Izin Satu Pintu di 29 Daerah; Beberapa Kabupaten Terbuka Tentukan Tarif Resmi

Sebanyak 29 kabupaten/kota menerapkan penerbitan izin usaha melalui satu pintu. Bahkan, di beberapa daerah tertentu investor bisa mendapatkan kepastian lama waktu penerbitan izin dan jumlah biaya yang dikenakan, yang tertera pada lembaran bukti penerimaan dokumen.

Terlepas dari berbagai kekurangan, kebijakan yang disertai pelayanan yang transparan itu merupakan sebuah kemajuan besar, apalagi di pusat pelayanan satu pintu pada setiap departemen masih sebatas wacana, kata Direktur Eksekutif Komite Pemantau Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Agung Pambudi di Jakarta akhir pekan lalu.

Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Irman Gusman mengatakan, saat ini mulai timbul keinginan kuat para aparat di semua daerah kabupaten/kota dan provinsi untuk menjaring investasi sebanyak-banyaknya. Kini mulai muncul kesadaran dari sejumlah pejabat dan aparat di daerah bahwa kemiskinan dan pengangguran yang terjadi tidak akan dapat diatasi tanpa pemberdayaan ekonomi.

Salah satu upaya yang digalakkan adalah menjaring investasi swasta. Caranya adalah melakukan pembenahan regulasi dan peningkatan mutu pelayanan birokrasi terhadap investasi di setiap daerah, ujar Irman.

Tiga kategori
Menurut Agung, ada tiga kategori kelembagaan dan peran pelayanan satu pintu yang diterapkan pemerintah daerah (pemda).

Pertama, unit pelayanan itu menginduk pada kelembagaan pemda yang sudah ada, misalnya bagian perekonomian sekretariat daerah, dinas informasi dan komunikasi, dan sebagainya. Namun, tugas unit itu di setiap daerah selalu berbeda.

Di Kabupaten Dairi, Provinsi Sumatera Utara, misalnya, unit pelayanan perizinan itu hanya berfungsi sebagai penyedia informasi. Kantor pos yang menerima surat dari pemohon atau investor berfungsi atau bertugas meneruskan kepada instansi terkait. Tindak lanjut pengurusan dokumen itu langsung dilakukan oleh pemohon dengan instansi terkait.

Di Kabupaten Bantul, DI Yogyakarta, unit yang sama berfungsi sebagai pintu masuk dan keluar atas semua urusan perizinan. Pemohon hanya berurusan dengan unit pelayanan satu atap tanpa diperkenankan berhubungan dengan dinas terkait.

Kedua, pelayanan satu atap ditangani oleh sebuah kantor khusus yang dipimpin pejabat eselon III. Meski demikian, fungsi yang diterapkan setiap daerah berbeda-beda. Ada yang sebatas berfungsi sebagai front office, seperti yang terjadi di Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali. Namun, ada kantor pelayanan satu atap yang berfungsi menerima berkas permohonan dan mengoordinasikan dengan dinas terkait. Kantor itu pula yang menerbitkan perizinannya.

Informasi terbuka
Ketiga, ada pula daerah yang segala ketentuan pelayanan satu pintu ditempelkan di semua instansi agar diketahui publik. Daerah seperti Kabupaten Parepare, Sulawesi Selatan, memberlakukan aturan secara transparan. Investor langsung diberikan kepastian pengurusan dokumen selesai berapa hari plus biaya yang harus dibayar dengan bukti penerimaan dokumen resmi.

Selain itu, ada daerah seperti di Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, yang setiap bulan menerbitkan statistik tentang kualitas pelayanan satu pintu. Bahkan, mereka membentuk unit khusus yang menangani pengaduan masyarakat.

Pemerintah Kota Balikpapan, Kalimantan Timur, bahkan memberikan insentif fiskal, seperti pengurangan, serta penghapusan pajak, dan retribusi selama kurun waktu tertentu bagi investor yang berinvestasi di lokasi tertentu, dengan komoditas yang tertentu pula.

Kebijakan ini terkesan sepele, tetapi bagi saya informasi itu sangat transparan dan tergolong perubahan yang sangat fundamental. Mengapa? Karena perizinan bukan sekadar ketentuan tertulis dalam perda, tetapi disampaikan langsung kepada pemohon perizinan dan diimplementasikan secara baik dan konsisten, tutur Agung. (JAN)

Sumber: Kompas, 6 November 2006

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan