Jaksa Agung Rotasi dan Mutasi Jaksa yang Terlibat Kasus Gayus Tambunan

Setelah SBY Minta Aparat Mafia Pajak Dibersihkan

Bersih-bersih mafia pajak yang dilakukan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menuai dukungan besar dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Untuk itu, presiden meminta dua instansi lain, kejaksaan dan kepolisian, yang aparatnya diduga terlibat kasus penggelapan pajak segera mengikuti langkah tersebut.

"Saya mendukung upaya Kementerian Keuangan menindak yang bersalah. Saya instruksikan kepada departemen yang lain untuk segera melakukan hal yang sama dan harus dilakukan sesuai hukum yang berlaku," kata presiden di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta, beberapa saat sebelum berangkat ke Hanoi, Vietnam, kemarin, untuk menghadiri KTT Ke-6 ASEAN.

''Ini waktu yang tepat untuk melakukan pembersihan penyeluruh terhadap aparat yang tersangkut mafia pajak," imbuhnya. SBY kembali mengingatkan bahwa mafia perpajakan harus diusut tuntas karena merupakan kejahatan luar biasa.

Kata SBY, kejahatan pajak tidak hanya melibatkan aparat dan wajib pajak, tapi juga kongkalikong pada rantai institusi penegak hukum di kepolisian, kejaksaan, pengadilan, dan pengacara. "Saatnya yang tepat untuk melakukan pembersihan menyeluruh," tegas presiden.

Setelah ada instruksi presiden, Jaksa Agung Hendarman Supandji memastikan merotasi dan memutasi jaksa yang terlibat kasus Gayus Tambunan. Namun, lanjutnya, pihaknya tidak bisa merotasi jajarannya secara cepat seperti di Kemenkeu. "Pokoknya, jangan dipersamakan dengan saya. Saya ini penegak hukum, jadi harus mengumpulkan bukti-bukti dulu, baru mengambil keputusan," katanya.

Hendarman mengatakan, pihaknya harus menunggu alat bukti lengkap sebelum memberikan sanksi kepada aparat. "Mereka juga berhak menentang keputusan yang diambil. Saya ini sudah banyak ambil keputusan, banyak sekali. Digugat TUN (tata usaha negara) kan banyak sekali," ujarnya.

Jaksa Agung memastikan dalam waktu dekat terjadi mutasi dan rotasi. "Jelas (ada rotasi) sebentar lagi," kata Hendarman. Dia tidak bersedia menyebutkan level jabatan yang dirotasi.

"Jangan tanya dulu. Setiap ada indikasi dalam struktur itu yang terlibat, pasti ada perubahan. Reposisi pasti ada," jelasnya. Meski demikian, Hendarman menyebutkan indikasi keterlibatan banyak pihak, selain jaksa Cirus Sinaga cs yang tengah diperiksa.

"Banyak itu. Dari direkturnya ada, dari Kasubdit ada, dari pihak kejaksaan tinggi ada. Ada banyak. Tapi, derajatnya (kesalahan) bisa beda-beda. Bisa sedang ringan, bergantung peran masing-masing, yang ikut-ikutan itu semua," kata Hendarman.

Selama dua hari, Senin dan Selasa, tim dari jajaran pengawasan Kejagung telah memeriksa 13 jaksa dan pejabat struktural kejaksaan. Mereka adalah empat jaksa peneliti (Cirus Sinaga, Fadil Regan, Eka Kurnia Sukmasari, dan Ika Safitri Salim) serta jaksa dari Kejari Tangerang Nazran Azis yang menjadi jaksa sidang. Kelimanya menjadi pihak terlapor dalam pemeriksaan tersebut.

Selain itu, diperiksa delapan saksi, yakni mantan Direktur Pra-Penuntutan Pidum Poltak Manulang, Direktur Penuntutan Pidum Pohan Lashpy, Wakajati Banten Novarida, dan Aspidum Kejati Banten Dita Purwitaningsih.

Kemudian Kasipidum Kejari Tangerang Irfan Jaya, mantan Kajari Tangerang Suyono, Kasubdit Kamtibum dan TPUL Pidum Ilman, dan Kasubag TU pada Direktorat Pra-Penuntutan Pidum Rohayati. Mengenai pemeriksaan 13 jaksa terkait kasus Gayus, Hendarman mengatakan direncanakan sore ini. "Insya Allah, Pak, Kamis sore mungkin sudah bisa," katanya.

Ya, Kejagung berupaya membuktikan adanya aliran dana kepada jaksa yang terlibat dalam penanganan perkara Gayus Tambunan. Kemarin (7/4) tim pemeriksa dari bidang pengawasan berkoordinasi dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk memastikan adanya aliran dana itu.

"Tim pengawasan ke PPATK terkait rumor dan isu yang masuk di kejaksaan (tentang) adanya sejumlah uang yang mengalir ke jaksa," kata Kapuspenkum Kejagung Didiek Darmanto. Agenda tim pengawasan ke PPATK tersebut semula tidak diagendakan. Sebab, seharusnya tim ke Mabes Polri untuk meminta keterangan Gayus Tambunan, Haposan Hutagalung, dan tim penyidik Polri.

Didiek mengungkapkan, hasil koordinasi dengan PPATK akan menjadi salah satu bahan pertimbangan dalam membuat kesimpulan laporan hasil pemeriksaan. Sementara ini, dari hasil pemeriksaan tidak ditemukan indikasi aliran dana ke jaksa. "Banyak informasi ada uang mengalir ke jaksa, tapi buktinya apa? Info itu kita tindak lanjuti dengan jemput bola ke PPATK," jelasnya.

