Jaksa Agung Minta Kewenangan Penuntutan Dikembalikan ke kejaksaan

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diserang dari berbagai arah. Setelah pimpinannya diperiksa polisi terkait dugaan penyalahgunaan wewenang, kewenangan penuntutan oleh lembaga superbodi itu pun bakal dipereteli lewat RUU Tipikor. KPK pun terancam tak bisa menuntut tersangka kasus-kasus korupsi di Pengadilan Tipikor.

RUU Tipikor kini digodok di Panita Kerja (Panja) DPR. Hingga tadi malam, rapat panja dengan agenda lobi itu masih berlangsung di gedung Nusantara I DPR RI. Anggota Panja RUU Tipikor Gayus Lumbuun mengatakan, ada tiga agenda rapat. Yakni, kewenangan penuntutan oleh KPK, etika penyadapan, dan komposisi hakim di Pengadilan Tipikor.

Rapat panja yang berlangsung tertutup itu menghadirkan dua kubu. Yakni, kubu pemerintah dan kubu DPR. Dari kubu pemerintah hadir Jaksa Agung Hendarman Supandji, Menteri Hukum dan HAM Andi Mattalata, serta perwakilan dari Mendagri.

Kubu pemerintah bersikeras agar kewenangan penuntutan oleh KPK harus dihapus. Penuntutan hanya bisa dilakukan kejaksaan, bukan institusi lain. Alasannya, hal itu berdasar UU No 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan. UU itu menyebutkan bahwa jaksa hanya satu yang berada di bawah pertanggungjawaban Jaksa Agung.

Pendapat pemerintah itu disampaikan Jaksa Agung Hendarman Supandji. Di depan rapat panja dia mengatakan, kewenangan penuntutan harus kembali pada kejaksaan. KPK tak bisa melakukan penuntutan karena bertentangan dengan undang-undang kejaksaan yang lebih dulu dibuat. ''Kalau kejaksaan kan kita menginginkan undang-undang pokok kejaksaan bisa berdiri tegak,'' kata Hendarman seusai mengikuti rapat panja.

Kepada peserta rapat, Hendarman menjamin pemberantasan korupsi tetap kuat kendati kewenangan penuntutan dikembalikan ke kejaksaan. Namun, Hendarman tidak menjelaskan mengapa pemberantasan korupsi bisa semakin kuat, sedangkan KPK malah tidak bisa menuntut para tersangka korupsi.

Hal senada diungkapkan Menteri Hukum dan HAM Andi Mattalatta. Politikus Partai Golkar itu menandaskan, KPK tidak bisa ditempatkan secara spesial dalam pemberantasan korupsi. Polri dan kejaksaan juga memiliki andil untuk melakukannya. ''(RUU Tipikor) Ini untuk memberikan kemudahan kepada polisi dan kejaksaan, bukan hanya KPK,'' kata Andi di sela-sela rapat panja.

Kubu DPR tidak satu suara soal itu. Ada yang mendukung pemerintah, ada yang masih menginginkan kewenangan penuntutan tetap ada di KPK. Anggota dewan dari FPKS, Nasir Djamil, misalnya. Dia menilai kondisi Indonesia saat ini masih berada di masa transisi. Kejahatan korupsi masih tinggi. ''Sikap PKS masih tetap, penuntut umum ada di kejaksaan dan KPK pun bisa menuntut,'' katanya.

Hal itu, kata Nasir, dibuktikan dengan indeks persepsi korupsi di Indonesia yang masih rendah. Artinya, tingkat korupsi di Indonesia masih tinggi. ''Kita masih perlu tenaga lebih untuk memberantas korupsi. KPK harus dipertahankan,'' tegasnya.

Dalam UU KPK juga dituliskan bahwa KPK bisa menuntut kasus korupsi karena kejahatan itu dianggap luar biasa. Memberantas korupsi tak cukup dengan menggunakan penegakan hukum konvensional.

Informasi yang diterima Jawa Pos menyebutkan, hanya segelintir partai yang mendukung kewenangan penuntutan tetap ada di KPK. Itu pun partai-partai kecil, seperti PKS, PKB, dan PBR. Sisanya mendukung kembalinya kewenangan penuntutan pada kejaksaan. Pemerintah dan sebagian besar anggota panja mendukung dihapusnya kewenangan penuntutan oleh KPK. Artinya, sangat kecil kemungkinan KPK memiliki andil untuk menuntut tersangka korupsi.

Pemeriksaan Pimpinan KPK
Sementara itu, KPK mulai pasang kuda-kuda menghadapi pemeriksaan tahap kedua terkait dugaan penyalahgunaan wewenang yang diagendakan Mabes Polri hari ini. Kemarin, pimpinan KPK menerima dukungan 20 advokat senior yang siap mendampingi pemeriksaan. Mereka berjanji habis-habisan mempertahankan eksistensi lembaga antikorupsi itu dari upaya kriminalisasi kewenangan.

Para advokat tersebut, antara lain, Luhut M.P. Pangaribuan, Bambang Widjojanto, dan Arif Surowidjojo. Advokat senior Surabaya Trimoelja D. Soerdjadi dan advokat kawakan Kamal Firdaus bakal bergabung pula. Mereka menamakan diri Tim Pembela Kriminalisasi Kewenangan KPK.

''Kami akan mempersiapkan segalanya untuk menghadapi pemeriksaan besok (hari ini),'' jelas Bambang Widjojanto di gedung KPK kemarin (14/9). ''Yang pasti, semua kemungkinan yang muncul dari pemeriksaan pimpinan KPK harus dihadapi,'' lanjutnya.

Dia menerangkan, bantuan hukum kepada pimpinan KPK itu bersifat cuma-cuma. Soal ini, tim penasihat hukum juga telah membicarakan dengan pimpinan KPK. Tim tersebut juga telah melihat secara mendalam proses pemanggilan pimpinan KPK. ''Kenyataannya, hanya ada jeda sehari setelah pemanggilan dilayangkan,'' jelasnya.

Hari ini, dua pimpinan KPK, Bibit Samad Riyanto dan Chandra M. Hamzah, akan kembali menghadapi penyidikan di Mabes Polri. Mereka disidik terkait dugaan penyalahgunaan kewenangan dalam pencekalan Dirut PT Masaro Anggoro Widjojo dan pencabutan cekal terhadap Djoko S. Tjandra.

Tim penasihat hukum telah mengkaji sejumlah kewenangan KPK. Tim melihat ada potensi sengketa kewenangan dalam konflik KPK-Polri belakangan ini.

Menurut polisi, kata Bambang, dasar pemanggilan pimpinan KPK adalah pengembangan testimoni Ketua (nonaktif) KPK Antasari Azhar. ''Tapi, mengapa juga sampai melebar pada pencabutan cekal Djoko S. Tjandra,'' ujar mantan aktivis Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) itu.

Dia menilai ada yang tidak jelas dari pemanggilan para pimpinan KPK tersebut. Bambang melihat penyidikan adalah wewenang subjektif polisi. ''Tapi, problem subjektivitas itu harus punya akuntabilitas,'' tegasnya. Yang terjadi sekarang, penyidikan itu masih kabur.

Dia menambahkan, pimpinan Polri harus bisa objektif dengan melihat apakah pemanggilan para pimpinan KPK terkait dengan kepentingan individu di tubuh mereka. ''Harus dipastikan tidak ada campur tangan kepentingan individu tersebut. Itu tugas kepala Polri,'' ujarnya. Salah satunya adalah tidak melibatkan orang yang memiliki kepentingan individu itu dalam memeriksa pimpinan KPK.

Berdasar informasi, pemanggilan pimpinan KPK itu disebut-sebut sebagai konsekuensi penyelidikan kasus suap Bank Century. Bahkan, beberapa hari belakangan disebutkan bahwa KPK tengah mengkaji dugaan keterlibatan perwira polisi berinisial SD dalam kasus Century.

Wakil Ketua KPK M. Jasin menyatakan bahwa isu pelemahan terhadap kinerja KPK dikhawatirkan berdampak terhadap kinerja pemberantasan korupsi. ''Kalau diganggu-ganggu seperti ini, kapan kami bekerja? Yang jelas, KPK kini masih bekerja untuk bangsa, meski terus diganggu dengan fitnah,'' tegasnya kemarin.

Dia juga menanggapi, testimoni Antasari yang menyebut pimpinan KPK menerima suap adalah bagian dari skenario bohong.

Jasin menambahkan bahwa ada sejumlah pihak yang berusaha mendorong pemeriksaan terhadap pimpinan KPK. Di antaranya, rekomendasi RDP (rapat dengar pendapat) Mabes Polri dengan DPR beberapa waktu lalu. Rekomendasi rapat meminta agar polisi mengusut kasus suap di KPK.

Di tempat terpisah, anggota Komisi III DPR Gayus Lumbuun meminta agar Polri terbuka dalam kasus dugaan penyalahgunaan kewenangan oleh KPK. Karena itu, dia mendesak supaya Polri terbuka atas pemeriksaan pimpinan KPK.

Polri, kata dia, harus menjelaskan kepada masyarakat alasan pemeriksaan tersebut. Jika tidak, orang akan gelisah melihat ketidakpastian pemeriksaan itu. ''Masyarakat akan berpikir kenapa KPK yang segalak itu dalam memberantas korupsi kemudian dipersoalkan oleh Polri,'' ungkapnya.

Yang terpenting, jelas Gayus, adalah soal kasus pencabutan pencekalan Djoko S. Tjandra. Harus diungkapkan alasan pemeriksaan oleh Polri. Sebab, itu terkait dengan prosedur hukum. Kalau dalam pencabutan pencekalan tersebut tidak ada unsur pemberian yang menguntungkan diri sendiri atau suap, unsur pelanggaran pidananya tidak ada. Artinya, tuduhan Polri tidak benar.

Sumber Jawa Pos di Mabes Polri menyebutkan, pemeriksaan hari ini akan lebih fokus seputar aksi KPK di kantor PT Masaro, Jalan Talang Betutu, Jakarta Pusat, 22 Juli 2008 dan 19 Agustus 2009. ''Apakah penggeledahan itu benar-benar sesuai prosedur ataukah improvisasi di luar aturan,'' jelas sumber itu.

Penggeledahan di kantor PT Masaro diketahui atas perintah Wakil Ketua Bidang Penindakan KPK Chandra M. Hamzah. Selain itu, penyidik akan mendalami surat cekal yang dikeluarkan KPK dan diteken Chandra. ''Kami punya salinannya, baik surat perintah cekal maupun surat yang diduga pencabutan cekal,'' lanjut sumber itu.

Anggoro dicekal sejak 22 Agustus 2008. Menurut sumber itu, berdasar surat bernomor R-3164/01/VIII/2008, KPK meminta agar Dirjen Imigrasi Departemen Hukum dan HAM mengeluarkan larangan bepergian bagi Anggoro dan tiga petinggi PT Masaro. Permintaan cekal tersebut juga didasarkan pada surat perintah penyidikan bernomor Sprin.Dik- 31B/01/VIII/2008 tanggal 14 Agustus 2008.

Guna kepentingan penyidikan, KPK mencekal Anggoro Widjojo, Ir Putronefo A. Prayugo, Anggono Widjojo, dan David Angkawijaya. Surat cekal itu ditandatangani Wakil Ketua Bidang Penindakan KPK Chandra M. Hamzah dengan dibubuhi cap KPK. Surat tersebut juga ditembuskan kepada Menkum dan HAM, Kakanim Bandara Soekarno-Hatta, serta kepala OIC Bandara Soekarno-Hatta.

Sementara itu, surat pencabutan cekal yang selama ini diakui KPK sebagai surat palsu bernomor R-85/22/VI/2009. ''Memang ada pernyataan bahwa surat itu palsu. Tapi, dalam konteks penyidikan, tidak bisa berdasar pengakuan saja,'' tegasnya. (git/aga/rdl/dwi/iro)

Sumber: Jawa Pos, 15 September 2009

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan