Isra Mi'raj dan Pemberantasan Korupsi
Peringatan Isra Mi'raj Nabi Muhammad merupakan tonggak lahirnya peradaban Islam berbasis keimanan yang kukuh.
Perintah shalat adalah peradaban Nabi akan menegakkan keadilan sesuai nilai-nilai ketuhanan dan kemanusiaan. Spirit lahirnya keadilan berbasis ketuhanan dan kemanusiaan menjadi tonggak keteladanan yang harus diserap dalam kesadaran umat Islam. Itulah yang oleh Sheikh Muhammad al-Ghazali dalam Fiqh al-Sirah dikatakan, Isra Mi'raj menjadi tonggak lahirnya Islam sebagai agama fitrah. Semua ajaran ibadah yang diwajibkan kepada umat Islam merupakan fondasi yang wajib dilaksanakan untuk menemukan sari pati dan esensi agama.
Spirit pemberantasan korupsi
Dalam konteks kehidupan kebangsaan, fitrah Islam dalam Isra Mi'raj dapat dijadikan spirit pemberantasan korupsi. Dalam arti, Isra Mi'raj melecutkan umat Islam membuka lembaran penegakan keadilan.
Pemberantasan korupsi yang digembar-gemborkan ternyata masih sebatas wacana, tidak membumi. Terbukti, berbagai kasus korupsi masih mendera bangsa ini. Kejaksaan sendiri juga tidak mempunyai political will dalam menjaring para koruptor. Para jaksa hanya seperti ustadz di kampung maling. Pernyataan ustadz di kampung maling bukan keseleo ngomong. Pernyataan itu merupakan buah kesadaran. Meminjam bahasa Jurgen Habermas, ia bukan sekadar tuturan (speech), tetapi bagian dari bahasa (language). Bahkan menurut Aloys Budi Purnomo (2005) pernyataan itu bukan sekadar komunikasi, tetapi juga melibatkan aspek moralitas yang di dalamnya tercakup unsur budaya dan perasaan yang mewarnai isi komunikasi yang disampaikan.
Dalam konteks ini, spirit Isra Mi'raj menghadirkan teologi amar ma