Isu Soeharto Akan Diajukan Dalam Konferensi UNCAC

RELEASE BERSAMA
Penyelenggaran Forum Masyarakat Sipil AntiKorupsi
Menjelang Konferensi Negara Peserta UNCAC di Bali

ISU SOEHARTO AKAN DIAJUKAN DALAM KONFERENSI UNCAC

Dalam tataran kasus, sesuai dengan Tap. MPR No. XI/MPR/1998, forum ini juga akan mendorong perumusan sikap bersama untuk tetap mengusut kasus korupsi yang melibatkan mantan Presiden Soeharto serta kroni-kroninya, sebagai amanat transisi demokrasi pasca runtuhnya rezim tirani Orde Baru.

Apakah wacana memaafkan bermakna sama dengan menghentikan proses hukum dan pengusutan kasus korupsi yang melibatkan mantan Presiden Soeharto? Seharusnya, tidak. Lantas, bagaimana dengan upaya mengembalikan aset negara yang dicuri?

Indonesia Corruption Watch (ICW), Kemitraan, dan Transparency Internasional Indonesia (TII) melalui forum masyarakat sipil anti korupsi yang diadakan di Bali, 24-26 Januari 2008 mendorong agar kelanjutan kasus korupsi Soeharto dibahas pada konferensi PBB Anti Korupsi (UN Convention Against Corruption, UNCAC) ke -2 yang akan dilaksnakan di Bali (28 Januari-1 Februari 2008). Dalam kegiatan ini akan hadir pembicara dan peserta sebanyak 200 orang yang berasal dari NGOs/CSOs, akademisi, jurnalis, sektor privat, utusan insitusi negara, partai politik, pihak perbankan, dan lembaga donor antikorupsi yang berasal dari Indonesia dan beberapa negara asing.

Tanpa harus terjebak pada stigma alasan kemanusiaan yang dikondisikan sedemikian rupa saat ini, kasus Soeharto seharusnya tetap dilihat dengan adil dan fair.
Pada 17 September 2007, PBB telah merilis StAR (Stolen Asset Recovery) Initiative. Dokumen tersebut, menempatkan Soeharto dalam urutan pertama pemimpin politik dunia yang mencuri uang negara, (mencapai USD 15-35 miliar). Sebagai bagian dari mekanisme yang diatur dalam UNCAC, StAR Inisiatif dipandang merupakan salah satu sarana yang efektif untuk menempatkan kasus Soeharto secara adil. Pasal-pasal UNCAC mengatur hal tersebut dalam Bab III tentang penegakan hukum dan Bab V tentang asset recovery (pengembalian aset).
Akan tetapi, bercermin dari lemahnya political will pemerintah Indoensia, maka pembahasan serius tentang Soeharto hanya dapat dilakukan dengan dorongan sepenuhnya dari masyarakat sipil. Oleh karena itu, melalui Forum Anti Korupsi Masyarakat Sipil yang diadakan, ICW, Kemitraan dan TII bersama NGOs/CSOs seluruh Indonesia menyatukan persepsi dan kekuatan untuk mendorong kasus ini.

Selain sangat berhubungan dengan proses pendewasaan transisi demokrasi di Indonesia, penegakan hukum dan pemberantasan korupsi adalah salah satu prioritas agenda Internasional saat ini. Sehingga, kelompok masyarakat sipil Indonesia menyusun sebuah Laporan Independen yang akan disampaikan pada Anti-corruption Public Forum dan Konferensi Negara Peserta UNCAC.
Selain isu peradilan Soeharto, Forum ini juga akan mendiskusikan beberapa pertanyaan mendasar. Mengapa korupsi terus terjadi sementara regulasi, kebijakan, tindakan pencegahan dan pemberantasan korupsi terus diupayakan? Apakah persoalannya berada pada lemahnya strategi antikorupsi yang dimiliki pemerintah, tidak adanya komitmen politik, atau disebabkan transisi demokrasi yang terhambat sistem koruptif di berbagai institusi negara? Atau, justru disebabkan oleh segala strategi antikorupsi yang disusun dan dilakukan justru dikondisikan sekedar sebagai kamuflase kebijakan?
Diskusi dalam forum sangat berhubungan dengan strategi antikorupsi, transisi demokrasi, dan penguatan jaringan NGOs/SCOs internasional, diharapkan dapat menghasilkan: Pertama, saran dan masukan terhadap negara untuk mendorong dan menyelenggarakan strategi anti korupsi yang benar-benar efektif. Kedua, dorongan terwujudnya sistem pemerintahan yang bersih dan bertanggungjawab, Ketiga, merumuskan formulasi strategi yang mencakup aspek sosial, budaya, politik dan hukum di level nasional dalam konteks transisi demokrasi, Keempat, penguatan kapasitas dan jaringan civil society di tingkat Internasional untuk menginisiasi, mendorong, dan mengawal pemberantasan kroupsi.

Laporan Independen
Puncak penyelenggaraan anticorruption public forum juga akan disertai dengan presentasi laporan independen versi masyarakat sipil. Laporan yang berjudul Corruption Assessment and Compliance UNCAC in Indonesian Law akan menjelaskan kenyataan objektif mengenai pemberantasan korupsi dan pemenuhan UNCAC di Indonesia. Laporan ini merupakan laporan alternatif yang disusun sebagai perspektif independen disamping laporan resmi versi pemerintah.

Isu pokok laporan difokuskan pada analisis kebijakan antikorupsi Indonesia dari tahun 2004-2007 yang mengarah pada kamuflase dan basa-basi politik yang cenderung disorientasi dan lemah dalam prioritas; potret pemberantasan korupsi yang mempunyai pola tertentu; serta analisis pemenuhan UNCAC dalam hukum Indonesia.

Hasil diskusi dan penelitian berkelanjutan CSOs/NGOs se Indonesia yang kemudian ditulis dalam bentuk laporan independen pada akhirnya menghasilkan potret yang suram tentang agenda antikorupsi di Indonesia. Laporan akan menganalisis fakta-fakta korupsi dan agenda perlawanan korupsi dari perspektif aktor, sektor dan modus. Sehinga akan terlihat, pemberantasan korupsi justru tidak dilakukan di titik inti terjadinya korupsi. Ini yang disebut dengan disorientasi strategi. Selain itu, juga diungkapkan aktor-aktor yang menghalangi pemberantasan korupsi.

Isu peradilan Soeharto, rekomendasi dalam forum masyarakat sipil dan laporan independent yang disusun oleh masyarakat sipil nantinya akan disampaikan dalam konferensi PBB Anti Korupsi (CoSP) dan di distribusikan pada seluruh negara peserta.

Dari penyampaian tersebut, agenda antikorupsi akan dikawal masyarakat sipil melalui kekuatan jaringan internasional untuk menekan dan mendesak pemerintah agar menyusun strategi dan kebijakan antikorupsi serta menjalankannya secara serius dan konsisten. Bukan sekedar dalam bentuk kamuflase atau basa-basi politik.

Jakarta, 17 Januari 2008

Partnership for Government Reform (PGR)
Indonesia Corruption Watch (ICW)
Transparency International Indonesia (TII)

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan