Jaksa Agung Larang Rusdi

Hendarman Supandji Dilempar Telur Busuk

Tudingan Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta Rusdi Taher bahwa Kejaksaan Agung kerap mengintervensi perkara yang tengah ditangani Kejati DKI Jakarta, menjadi isu politik di DPR.

Rapat kerja Komisi III DPR dengan Kejaksaan Agung, Senin (11/9) pagi yang berlangsung hingga larut malam diwarnai pro dan kontra tentang perlu tidaknya menunda rapat kerja untuk menghadirkan Rusdi serta pelemparan telur busuk ke arah Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Hendarman Supandji. Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh sendiri melarang Rusdi Taher untuk berbicara di depan Komisi III DPR. Rusdi sempat dua kali datang ke DPR tapi tak ikut rapat.

Rapat kerja dibuka Ketua Komisi III Trimedya Panjaitan (Fraksi PDIP, Sumatera Utara II). Di jajaran Kejaksaan, hadir Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh, Wakil Jaksa Agung Basrief Arief, Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Hendarman Supandji, dan Jaksa Agung Muda lainnya.

Ketua Komisi membacakan sejumlah hal yang akan ditanyakan kepada Jaksa Agung antara lain mengenai pernyataan Kepala Kejati DKI Jakarta yang menyatakan Kejaksaan Agung sudah mencampuri tugas Kejati DKI Jakarta. Usai daftar masalah ditanyakan, ruang rapat Komisi III hujan interupsi. Pertanyaan dimulai Gayus Lumbuun (Fraksi PDI-P, Jawa Timur V), mengenai ketidakhadiran Rusdi yang disambut interupsi yang lain.

Jaksa Agung menjelaskan, saat ini Kajati DKI Jakarta masih dalam pemeriksaan. Proses belum tuntas, karena hingga Senin, Rusdi belum menyerahkan keberatannya atas sanksi pencopotan dirinya sebagai Kajati DKI Jakarta. Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980, atas sanksi hukuman disiplin berat itu, Rusdi memiliki hak mengajukan keberatan selambat-lambatnya 14 hari setelah sanksi disampaikan. Sanksi itu disampaikan pada 31 Agustus dengan demikian, Rusdi memiliki waktu hingga Kamis (14/9). Kalau yang bersangkutan datang dan memberi penjelasan di sini, kami khawatir merusak tatanan birokratis dan peraturan disiplin yang ada di kami. Dan juga akan mempengaruhi birokrasi pada umumnya terhadap penegakan hukum, tegasnya.

Terjadi berbeda pendapat di antara anggota Komisi III DPR mengenai hadir tidaknya Rusdi. Usai rapat diskors, Komisi III akhirnya tetap mengagendakan pemanggilan Rusdi. Namun Jaksa Agung tetap keberatan. Kami keberatan dia hadir di sini. Kami juga keberatan apabila dikonfrontir, kata Jaksa Agung.

Menyikapi keberatan Jaksa Agung interupsi kembali mewarnai ruang rapat Komisi III, antara lain dari Benny K Harman (Fraksi PD, Nusa Tenggara Timur I) yang berpendapat, Rusdi tidak dapat dihadirkan tanpa persetujuan Jaksa Agung. Namun, Panda Nababan (F-PDIP, Jawa Barat V) mengingatkan, kesepakatan mengundang Rusdi sudah disepakati lobi antar fraksi, meskipun Jaksa Agung keberatan. Akil Mochtar (F-PG, Kalimantan Barat) menyatakan keberatannya apabila rapat kerja mengagendakan pemanggilan Rusdi.

Datang ke DPR
Pada saat rapat diskors, Rusdi tiba-tiba datang ke lantai 2 Gedung Nusantara II, bersama sejumlah orang yang mengaku sebagai pengacaranya. Menjawab wartawan Rusdi mengatakan, ia mempertimbangkan untuk tidak jadi mundur. Hal ini didasari sejumlah pertimbangan rasional yang mencakup aspek yuridis, sosiologis, dan psikologis. Rusdi justru mempersoalkan tata cara Jaksa Agung dalam menyampaikan sanksi yang dijatuhkan kepadanya, yakni secara luas dan terbuka kepada masyarakat.

Menurut Rusdi, konferensi pers yang digelar Jaksa Agung untuk mengumumkan sanksi pencopotan dirinya, tidak lazim dalam dunia birokrasi dan bertentangan dengan doktrin Adhyaksa. Ia mempertanyakan, mengapa sanksi itu tidak disampaikan langsung kepada dirinya. Apalagi, Rusdi mengaku tidak jelas, perbuatan apa yang ia lakukan hingga dijatuhi sanksi.

Pada sore hari, pada saat sidang kembali diskors, Rusdi muncul bersama ajudannya. Di ruang tamu Komisi III, Rusdi ditemui Trimedya beserta sejumlah pimpinan dan anggota Komisi III. Usai pertemuan tertutup, Rusdi meninggalkan ruang tamu dan langsung meninggalkan Gedung Nusantara II. No comment, kata Rusdi saat ditanya.

Kepada wartawan Trimedya menjelaskan, Rusdi tidak bersedia memberikan keterangan di Komisi III. Menurut Trimedya, ketidaksediaan Rusdi karena ada larangan secara eksplisit dari Jaksa Agung, sehingga Rusdi tidak berani memberikan keterangan.

Secara terpisah, advokat senior Adnan Buyung Nasution mengingatkan DPR untuk tidak masuk terlalu jauh ke urusan internal Kejaksaan dengan mau mengkonfrontir Rusdi dengan Jaksa Agung. Itu sudah terlalu masuk wilayah politik, kata Buyung.

Hingga pukul 23.00 raker masih berlangsung. Sejumlah anggota DPR mempertanyakan apa kesalahan Rusdi sehingga diberi sanksi berat. Pelaksana tugas Jaksa Agung Muda Pengawasan Togar Hoetabarat memberi penjelasan soal itu.

Lempar telur
Dalam jeda rapat kerja siang kemarin sempat terjadi insiden. Seorang laki-laki muda berbaju putih melemparkan telur ke arah Hendarman Supandji, yang baru saja dari kamar mandi menuju mushola di belakang ruang rapat Komisi III. Telur mengenai kemeja Hendarman pada bagian lengan kiri dan dada kiri. Hendarman menolak berkomentar tentang aksi itu.

Melihat Hendarman dilempar telor sejumlah anggota Pengamanan Dalam Kejaksaan Agung tidak terima. Mereka mengeroyok mahasiswa tersebut hingga menderita luka lebam di bagian wajahnya. Polisi langsung mengamankan kedua mahasiswa ke Polda Metropolitan Jaya.

Koordinator lapangan Gerakan Mahasiswa Anti Manipulasi BUMN Akbar mengakui, Fariz yang melemparkan telur busuk ke Hendarman, memang merupakan anggota rombongannya.

Akbar menegaskan, apa yang dilakukan murni dan bukan pesanan siapapun termasuk, Rusdi. Dalam perkembangan lain, dua mahasiswa anggota Gerakan Mahasiswa Anti Manipulasi BUMN mengadukan pengeroyokan petugas pengamanan dalam ke Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya. (idr/mas/dik/bdm)

Sumber: Kompas, 12 September 2006

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan