk menyelesaikan perkara perdata yayasan Soeharto di luar pengadilan setelah upaya perdamaian pertama gagal. Kalau dia minta lagi, ya, kita rundingkan lagi, kata Hendarman di Jakarta kemarin.

Menurut Hendarman, setelah sepakat melakukan perdamaian, mereka baru akan melakukan audit. Audit itu dilakukan kalau kita lakukan perdamaian, ada kesepakatan tuntutan sekian-sekian, baru diaudit. Kalau sekarang diaudit, ya, tidak bisa, kata dia.

Dia mengatakan saat ini pemerintah dan keluarga Cendana lebih memilih menyelesaikan sengketa perdata tersebut di pengadilan.

Hendarman yakin pemerintah akan menang melawan Soeharto dalam perkara gugatan perdata yayasan Soeharto tersebut. Dari alat bukti, dia melanjutkan, jaksa yakin 100 persen gugatan tersebut menang.

Sementara itu, pengacara Soeharto, Juan Felix Tampubolon, menyatakan bukti yang diajukan jaksa dalam sidang gugatan perdata terhadap Soeharto dan Yayasan Supersemar tidak kuat dan tidak dapat dijadikan bukti.

Semuanya fotokopi, dan sampai sekarang mereka belum bisa menunjukkan naskah aslinya, ujar Felix di Rumah Sakit Pusat Pertamina kemarin. Menurut dia, bukti fotokopi hanya dapat dikatakan sah jika bukti asli telah ditunjukkan ke majelis hakim dan kemudian majelis menetapkan fotokopi telah sesuai dengan aslinya.

Felix yakin bukti tersebut tidak akan mampu menjerat kliennya, Soeharto dan Yayasan Supersemar. Kami pasti menang karena semua tuduhan tidak berdasar, katanya. Yayasan tidak pernah merugikan negara, ujar dia. Yayasan, kata Felix, merupakan lembaga yang memperoleh dana melalui orang baik hati dalam bentuk sumbangan atau usaha lainnya.

Kalaupun pemerintah memberikan jalan damai, kata Felix, hanya bisa diterima jika tanpa syarat apa pun.

Pemerintah tengah menggugat Soeharto dan Yayasan Supersemar secara perdata karena diduga menyelewengkan dana yayasan. Dalam gugatan ini pemerintah menuntut ganti rugi materiil US$ 420 juta dan Rp 185 miliar, sementara nilai gugatan imateriil sebesar Rp 10 triliun. SUTARTO | REH ATEMALEM S

Sumber: Koran Tempo, 24 Januari 2008

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan