Jadi ''Makelar'' Proyek, Sarjan Dituntut Lima Tahun

Anggota DPR Komisi IV Sarjan Tahir harus bersiap-siap mendekam di tahanan lebih lama. Sebab, terdakwa korupsi alih fungsi hutan lindung Pantai Air Telang untuk pembangunan Pelabuhan Tanjung Api-Api, Sumatera Selatan, itu dituntut lima tahun penjara kemarin.

Menurut jaksa Muhammad Rum, Sarjan dinilai melanggar pasal 12 huruf a UU Tipikor. Sarjan bersama-sama dengan anggota Komisi IV lain, Yusuf Erwin Faishal, Hilman Indra, Azwar Chesputra, dan Fachri Andi Leluasa telah menjadi inisiator korupsi alih fungsi hutan lindung di Sumatera Selatan itu.

Menurut Rum, semua itu bermula saat Sarjan mengantongi informasi bahwa alih fungsi hutan lindung tersebut terganjal izin Departemen Kehutanan. Ini disebabkan belum adanya izin dari parlemen untuk alih fungsi hutan seluas 600 hektare itu. "Terdakwa dihubungi Sofyan Rebuin, direktur Badan Pengembangan Pelabuhan Tanjung Api-Api (BPTAA) untuk membantu menguruskan izin di DPR. Selanjutnya ada uang terima kasih," ujarnya.

Informasi itu pun disampaikan kepada Yusuf Erwin, yang saat itu menjabat ketua Komisi IV. Izin akan diluluskan asal tidak gratis. Yusuf meminta pelicin Rp 5 miliar. Suami artis Hetty Koes Endang itu pun menunjuk Sarjan sebagai penghubung kepada Pemprov Sumsel. Apalagi, Sarjan berasal dari daerah pemilihan yang sama.

Kali pertama, uang yang diminta mengalir Rp 2,5 miliar. Uang itu merupakan pemberian Candra Antonio Tan, pengusaha yang berniat menginvestasikan dana dalam pembangunan pelabuhan tersebut. "Terdakwa juga membagi-bagikan kepada anggota Komisi IV lain," jelasnya. Anggota DPR mendapatkan jatah bagi-bagi dana sesuai kontribusinya. Uang Rp 150 juta mengalir ke kantong Sarjan.

Sisanya, sekitar Juni 2007, kembali diserahkan oleh Candra Antonio Tan, di Hotel Mulia. Fulus untuk Sarjan kali ini bertambah menjadi Rp 200 juta. Tak berselang lama setelah penyerahan uang, 4 Juli 2007, DPR akhirnya menyetujui permohonan itu. "Ketika itu ada kontak telepon agar mereka satu suara soal alih fungsi itu," ujar jaksa yang selalu tampil klimis tersebut.

Jaksa juga menjerat Sarjan dalam perangkap pidana yang lain. Sarjan dinilai melanggar pasal 11 UU Tipikor. Itu karena Sarjan menerima dana Rp 10 juta dari Darna Dachlan, pejabat Pemprov Sumsel. "Terdakwa patut diduga mengetahui karena pemberian itu tentu terkait izin alih fungsi yang tengah dibahas Komisi IV," terangnya.

Setelah pembacaan tuntutan, Sarjan menghampiri tim penasihat hukumnya. Setelah berunding beberapa saat, dia mengungkapkan akan memberikan pembelaan atas tuntutan itu. "Kami akan memberikan pembelaan," jelasnya kepada majelis hakim. (git/iro)

Sumber: Jawa Pos, 8 Januari 2009

-----------------

Sarjan Taher Dituntut 5 Tahun Penjara

Bukan hanya Sarjan yang aktif bertindak.

Sarjan Taher, terdakwa kasus dugaan korupsi alih fungsi hutan lindung Pantai Air Telang menjadi Pelabuhan Tanjung Api-api, dituntut lima tahun penjara. Selain itu, anggota Komisi Kehutanan Dewan Perwakilan Rakyat periode 2004-2009 ini dikenai denda Rp 250 juta.

”Terdakwa Sarjan telah melakukan korupsi dalam proses pelepasan kawasan hutan lindung Pantai Air Telang, Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan,” kata Riyono, jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi, saat membacakan tuntutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi kemarin.

Menurut jaksa, terdakwa Sarjan menerima uang Rp 5 miliar dari calon investor pembangunan Pelabuhan Tanjung Api-api, Chandra Antonio Tan, dan Direktur Badan Pengembangan Pelabuhan Tanjung Api-api Sofyan Rebuin. Pemberian itu bertujuan agar DPR memberikan rekomendasi kepada Menteri Kehutanan untuk memproses usulan pelepasan kawasan hutan lindung Pantai Air Telang. Terdakwa, menurut jaksa, aktif menghubungi Sofyan dan mantan Gubernur Sumatera Selatan Syahrial Oesman untuk meminta dana tersebut.

Uang tersebut, kata jaksa, diterima Sarjan dalam dua tahap. Tahap pertama, pada 13 Oktober 2006, diterima uang senilai Rp 2,5 miliar berbentuk cek pelawat. Selain Sarjan, yang mendapat jatah senilai Rp 150 juta, uang dibagikan kepada anggota Komisi Kehutanan DPR lainnya. Pembagian dilakukan Yusuf Erwin Faishal, yang juga tengah disidang. ”Perbuatan itu melanggar Pasal 12-a Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi,” kata jaksa Riyono.

Tahap selanjutnya, Sarjan kembali menghubungi Sofyan dan Chandra Antonio untuk meminta kekurangan dana yang sempat dijanjikan. Pada 25 Juni 2007, Chandra kembali menyerahkan cek pelawat senilai Rp 2,5 miliar. Kali ini, kata jaksa, penyerahan uang dilakukan di Hotel Mulia, Jakarta. Uang itu kembali dibagikan kepada anggota Komisi Kehutanan DPR. ”Penyerahan uang itu berujung pada persetujuan DPR untuk memberikan rekomendasi pelepasan hutan lindung untuk dijadikan pelabuhan Tanjung Api-api,” kata jaksa.

Pemberian uang dari Chandra selalu dilaporkan Sarjan kepada empat rekannya, yaitu Yusuf Erwin Faishal, Hilman Indra, Azwar Cehsputra, dan Fahri Andi Leluasa. ”Karena itu, perbuatan ini bukan perbuatan yang berdiri sendiri, melainkan bersama-sama,” kata jaksa.

Selama pembacaan tuntutan, Sarjan tampak sesekali mengangguk-anggukkan kepala. Menanggapi tuntutan tersebut, Sarjan mengatakan akan mengajukan pembelaan secara pribadi dalam persidangan pada Rabu depan.

Tim kuasa hukum Sarjan juga berniat mengajukan pembelaan. ”Yang disampaikan jaksa tak sesuai dengan kenyataannya,” ujar Muhammad Diantoro, kuasa hukum Sarjan. Menurut dia, jaksa tidak membahas proses penerimaan dana tersebut dari awal. Menurut Diantoro, dalam proses itu bukan hanya kliennya yang aktif bertindak. SUKMA | FAMEGA SYAVIRA

Sumber: Koran Tempo, 8 Januari 2009

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan