Jadi Saksi Mantan Bawahan
Gara-gara kasus dugaan korupsi audit investigasi atas pengumpulan dana kompensasi penggunaan tenaga kerja asing (TKA) 2004 pada masa kepemimpinannya di Depnakertrans, Fahmi Idris duduk di kursi sidang. Kemarin (25/3) pria yang kini menjabat menteri perindustrian itu menjadi saksi atas kasus yang menjerat dua orang mantan bawahannya. Yaitu, mantan Dirjen Pembinaan dan Pengawasan Tenaga Kerja Depnakertrans M.S.M. Manihuruk dan Kepala Subbagian Evaluasi dan Pelaporan Bidang Program Depnakertrans Suseno Tjipto Mantoro.
Gara-gara kasus dugaan korupsi audit investigasi atas pengumpulan dana kompensasi penggunaan tenaga kerja asing (TKA) 2004 pada masa kepemimpinannya di Depnakertrans, Fahmi Idris duduk di kursi sidang. Kemarin (25/3) pria yang kini menjabat menteri perindustrian itu menjadi saksi atas kasus yang menjerat dua orang mantan bawahannya. Yaitu, mantan Dirjen Pembinaan dan Pengawasan Tenaga Kerja Depnakertrans M.S.M. Manihuruk dan Kepala Subbagian Evaluasi dan Pelaporan Bidang Program Depnakertrans Suseno Tjipto Mantoro.
Dalam sidang di Pengadilan Tipikor, dia menolak ikut disalahkan dalam kasus tersebut. Keterlibatan saya sebatas pada kebijakan. Saya mengeluarkan SK penunjukan langsung siapa penanggung jawab (proyek, Red), ujarnya di hadapan majelis hakim yang dipimpin Martini Mardja.
Setelah mengeluarkan kebijakan, terang Fahmi, dirinya lepas tangan. Pelaksanaan diserahkan kepada penanggung jawab program. Meski mengaku telah menunjuk langsung rekanan, politikus Golkar itu menyatakan tidak melanggar aturan pengadaan barang dan jasa di instansi pemerintah, yakni Keppres No 80 Tahun 2003.
Soal rekanan, tambah dia, penunjukan langsung kantor akuntan publik Johan Barus bukan datang dari dirinya. Saya memberikan izin atas usul terdakwa 1 (M.S.M. Manihuruk), tuturnya
Dia mengatakan, bukan tanpa alasan menuruti usul M.S.M. Manihuruk. (Saat itu) waktu penggunaan ABT (anggaran biaya tambahan) dan program 100 hari menteri sudah mepet sehingga tidak mungkin dilakukan tender biasa yang bisa memakan waktu 55 hari, ujar Fahmi.
Sebelum menunjuk langsung kantor akuntan publik Johan Barus, lanjut dia, pihaknya sudah membicarakan keputusan itu dalam rapat pimpinan sekaligus pula mengonsultasikan kepada staf ahli Menakertrans. Akuntan publik ini juga sudah digunakan Pak Jacob (mantan Menakertrans Jacob Nuwawea, Red). Jadi, Pak Jacob tentu punya penilaian positif. Saya lanjutkan saja, ujar politikus Golkar itu.
Dia menjelaskan, proyek audit di 46 kabupaten-kota itu bermula dari laporan BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) bahwa negara rugi Rp 162 miliar gara-gara banyak dana kompensasi penggunaan TKA yang dilarikan. Padahal, dana itu adalah penerimaan negara bukan pajak (PNBP) yang harus disetorkan Depnakertrans ke Departemen Keuangan.
Fahmi juga mengaku telah melaporkan hal itu ke KPK. Sebab, itu mengandung unsur tindak pidana, jelasnya. Lantas, disusunlah program investigasi yang ternyata ujungnya menyeret dua mantan pejabat Depnakertrans.
Dari hasil penyelidikan KPK, modus yang diduga dilakukan Manihuruk ialah memerintahkan pembuatan dokumen formalitas sehingga kegiatan jasa audit itu seolah dilakukan panitia pengadaan. Padahal, pekerjaan yang mendapat alokasi anggaran Rp 9,27 miliar itu belum dilaksanakan. (ein/dwi)
Sumber: Jawa Pos, 26 Maret 2008