Istana Pastikan Posisi Hendarman Tetap Sah
Polemik Jaksa Agung, Pakar Sebut Pernyataan Sudi Keliru
Pemerintah akhirnya angkat suara soal polemik posisi Jaksa Agung Hendarman Supandji yang dinilai ilegal atau bermasalah. Istana memastikan bahwa posisi Hendarman tetap sah. Sebab, hingga saat ini belum ada keputusan presiden (keppres) yang memberhentikan Hendarman sebagai orang nomor satu di korps Adhyaksa tersebut.
Hal itu disampaikan oleh Mensesneg Sudi Silalahi di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta, kemarin (4/7). Sudi baru tiba di tanah air setelah mendampingi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) melawat ke Kanada dan Turki serta beribadah umrah ke Arab Saudi.
Sudi menyatakan, Hendarman yang menjabat jaksa agung di pertengahan periode Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) I tidak perlu dilantik ulang dalam kabinet baru.
"Tidak perlu (dilantik lagi, Red). Ketika keppres dulu mulai (turun, Red), tidak ada yang memberhentikan jaksa agung. Jadi, (jabatan Hendarman sebagai jaksa agung, Red) itu valid," tegas Sudi.
Sebelumnya, mantan Menkeh dan HAM Yusril Ihza Mahendra menolak diperiksa tim penyidik Kejagung Kamis lalu (1/7) karena menilai Hendarman ilegal sebagai jaksa agung. Rencananya, Yusril diperiksa sebagai tersangka kasus dugaan korupsi biaya akses sistem administrasi badan hukum (sisminbakum). Menurut dia, Hendarman harus ikut diberhentikan secara hormat seiring dengan berakhirnya masa jabatan Presiden SBY pada 20 Oktober 2009. Hingga kini, Hendarman tetap menjabat jaksa agung tanpa pernah dilantik lagi.
Sudi menambahkan, posisi jaksa agung tetap sah sesuai dengan UU Kementerian Negara. Dalam UU itu, jaksa agung tidak termasuk dalam salah satu di antara 34 nomenklatur anggota kabinet. Jadi, ketika masa jabatan KIB I berakhir, jabatan jaksa agung tak otomatis berakhir. "Ya legal karena jaksa agung bukan dalam kabinet lagi, dalam UU Kementerian. Nanti kami konsolidasikan lagi," ujar Sudi.
Menanggapi pernyataan itu, pakar hukum dari UGM Zainal Arifin Muchtar menganggap logika pemikiran Sudi tersebut sangat keliru. Zainal justru sependapat bahwa posisi Hendarman ilegal. Alasannya, meski jaksa agung berada dalam kekuasaan kehakiman, posisi itu tetap di bawah presiden. "Saat presiden berhenti, walau satu menit, jaksa agung juga harus diberhentikan. Jaksa agung tetap harus berhenti meskipun tidak ada keppres pemberhentian," ucap dia ketika dihubungi Jawa Pos kemarin.
Direktur Eksekutif Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) Fakultas Hukum UGM itu mengungkapkan, jaksa agung harus diposisikan sama dengan menteri lain. Dia mencontohkan posisi mantan Menkeu Sri Mulyani. "Beliau (Sri Mulyani, Red) diberhentikan terlebih dulu, baru kemudian diangkat lagi dengan keppres pengangkatan. Aturannya memang seperti itu. Sebab, saat presiden berhenti, kabinet mengalami demisioner," urainya.
Zainal melanjutkan, tanpa keppres pengangkatan yang baru, kewenangan jaksa agung tidak memiliki basis legitimasi. Selain itu, lanjut dia, legitimasinya bisa dipertanyakan terkait dengan usia Hendarman sebagai jaksa nonkarir yang seharusnya sudah masuk masa pensiun pada usia 62 tahun. "Padahal, usia Hendarman sudah 63 tahun. Jadi, memang harus ada pelantikan lagi dan keppres pengangkatan yang baru," tuturnya.
Karena itu, Zainal menyatakan mendukung Yusril yang mempersoalkan posisi Hendarman. Menurut dia, pernyataan Yusril soal posisi jaksa agung yang dianggap ilegal itu benar. Namun, dia tidak setuju dengan sikap Yusril yang menolak diperiksa Kejagung.
Zainal menegaskan bahwa proses hukum, seperti penyelidikan, penyidikan, hingga penuntutan, adalah kewenangan lembaga, bukan kewenangan jaksa agung. Jadi, apa pun yang dilakukan oleh jaksa agung, hasil penyelidikan dan penyidikan atas kasus Yusril tetap sah. "Sama dengan KPK. Meskipun tidak ada ketua, KPK masih bisa melakukan penahanan. Sebab, (penahanan, Red) itu adalah kewenangan lembaga, bukan perorangan," tegasnya. (sof/ken/c11/dwi)
Sumber: Jawa Pos, 5 Juli 2010
----------------
SBY Diminta Jelaskan Status Hendarman Supandji sebagai Jaksa Agung
Polemik soal posisi jaksa agung yang dinilai bermasalah diharapkan tidak dibiarkan berlarut-larut. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) diminta untuk menjelaskan status Hendarman Supandji sebagai jaksa agung yang tidak ikut dilantik sebagai anggota Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) II.
''Presiden harus menjelaskan mengapa dulu begitu,'' kata Saldi Isra, pakar hukum tata negara Universitas Andalas, kepada koran ini kemarin (3/7).
Seperti diberitakan, kasus dugaan korupsi biaya akses sistem administrasi badan hukum (sisminbakum) dengan tersangka mantan Menkeh HAM Yusril Ihza Mahendra menimbulkan polemik berkepanjangan. Posisi Hendarman Supandji sebagai jaksa agung dinilai sejumlah pihak bermasalah.
Pada Kamis (1/7), Yusril menolak diperiksa tim penyidik Kejaksaan Agung karena menganggap jabatan jaksa agung yang diemban Hendarman ilegal. Dia berargumen, Hendarman seharusnya ikut diberhentikan secara hormat seiring dengan berakhirnya masa jabatan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada 20 Oktober 2009. Namun, Hendarman tetap menjabat jaksa agung (Jakgung) hingga sekarang tanpa pernah dilantik lagi.
Menurut Saldi, polemik status jaksa agung sebenarnya mencuat sejak pembentukan KBI jilid II. ''Saya termasuk yang sejak awal mempersoalkan posisi jaksa agung,'' imbuhnya.
Saldi menuturkan, di dalam UU Kejaksaan tidak disebutkan masa jabatan jaksa agung. Menurut dia, posisinya sama dengan anggota kabinet yang lain. ''Tapi, itu tidak dilakukan presiden. Kan tidak ada logika masa jabatan harus lima tahun,'' terangnya.
Hendarman memang tidak menjabat jaksa agung sejak awal KIB I. Dia menduduki kursi jaksa agung mulai Mei 2007. Dia merupakan anggota kabinet hasil reshuffle menggantikan Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh.
Saldi menyatakan sependapat dengan logika yang disampaikan mantan Menkeh HAM Yusril Ihza Mahendra terkait posisi Hendarman yang bermasalah sebagai jaksa agung. ''Yang perlu dipertanyakan, mengapa baru sekarang diangkat permasalahan ini. Ada apa?'' katanya.
Namun, Saldi tidak sependapat bahwa tidak sahnya jaksa agung berimplikasi pada seluruh tindakan-tindakannya sebagai jaksa agung.
Secara terpisah, adik Yusril, Yusron Ihza Mahendra, mengatakan bahwa pihaknya memang sudah mengetahui sejak awal jika posisi jaksa agung bermasalah. Awalnya, dia menyatakan mengetahui usia Hendarman yang sudah memasuki masa pensiun saat diangkat menjadi jaksa agung. "Itu sudah saya tahu sejak saya menjadi anggota DPR. Lalu, ditambah dengan tidak adanya keppres pengangkatan yang baru,'' katanya saat dihubungi tadi malam.
Pihaknya tidak mempersoalkan sejak awal karena menilai banyak celah dalam pelaksanaan administrasi hukum di pemerintahan. ''Sejauh ini tidak mengganggu walau kami tahu itu salah,'' kata mantan anggota Komisi I DPR (periode 2004-2009) itu.
Namun, saat ini Yusron menilai proses hukum yang dijalani kakaknya sebagai tersangka dalam kasus sisminbakum adalah mengada-ada. Sebab, audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) menunjukkan tidak adanya kerugian negara. ''Seharusnya kasus ini di-SP3 (dihentikan dengan surat perintah penghentian penyidikan, Red),'' tegasnya.
Bagaimana jika ada panggilan kedua untuk Yusril menjalani pemeriksaan di Gedung Bundar (sebutan Gedung Kejaksaan Agung)? Yusron menegaskan, pihaknya akan menolak pemeriksaan tersebut. ''Kalau kami datang, mau diperiksa, berarti kami mengakui posisinya (jaksa agung) sah. Padahal, ilegal,'' kata Yusron. (fal/c4/ari)
Sumber: Jawa Pos, 4 Juli 2010