Soal adanya aliran dana itu pula yang akan dikonfirmasi ke Gayus, Haposan, dan tim penyidik. Namun, rencana memeriksa tiga pihak terkait itu kembali tertunda. Itu penundaan kedua dari jadwal semula pada Selasa (6/4). "Pihak Mabes meminta waktu sampai pemeriksaan di polisi selesai," kata mantan Wakajati Jatim itu.

Laporan PPATK
Jaksa Agung menolak disebut lambat merespons laporan PPATK. Hendarman mengatakan, PPATK melaporkan kepada dua pihak, yakni kejaksaan dan kepolisian. Secara proses, sebagai penuntut umum, kejaksaan harus menunggu hasil penyidikan di kepolisian. "Kalau ditanya mau ditangani siapa, ya kepolisian. Kejaksaan kan nunggu," kata Hendarman.

Meski demikian, pihaknya tetap memantau upaya penyidikan di kepolisian. "Kita kan memonitor. Itu kajian sudah saya kirim ke Jam Pidsus dan Jam Pidum untuk memonitor perkembangan penyidikan dari pihak kepolisian. Selama ini kan kita hanya menunggu," kata Hendarman.

Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (JAM Pidsus) Marwan Effendy mengatakan, pihaknya masih mempelajari adanya laporan mafia pajak yang lebih besar daripada Gayus. Selain itu, Kejagung menunggu proses yang dilakukan Mabes Polri. "Kami menunggu dulu. Kalau ada indikasi korupsi, kami bisa menangani," kata Marwan.

Di bagian lain, penyidikan terhadap aliran dana rekening Gayus terus dilakukan tim Mabes Polri. Pemeriksa yang terdiri atas tiga tim bekerja secara terpisah. Tim pertama, yakni tim independen, dipimpin Irjen Pol Mathius Salempang. Tim kedua (tim pidana korupsi) dipimpin Komjen Pol Ito Sumardi dan tim ketiga dipimpin Kadivpropam Irjen Pol Budi Gunawan.

Menurut Kadivhumas Irjen Pol Edward Aritonang, dari pemeriksaan itu segera muncul nama baru yang ditetapkan sebagai tersangka. ''Kami tunggu pembuktiannya cukup. Nanti baru dilakukan penaikan status,'' katanya.

Jenderal dua bintang itu tidak mau menyebut nama. ''Bagaimana saya bisa buka, ini kan belum cukup bukti, tunggu saja,'' kata Edward. Dia juga tak mau berkomentar apakah tersangka baru itu dari internal kepolisian atau pihak di luar polisi.

Secara terpisah, sumber Jawa Pos menyebutkan bahwa tersang­ka baru itu dari internal polisi. ''Dia menerima dana dari Gayus,'' kata sumber di lingkungan penyidik kemarin (07/04). Jika informasi itu tepat, berarti ada tiga yang akan ditetapkan sebagai tersangka dari internal korps Bhayangkara. Dua orang yang sudah ditetapkan, yakni Kompol Muhammad Arafat Enanie dan AKP Sri Sumartini.

Uang Gayus yang dikirim setelah blokir dibuka juga ditelusuri ulang. Menurut Edward, salah satu di antaranya adalah uang yang dikirim ke istri Gayus, Milana Anggraeni. ''Dia mengakui, itu uang belanja sehari-hari,'' kata Edward. Uang yang dikirim sebesar Rp 3,67 miliar.

Secara terpisah, kuasa hukum Susno Duadji, Zul Armain, membantah pengakuan Haposan Hutagalung yang mengaku dikenalkan Susno dengan Andi Kosasih. ''Itu sangat tidak berdasar dan mengaburkan esensi kasusnya,'' kata Zul kemarin.

Dia juga membantah kabar bahwa Susno pernah menerima aliran dana hingga miliaran rupiah. ''Semua akan dijelaskan Pak Susno pada pertemuan dengan DPR besok ( hari ini, Red ),'' katanya.

Sementara itu, Mahkamah Agung (MA) masih mendalami putusan Pengadilan Negeri (PN) Tangerang terkait vonis bebas terdakwa Gayus. Ketua MA Harifin Tumpa menyatakan telah membaca putusan majelis hakim yang menyidangkan kasus Gayus. Namun, dia tidak melihat ada yang salah dalam putusan tersebut. ''Kami baca putusannya, kelihatannya baik,'' kata Harifin di Jakarta kemarin (7/4).

Namun, kata Harifin, putusan yang baik itu belum tentu menjamin bahwa hakim yang bersangkutan benar-benar bersih. ''Karena itu, kami tidak hanya melihat putusannya. Kalau ada bukti-bukti bahwa yang bersangkutan bertemu atau menerima sesuatu, pasti akan kami tindak, terlepas dari putusan itu benar atau tidak,'' ujarnya.

Harifin mendukung revisi undang-undang mengenai perpajakan yang menjadi kewenangan pemerintah dan DPR. ''Saya mendukung (revisi UU). Dan, memang sekarang ini tidak jelas kedudukan pengadilan pajak sebagai lembaga peradilan,'' katanya. (sof/fal/rdl/ kuh/aga/c2/c4/agm/iro)
Sumber: Jawa Pos, 8 April 2010

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan