Jaksa Agung Membantah; DPR Cuma Ingin Penegakan Hukum yang Adil dan Proporsional
Jaksa Agung membantah tudingan DPR bahwa penegakan hukum dalam perkara korupsi yang melibatkan anggota DPRD dan kepala daerah dilakukan secara diskriminatif dan tebang pilih. Sebaliknya, DPR kemarin juga membantah tudingan bahwa mereka bermaksud melindungi para koruptor.
Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh di Jakarta, Rabu (4/10), juga menyatakan, pihaknya sudah tidak lagi memakai Peraturan Pemerintah Nomor 110 Tahun 2000 tentang Kedudukan Keuangan DPRD. Pasalnya, PP itu sudah dibatalkan Mahkamah Agung tahun 2002. Kalau ada jaksa yang masih menggunakan PP itu, (ia) akan dikenai tindakan, katanya.
Memang masih ada jaksa di daerah yang telanjur menggunakannya, tetapi jumlahnya sangat sedikit sehingga tidak signifikan, katanya menambahkan.
Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Hendarman Supandji juga menolak keras tudingan DPR soal kriminalisasi politik kebijakan pemerintah daerah. Ia mengatakan, kejaksaan tak akan bertindak sembarangan mengusut perkara korupsi.
Begitu juga dengan tudingan tebang pilih. Mungkin pertanyaan anggota DPR, kalau legislatif kena, kok eksekutif tidak? Kami bisa terima pendapat itu. Kami akan tindak lanjuti. Kalau eksekutif tersangkut, ya tetap kena, ujar Hendarman.
Soal PP No 110/2000, Hendarman menilai, walaupun dicabut, dalam pertimbangan, MA mengakui jiwa PP itu tetap hidup. Jadi, secara materiil, perbuatan melawan hukum yang melanggar keadilan masih berlaku.
Manuver politis
Pengajar hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta, Aidil Fitri Ciada, menilai pernyataan DPR tentang kriminalisasi DPRD merupakan manuver yang sangat politis. Ini jelas upaya pemulihan citra partai politik yang babak belur menghadapi Pemilu 2009. Jangan dilihat secara yuridis, tapi lebih pada kepentingan politik. Kalaupun ada kekurangan dari jaksa, DPR hendaknya jangan kurangi semangat memberantas korupsi, katanya.
Namun, pengajar hukum pidana Universitas Indonesia, Rudy Satriyo Mukantardjo, menilai rekomendasi DPR tidak berlebihan. Rudy mengaku mendapatkan informasi dari DPR soal PP No 110/2000 itu yang masih dipakai untuk mendakwa orang. Harusnya orang yang sudah dipidana atas PP itu dapat diberi ganti rugi dan rehabilitasi, kata Rudy.
DPR sendiri membantah bermaksud melindungi koruptor. Kami hanya ingin penegakan hukum yang proporsional dan adil, ujar Wakil Ketua Komisi III Al Muzammil Yusuf, Rabu. Ketika ada penafsiran yang berbeda tentang dasar hukum, jangan mengorbankan orang dong, kata Al Muzammil menambahkan.
Namun, apabila ada anggota DPRD dicurigai korupsi, Al Muzammil menegaskan, mereka harus dihukum dan DPR tidak akan melindungi. Dari data DPR, ada 265 perkara korupsi DPRD yang diproses kejaksaan dengan 967 tersangka/terdakwa/terpidana. Dari jumlah itu, sebanyak 67 perkara didakwa melanggar PP No 110/2000. (NAW/EKI/WHO/IDR/MDN/SUT)
Sumber: Kompas, 5 Oktober 2006